Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Buruh KIBA Bantaeng Laporkan Huadi Nickel soal Kejahatan Ketenagakerjaan

IMG_5877-scaled.jpg
Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIPE) Bantaeng berunjuk rasa terkait pemutusan hubungan kerja sepihak oleh PT. Huadi Nickel Alloy. (Dok. LBH Makassar)
Intinya sih...
  • LBH Makassar melaporkan PT Huadi Nickel Alloy ke Polres Bantaeng atas dugaan pelanggaran pembayaran upah lembur dan jam kerja ekstrem.
  • Pelanggaran ini telah dipantau oleh pengawas ketenagakerjaan, namun perusahaan tetap menolak membayar hak-hak buruh.
  • Gelombang PHK menerpa 1.200 pekerja dari tiga anak usaha PT Huadi Nickel Alloy Indonesia tanpa kepastian waktu dan dasar hukum yang jelas.

Makassar, IDN Times - Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Bantaeng resmi melaporkan dugaan tindak pidana ketenagakerjaan oleh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia ke Polres Bantaeng. Pelaporan ini merupakan buntut dari dugaan pelanggaran pembayaran upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) dan penghilangan hak atas upah lembur ribuan buruh di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA).

Laporan tersebut diterima langsung oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Bantaeng. “Kami telah melakukan pelaporan ke Polres Bantaeng terkait pembayaran upah yang tidak sesuai dengan UMP oleh pihak perusahaan. Kami diterima langsung oleh Satreskrim Polres Bantaeng, pengaduan ini adalah tindak lanjut atas upaya yang telah kami lakukan sebelumnya, yaitu pertemuan dengan manajemen perusahaan,” terang Mursalim, buruh KIBA, dalam siaran pers via Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Jumat (18/7/2025).

Dalam laporan itu, para buruh menunjuk Jos Stefan Hideky selaku Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dan Andi Adrianti Latippa selaku Head of Div. HRGA dan HSE sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan terkait hak-hak buruh di perusahaan tersebut.

1. Laporan terkait dugaan pelanggaran upah lembur dan jam kerja ekstrem

WhatsApp-Image-2025-07-17-at-19.58.56-scaled.jpg
Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIPE) Bantaeng melaporkan adanya dugaan tindak pidana ketenagakerjaan yang dilakukan oleh PT. Huadi Nickel Alloy di Polres Bantaeng di Polres Bantaeng. (Dok. LBH Makassar)

LBH Makassar yang mendampingi pelaporan menyebut praktik ketenagakerjaan di perusahaan itu melanggar hukum secara terang-terangan. Yaitu membayar upah di bawah standar upah minimum pemerintah.

“Selain itu perusahaan juga telah bertahun-tahun merampok upah lembur dari para pekerja. Kami berharap Polres Bantaeng bisa serius menangani kasus ini, karena dialami oleh ribuan buruh KIBA,” ucap Hasbi Asiddiq dari LBH Makassar.

Dua poin utama dalam laporan ini adalah terkait pembayaran upah yang tidak sesuai dengan ketentuan UMP dan tidak dibayarkannya hak upah lembur kepada para buruh. Para pekerja dilaporkan bekerja selama 12 jam per hari tanpa istirahat, mulai pukul 07.30 hingga 20.00 WITA.

Padahal, menurut Pasal 77 Undang-Undang Ketenagakerjaan, batas waktu kerja yang ditetapkan adalah tujuh jam per hari dan 40 jam per minggu untuk enam hari kerja, atau delapan jam per hari untuk lima hari kerja. Data sidik jari (fingerprint) yang dimiliki para buruh menjadi bukti adanya jam kerja yang melebihi ketentuan undang-undang.

2. Pengawas ketenagakerjaan legitimasi pelanggaran

WhatsApp-Image-2025-07-14-at-12.56.22.jpeg
Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIPE) Bantaeng berunjuk rasa terkait pemutusan hubungan kerja sepihak oleh PT. Huadi Nickel Alloy. (Dok. LBH Makassar)

Pelanggaran ini telah mendapat perhatian dari otoritas pengawasan. Dalam penetapan yang dikeluarkan oleh Andi Sukri selaku Pengawas Ketenagakerjaan dan diketahui oleh Plt Kepala UPT Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Wilayah IV Bulukumba, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan, dinyatakan bahwa perusahaan memang tidak membayarkan upah lembur yang seharusnya dibayarkan untuk empat jam kerja tambahan setiap hari.

Meskipun pelanggaran tersebut telah ditegaskan dalam laporan resmi pengawasan ketenagakerjaan, pihak PT Huadi Nickel Alloy disebut tetap menolak membayar hak-hak buruh. “Hingga saat ini perusahaan tetap bersikeras untuk tidak membayarkan hak-hak upah lembur yang belum dibayarkan oleh perusahaan kepada pelapor,” bunyi keterangan dalam laporan tersebut.

3. DPRD Bantaeng pernah mediasi, tapi janji perusahaan tak dipenuhi

WhatsApp-Image-2024-03-15-at-15.27.29-1-scaled.jpeg
Smelter nikel PT. Huadi Nickel Alloy di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Dok. LBH Makassar)

Para buruh juga sempat menempuh jalur mediasi politik melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama anggota DPRD Kabupaten Bantaeng. Namun, janji perusahaan untuk memenuhi pembayaran upah minimum pada bulan April 2025 lalu tak kunjung direalisasikan.

"Dan teman-teman juga telah melakukan Rapat Dengar Pendapat bersama anggota DPRD Kab. Bantaeng, mempertanyakan terkait dengan tidak dibayarkannya upah sesuai standar minimum. Pada saat itu perusahaan berjanji membayarkan di bulan 4, akan tetapi sampai sekarang belum dibayarkan. Sehingga kami menempuh jalur hukum di kepolisian," kata Mursalim.

Atas dasar pelanggaran tersebut, perusahaan dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa pelanggaran atas ketentuan pembayaran upah lembur dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta.

4. Gelombang PHK di KIBA Bantaeng

Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Bantaeng menggelar unjuk rasa di DPRD Bantaeng, Jumat (11/7/2025)/Istimewa
Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Bantaeng menggelar unjuk rasa di DPRD Bantaeng, Jumat (11/7/2025)/Istimewa

Ketua SBIPE KIBA Bantaeng, Junaid Judda, saat dihubungi IDN Times, Jumat (18/7/2025), juga mengungkap fakta lain terkait kondisi ketenagakerjaan di PT Huadi Nickel Alloy. Junaid menyebut, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menerpa sekitar 1.200 pekerja dari tiga anak usaha PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI). Mereka resmi dirumahkan tanpa kepastian waktu dan tanpa dasar hukum yang jelas. 

Serikat buruh menilai, skema ini hanya akal-akalan untuk melepas tanggung jawab perusahaan atas hak normatif buruh. Kebijakan penghentian operasional mencakup tiga unit produksi yaitu PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Huadi Yatai Nickel Industry, dan PT Huadi Yatai Nickel Industry Il, yang semuanya bergerak di industri hilirisasi nikel.

"Yang dirumahkan itu sekarang itu kan semua 3 anak perusahaan itu diberhentikan untuk beroperasi. Sekitar 1.200 orang dirumahkan dengan dua tahap di PT Huadi Nickel Alloy," kata Junaid.

IDN Times telah berupaya berulang kali menghubungi Head of HR PT Huadi Nickel Alloy Bantaeng, Andi Adrianti Latippe, melalui pesan WhatsApp untuk meminta tanggapan dan konfirmasi. Namun hingga kini, Adrianti tidak kunjung memberi respons.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us