Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

BPN Maros Klarifikasi Soal SHM di Hutan Mangrove

Ilustrasi Mangrove (Dok. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Intinya sih...
  • BPN Maros angkat bicara terkait SHM lahan hutan mangrove seluas 6 hektar yang diduga dijadikan tambak ikan.
  • SHM diterbitkan sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan mangrove, namun status lahan berubah setelah Perda 2012 Nomor 4 Tahun 2012.
  • Polres Maros masih mendalami dugaan pengrusakan kawasan hutan mangrove oleh pemilik SHM berinisial AM, yang rencananya mengubah lahan menjadi tambak ikan.

Makassar, IDN Times - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Maros angkat bicara terkait sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan di atas lahan hutan mangrove seluas 6 hektar. Lahan tersebut kini menjadi sorotan setelah diduga mengalami pengrusakan oleh pemiliknya untuk dijadikan tambak ikan.

Kepala Kantor BPN Maros, Murad Abdullah, menjelaskan bahwa SHM atas lahan tersebut diterbitkan pada tahun 2009. Ini sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan mangrove melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2012.

"Saat SHM terbit, lokasi tersebut belum termasuk dalam kawasan hutan mangrove. Ada dua sertifikat yang diterbitkan pada 2009," kata Murad, Sabtu (1/2/2025).

1. Perubahan status kawasan mangrove pada 2012

Hutan Mangrove (Image by mb-photoarts on Freepik)

Namun, setelah Perda 2012 Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maros Tahun 2012 - 2032 berlaku, status lahan berubah menjadi kawasan mangrove yang dilindungi. Akibatnya, proses peningkatan hak kepemilikan lahan menjadi terhambat dan kasus ini kini berada dalam ranah aparat penegak hukum (APH).

"Maka proses hak pakai di mana pemohon bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik itu tidak kami proses lebih lanjut. Alsannya karena sekarang sudah masuk ke ranah APH dan disinyalir adanya pengrusakan mangrove," kata Murad. 

2. BPN Maros tunggu hasil penyelidikan polisi

Ilustrasi mangrove. Palawan (unsplash.com/pixmike)

Murad menegaskan pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan Polres Maros terkait terbitnya SHM tersebut. Menurut Murad, ada dua aspek berbeda dalam kasus ini, yakni penerbitan sertifikat dan dugaan pengrusakan hutan mangrove. 

Meski keduanya berkaitan dengan lahan yang sama, dia menilai permasalahan tersebut tidak saling bersinggungan secara langsung. Dia juga menyebutkan keputusan mengenai status lahan tersebut akan bergantung pada hasil penyelidikan aparat kepolisian.

"Dalam hal pengrusakan mangrove dan penerbitan sertifikat yang diterbitkan Kantor Pertanahan Maros, ini adalah dua hal sejajar tetapi tidak bersinggungan satu terkait penerbitan, satu lagi terkait pengrusakan. Jadi, kami masih menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros,” jelasnya.

3. Polisi masih selidiki dugaan pengrusakan

Ilustrasi mangrove. dok. pribadi/Swastiti

Sementara itu, Polres Maros masih mendalami dugaan pengrusakan kawasan hutan mangrove oleh pemilik SHM berinisial AM. Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu, mengungkapkan penyelidikan dimulai setelah adanya laporan dari warga mengenai aktivitas ilegal di lokasi tersebut.

"Berdasarkan perhitungan kerusakan lingkungan ditemukan kurang lebih 6 hektar yang telah dilakukan pengurus akan sehingga menjadi lahan terbuka," katanya. 

Menurutnya, AM berencana mengubah lahan tersebut menjadi tambak ikan. Namun, polisi masih mendalami bagaimana SHM atas lahan mangrove itu bisa diterbitkan.

"Sementara ini kami masih mendalami bagaimana peristiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove. Diketahui bahwa tanaman mangrove ini sudah ada sejak lama, sebelum SHM ini ada," jelas Aditya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Ashrawi Muin
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us