Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Di Kompleks Jongaya Makassar, Penderita Kusta Berusaha Melawan Stigma

IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Pada tahun 1934, Pemerintah Hindia-Belanda membangun kompleks bagi para penderita kusta di Kota Makassar. Pembangunan leprosarium atau institusi untuk mengisolasi dan merehabilitasi penderita kusta, merupakan proyek lanjutan di Jawa, Bali, dan Sumatera.

Di Makassar, kawasan bernama Kompleks Penderita Kusta Jongaya berada di Jalan Dangko No 31, Kelurahan Balla Parang, Kecamatan Tamalate. Di kompleks itu sebagian besar penduduknya merupakan penderita atau pernah menderita penyakit kusta. 

Saat IDN Times bertandang ke kampung tersebut, Jumat (22/11), suasana lengang terlihat di lorong kecil yang menjadi akses masuk kawasan pemukiman. Hanya terlihat beberapa orang pekerja yang tengah mengerjakan salah satu rumah warga. Beberapa anak juga terlihat bermain kelereng dan sesekali sepeda motor melintas di jalan kecil terbuat dari bahan paving itu.

Hal yang menarik di sini adalah interaksi sosial yang ditunjukkan para warganya. Di sini, interaksi warga yang tidak terkena kusta dengan warga yang menderita kusta bisa berjalan dengan sangat baik, tanpa sekat.

1. Dihuni lebih dari 400 pasien kusta

IDN Times/Asrhawi Muin

Sekilas kampung ini terlihat biasa-biasa saja karena aktivitas keseharian warganya hampir sama dengan pemukiman yang lain. Anak-anak bermain, sementara ibu-ibu rumah tangga asyik bercengkerama ringan di salah satu kios kecil.

Namun jika tak memperhatikan gapura bercat merah di jalan masuk, maka tak ada yang menyangka bahwa tempat ini dihuni kurang lebih 400 pasien dan mantan pasien kusta.  Keseluruhan, ada lebih 2.400 jiwa dengan 700 Kepala Keluarga yang menghuni kampung seluas 7 hektare ini.

Penduduknya beragam. Mereka datang dari berbagai latar belakang. Ada yang berasal dari Makassar, Bone, Jeneponto, Tana Toraja, Pulau Jawa, dan warga Tionghoa. Semuanya datang dengan satu tujuan yakni mencari tempat tinggal yang aman dan nyaman.

2. Sudah ada sejak zaman kolonial Belanda

IDN Times/Asrhawi Muin

Kampung penderita kusta ini bukan kawasan baru. Kompleks Jongaya telah ada sejak masa penjajahan kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1934. 

Sekretaris RW setempat, Alimuddin, menuturkan tanah ini merupakan hibah dari Kerajaan Gowa untuk mengkarantina atau mungkin mengucilkan penderita kusta karena kala itu penyakit kusta dianggap sebagai sesuatu yang memalukan.

"Jadi waktu itu, bagaimana memikirkan nasib para penderita kusta karena mereka kan tidak punya tempat tinggal. Keluarga juga tidak mau terima karena dianggap aib atau lebih parah lagi dianggap kutukan" kata Alimuddin.

3. Penderita kusta kerap mendapatkan diskriminasi

Salah satu penderita kusta yang tinggal di Kompleks Penderita Kusta Jongaya IDN Times/Asrhawi Muin

Alimuddin sendiri memang terlihat seperti orang normal pada umumnya. Tetapi rupanya bakteri Mycobacterium Leprae juga pernah menjangkiti tubuhnya hingga membuat jari-jari di kedua tangannya nyaris bengkok.

Penyakit itu mulai menjangkiti tubuhnya kala ia masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Saat itu, semua orang menjauhinya bahkan keluarganya sendiri. Saat usianya sudah menginjak 15 tahun, ia memutuskan berobat ke Makassar dengan ikut bersama Kontingen Antar Penderita Kusta.

"Akhirnya saya tinggalkan kampung, pergi ke sini sendirian. Saya berobat. Saya bayangkan kalau begini terus tidak diobati pasti akan tambah parah," tuturnya.

Karena semangatnya yang luar biasa, dokter pun akhirnya menyatakan Alimuddin sembuh dari kusta 10 tahun kemudian. Dia telah menikah dengan seorang perempuan bukan penderita, dan kini dikaruniai 4 orang anak. Dia pun mengaku enggan untuk kembali ke kampung halamannya. 

"Sampai sekarang saya tidak pulang lagi di kampung. Saya suka di sini karena nyaman kayak saudara semua. Pertama datang di sini memang agak malu dan suka menyendiri tapi selama kita di sini alhamdullah bisa berbaur," katanya.

4. Berusaha melawan stigma

Sejumlah anak penghuni Kompleks Penderita Kusta Jongaya terlihat bercengkerama IDN Times/ Asrhawi Muin

Selama ini, penderita penyakit kusta atau lepra memang banyak menerima stigma negatif dari masyarakat. Berbagai perlakuan diskriminatif juga kerap dialami oleh penderita penyakt ini. Tak jarang mereka dianggap buruk dan dinilai layak untuk dipisahkan dari masyarakat.  

Para penghuni Kompleks Jongaya pun berusaha menampik segala macam stigma negatif yang selama ini melekat pada penderita kusta. Mereka, warga yang menghuni kompleks, berbaur tanpa melihat apakah itu penderita kusta atau bukan. Sama sekali tak ada perasaan risih atau kekhawatiran di antara mereka bakal tertular penyakit yang juga dikenal sebagai penyakit Hansen ini.

Masyarakat yang bermukim di Kompleks Jongaya awalnya juga sangat tertutup dan malu. Mereka takut akan mendapatkan cemooh. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat sudah bisa berbaur dengan masyarakat di luar. 

"Sekarang alhamdulillah stigma itu sudah mulai berkurang, apalagi sekarang banyak adik-adik mahasiswa masuk di sini, memberikan penyuluhan tentang masalah ini. Sekarang orang-orang sudah tidak takut masuk ke sini," kata Alimuddin.

Dia pun berharap masyarakat luas bisa lebih menerima penderita kusta sebab mereka juga adalah bagian dari masyarakat. Menurutnya, penyakit kusta sama sekali tidak seperti yang selama ini dianggap oleh masyarakat.

"Kusta bukan penyakit keturunan, bukan penyakti kutukan atau guna-guna. Kusta disebabkan oleh bakteri. Tidak segampang itu penularannya. Kusta juga bisa sembuh, seperti saya berobat dengan teratur makanya bisa sembuh," tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Asrhawi Muin
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us