Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Kebiasaan Kecil yang Bikin Hubungan Keluarga Menjadi Jauh

ilustrasi keluarga (pexels.com/Kampus Production)

Hubungan keluarga yang hangat tidak terbentuk begitu saja, melainkan dibangun dari komunikasi yang sehat, perhatian kecil, serta kebiasaan sehari-hari yang mendekatkan satu sama lain. Namun sayangnya, tanpa disadari, beberapa kebiasaan kecil bisa mengikis kedekatan tersebut. Yang awalnya hanya hal sepele bisa berkembang menjadi jarak emosional yang sulit dijembatani, apalagi jika dibiarkan dalam waktu lama.

Jauh dan dinginnya hubungan keluarga tidak selalu disebabkan oleh konflik besar. Terkadang, sikap-sikap yang dianggap biasa justru menjadi pemicu renggangnya keintiman. Jika tidak disadari sejak awal, hubungan yang dulunya akrab bisa berubah menjadi sekadar formalitas. 

Berikut lima kebiasaan kecil yang tanpa sadar bisa membuat hubungan keluarga menjadi jauh dan dingin.

1. Terlalu sibuk dengan urusan pribadi

ilustrasi keluarga (pexels.com/Kaboompics.com)

Kesibukan memang tak terhindarkan, tapi ketika terlalu fokus pada urusan pribadi hingga melupakan interaksi dengan keluarga, hubungan pun perlahan merenggang. Ketika momen makan bersama dilewatkan, obrolan santai diabaikan, atau pesan singkat tak pernah dibalas, orang rumah bisa merasa diabaikan.

Padahal, momen-momen kecil seperti menanyakan kabar, berbincang sebentar saat sarapan, atau sekadar menyapa sepulang kerja bisa memberikan rasa diperhatikan. Jika ini terus dilupakan, wajar jika muncul perasaan asing meski tinggal di atap yang sama.

2. Enggan mengungkapkan perasaan atau apresiasi

ilustrasi keluarga (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Tidak semua orang terbiasa menunjukkan kasih sayang atau apresiasi secara verbal, tapi membiarkannya jadi kebiasaan bisa membuat hubungan terasa hambar. Ketika jarang ada kata “terima kasih”, “maaf”, atau “aku sayang kamu”, anggota keluarga bisa merasa tidak dihargai.

Pengabaian emosi ini menciptakan ruang kosong dalam interaksi. Lama-lama, komunikasi jadi sekadar teknis, tanpa kehangatan emosional. Apresiasi kecil sejatinya bisa mempererat ikatan, tapi jika terus diabaikan, hubungan pun bisa menjadi dingin dan formal semata.

3. Sering mengkritik tanpa diimbangi empati

ilustrasi keluarga (pexels.com/Ron Lach)

Memberi masukan itu baik, tapi jika dilakukan terus-menerus tanpa mempertimbangkan perasaan lawan bicara, itu bisa terasa seperti serangan. Apalagi jika kritik disampaikan dalam nada sinis atau tanpa solusi. Anggota keluarga pun jadi enggan berbicara jujur karena takut disalahkan.

Jika ini terjadi terus-menerus, orang dalam keluarga bisa menutup diri. Mereka lebih memilih mencari kenyamanan di luar rumah, karena merasa rumah bukan lagi tempat yang aman untuk menjadi diri sendiri.

4. Tidak hadir dalam momen penting

ilustrasi keluarga (pexels.com/cottonbro studio)

Ketidakhadiran, terutama di momen-momen penting seperti ulang tahun, kelulusan, atau hari pertama kerja, bisa meninggalkan kesan bahwa keberadaan seseorang tak berarti. Meski kadang alasan ketidakhadiran valid, jika terlalu sering terjadi tanpa usaha untuk menunjukkan perhatian, hal itu menciptakan luka kecil.

Momen penting bukan soal kemewahan, tapi soal kehadiran dan dukungan. Jika anggota keluarga merasa sendirian di saat mereka butuh dukungan, hubungan emosional pun akan melemah seiring waktu.

5. Menyimpan dendam dan enggan berdamai

ilustrasi keluarga (pexels.com/Elina Fairytale)

Pertengkaran dalam keluarga itu wajar, tapi ketika seseorang memilih untuk menyimpan dendam atau mendiamkan anggota keluarga lain dalam waktu lama, hubungan pun akan rusak pelan-pelan. Diam bukanlah solusi, apalagi jika tidak ada upaya untuk saling memahami atau memaafkan.

Kebiasaan menghindari penyelesaian konflik bisa menciptakan tembok yang semakin tinggi antar anggota keluarga. Rasa sungkan, salah paham, bahkan ketidakpedulian pun mulai tumbuh. Akhirnya, rumah tidak lagi terasa nyaman, melainkan seperti tempat persinggahan yang dipenuhi jarak.

Hubungan keluarga yang hangat terbentuk dari hal-hal kecil yang dilakukan secara konsisten: perhatian, kehadiran, dan komunikasi. Kebiasaan yang tampaknya sepele bisa berdampak besar jika dibiarkan. Menyadari dan memperbaikinya lebih awal bisa menyelamatkan hubungan sebelum jarak itu berubah menjadi keterasingan. Jangan tunggu sampai hubungan benar-benar dingin untuk mulai kembali mendekat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us