Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Hal yang Anak Pelajari Saat Melihat Orang Tuanya Berkonflik 

ilustrasi seorang anak dan orang tua yang berdebat (pexels.com/cottonbro studio)

Tanpa disadari, anak-anak sering menjadi saksi bisu saat orang tua mereka bertengkar. Meskipun terlihat sibuk bermain atau diam di kamar, mereka tetap bisa menangkap suasana emosional yang muncul saat konflik terjadi di rumah. Bahkan, pertengkaran yang dianggap biasa oleh orang tua ternyata bisa memberi dampak jangka panjang pada cara anak memandang hubungan, komunikasi, dan emosi.

Konflik dalam rumah tangga memang tidak bisa dihindari, tapi penting juga bagi orang tua untuk menyadari bahwa setiap kata dan sikap mereka diamati oleh anak. Berikut ini enam hal penting yang anak pelajari dari pertengkaran orang tuanya. Simak yuk!

1. Bagaimana cara menyelesaikan masalah

ilustrasi anak mendengar orang tua berdebat (pexels.com/cottonbro studio)

Anak-anak adalah pengamat yang sangat jeli. Ketika mereka melihat orang tuanya bertengkar, mereka tidak hanya mendengar kata-kata, tapi juga menyerap cara penyelesaiannya. Kalau konflik diakhiri dengan dialog terbuka dan kompromi, anak akan belajar bahwa perbedaan pendapat bisa diselesaikan tanpa harus menyakiti satu sama lain.

Sebaliknya, jika pertengkaran sering berakhir dengan emosi meledak, saling menyalahkan, atau justru didiamkan berhari-hari, anak bisa tumbuh dengan persepsi bahwa konflik adalah sesuatu yang menakutkan atau sebaiknya dihindari. Ini bisa membentuk pola komunikasi yang pasif-agresif atau justru meledak-ledak saat dewasa nanti.

2. Nada suara dan bahasa tubuh itu penting

ilustrasi anak melihat orang tua berdebat (pexels.com/cottonbro studio)

Anak tidak hanya mendengar isi pertengkaran, tapi juga mencatat nada suara, ekspresi wajah, dan gerak tubuh orang tuanya. Mereka mulai mengasosiasikan nada tinggi dengan kemarahan, mata melotot dengan ancaman, atau diam yang berkepanjangan dengan ketegangan. Semua itu membentuk pemahaman awal mereka tentang ekspresi emosi.

Jika mereka terbiasa melihat konflik yang dibarengi dengan kekerasan verbal atau gestur agresif, anak bisa meniru cara tersebut sebagai bentuk ekspresi emosi mereka sendiri. Namun, jika mereka melihat perbedaan pendapat disampaikan dengan tegas tapi tetap tenang, anak belajar bahwa emosi bisa disalurkan tanpa menyakiti.

3. Siapa yang "berkuasa" dalam relasi

ilustrasi anak mendengar orang tua berdebat (freepik.com/freepik)

Tanpa disadari, dinamika kuasa dalam konflik orang tua juga diserap anak. Jika mereka melihat satu pihak selalu dominan, selalu menang, atau terus-menerus menyalahkan pihak lain, anak bisa menanamkan pola pikir bahwa hubungan harus ada yang menguasai dan yang dikuasai.

Hal ini berisiko membuat anak jadi pasif dalam hubungan atau justru terlalu agresif saat dewasa nanti. Sebaliknya, ketika orang tua menunjukkan saling menghargai pendapat dan mengambil keputusan bersama, anak belajar bahwa relasi yang sehat dibangun di atas kesetaraan dan kerja sama.

4. Apakah aman atau tidak untuk mengungkapkan perasaan

ilustrasi anak melihat orang tua berdebat (freepik.com/freepik)

Cara orang tua mengungkapkan perasaan saat konflik jadi contoh langsung bagi anak. Jika emosi seperti marah atau sedih diungkapkan dengan jujur dan tetap menghargai lawan bicara, anak akan merasa bahwa mengekspresikan perasaan itu aman dan sehat.

Namun jika yang terlihat justru ledakan emosi, bentakan, atau saling menyudutkan, anak mungkin jadi takut menunjukkan emosinya sendiri. Akhirnya, mereka cenderung memendam perasaan atau merasa bersalah hanya karena merasa sedih atau kecewa.

5. Peran gender dalam konflik

ilustrasi anak mendengar orang tua berdebat (freepik.com/artursafronovvvv)

Tanpa disadari, konflik juga bisa menanamkan stereotip gender di benak anak. Misalnya, jika ayah selalu yang mengatur dan ibu selalu mengalah, anak bisa menyimpulkan bahwa laki-laki memang harus dominan dalam hubungan. Sebaliknya, jika ibu sering bersikap manipulatif dalam konflik, anak bisa belajar bahwa itu cara normal untuk mendapat apa yang diinginkan.

Penting bagi orang tua untuk menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan bisa sama-sama mendengar, memahami, dan menyelesaikan masalah. Ini akan membentuk cara anak memandang hubungan yang setara dan sehat di masa depan, tanpa terjebak pada peran tradisional yang tidak adil.

6. Apakah hubungan bisa pulih setelah bertengkar

ilustrasi orang tua dan anak (freepik.com/tirachardz)

Salah satu pelajaran paling penting adalah bahwa hubungan tidak berakhir hanya karena ada konflik. Ketika anak melihat orang tuanya bisa saling minta maaf, memeluk, atau bercanda lagi setelah bertengkar, mereka belajar bahwa pertengkaran adalah bagian dari hubungan yang wajar dan bisa diperbaiki.

Namun, jika konflik selalu dibiarkan tanpa penyelesaian atau berujung pada hubungan yang semakin dingin, anak bisa tumbuh dengan pandangan pesimis soal relasi. Mereka mungkin takut menjalin hubungan, atau merasa bahwa pertengkaran akan selalu membawa luka permanen.

Setiap orang tua pasti pernah berselisih paham, namun cara menyikapinya bisa menjadi kunci pembelajaran penting bagi anak. Jadi, tunjukkan bahwa konflik bisa diselesaikan dengan cara yang baik agar anak belajar membangun hubungan sehat sejak dini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us