Pelajar di Makassar Berharap UN Dihapus 2021 Bukan Cuma Isapan Jempol

Ujian Nasional dianggap memicu kondisi stres

Makassar, IDN Times - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Makarim belum lama ini mengumumkan bahwa penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2021 akan berbeda dengan yang dikenal selama ini.

Pada tahun 2021 nanti, UN akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Pelaksanaannya akan terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa, kemampuan bernalar menggunakan matematika atau numerasi, dan penguatan pendidikan karakter.

Nadiem menilai bahwa selama ini UN hanya menjadi beban dan sumber stres, baik bagi siswa, guru, maupun orangtua. Belum lagi UN justru seolah menjadi satu-satunya indikator keberhasilan seorang siswa.

Selama ini, UN memang kerap dianggap sebagai momok menakutkan bagi sebagian siswa tahun terakhir jenjang pendidikan SMP dan SMA. Sistem ini juga dinilai terlalu kaku dan ironisnya, kerap menimbulkan praktik kecurangan pada pelaksanaannya.

Tetapi terlepas dari itu, kebijakan yang diumumkan Nadiem mengundang beragam reaksi baik dari pelajar maupun masyarakat umum, tak terkecuali di Kota Makassar. Sebagian dari masyarakat menyatakan setuju dengan rencana untuk meniadakan UN format lama ini lantaran dinilai hanya membuat stres.

1. UN dianggap hampir serupa dengan Ujian Akhir Sekolah

Pelajar di Makassar Berharap UN Dihapus 2021 Bukan Cuma Isapan JempolIDN Times/Asrhawi Muin

Muhammad Adhi Pathi Ahmad Firdaus, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) mengatakan bahwa UN sebenarnya tidak perlu lagi dilakukan, karena formatnya hampir sama dengan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang juga dilaksanakan dalam waktu yang berdekatan dengan Ujian Nasional.

"Saya setuju jika UN ditiadakan karena UN itu sama sih dengan ujian sekolah. Jadi, tidak mungkin lagi kita mengulangi mata pelajaran seperti matematika, bahasa Inggris, kan kita sudah lalui di ujian sekolah," ujar Adhi kepada IDN Times saat ditemui di kampus UMI, Makassar, Kamis (19/12).

Adhi yang merupakan alumni SMAN 1 Wakatobi, Sulawesi Tengggara tahun 2015, menuturkan bahwa saat itu nilai UN menjadi patokan untuk memasuki perguruan tinggi favorit, termasuk sekolah kedinasan. Padahal menurutnya, untuk memasuki sebuah perguruan tinggi tidak selamanya diukur dari nilai saja.

Saat menghadapi UN kala itu, Adhi mengaku tak ada kiat-kiat khusus, bahkan ia tak mengikuti kegiatan bimbingan belajar seperti kebanyakan teman-temannya. Hanya saja, ia membeli contoh soal ujian seharga Rp300 ribu per mata pelajaran.

"Satu mata pelajaran itu Rp300 ribu. Kalau 4 mata pelajaran berarti Rp1,2 juta. Itu dulu pengorbanan demi mau lulus. Karena patokannya dulu kan UN bukan UAS," katanya.

Karenanya dia berharap agar hal seperti ini tidak terjadi lagi dengan generasi-generasi selanjutnya. Dia berharap pemerintah juga harus melahirkan kebijakan yang lebih mengedepankan adab daripada ilmu semata.

2. Jika UN dihapus, siswa akan lebih fokus belajar

Pelajar di Makassar Berharap UN Dihapus 2021 Bukan Cuma Isapan JempolIDN Times/Asrhawi Muin

Senada dengan Adhi dari Wakatobi, Aini siswa kelas X IBB SMAN 5 Makassar juga menyatakan setuju dengan kebijakan penghapusan Ujian Nasional. Menurutnya, UN memang sebaiknya dihapuskan saja agar siswa lebih rajin belajar dan fokus memperbaiki nilai harian, daripada menjadi stres karena mengejar perolehan nilai UN yang hanya sekali saja.

"Karena kita pasti pikir tidak ada UN yang jadi bahan bekal untuk masuk di universitas. Kalau ada, pasti kita jadi lebih malas karena kita akan belajar saat UN saja karena itu dijadikan pengali untuk nilai-nilai," kata Aini.

Dia sendiri sebenarnya tak terlalu banyak persiapan saat hendak mengikuti UN tahun lalu. Aini mengatakan kalau dirinya hanya lebih banyak belajar agar bisa lulus UN.

Dia pun berharap agar rencana ini tidak hanya isapan jempol belaka. Pasalnya, rencana penghapusan UN bukan lagi barang baru. Menurut dia, kebijakan ini sudah sejak lama digaungkan di era pemerintahan sebelum-sebelumnya, namun hingga kini belum menemui titik terang.

"Semoga bukan sekadar wacana karena kita kan semua sudah terlanjur percaya. Tapi kita semua pasti berharap supaya (kebijakan penghapusan UN) ini jadi," katanya.

Baca Juga: Ujian Nasional Dihapus, Nurdin Abdullah: Tunggu Kajiannya Dulu

3. UN dianggap jadi beban psikologis bagi pelajar

Pelajar di Makassar Berharap UN Dihapus 2021 Bukan Cuma Isapan JempolIDN Times/Asrhawi Muin

Sementara bagi Irwansya Putra, seorang mahasiswa program studi Ilmu Sejarah Universitas Negeri Makassar angkatan 2014, juga menyatakan setuju kalau Ujian Nasional dihapus. Menurutnya, selama ini sistem UN sangat memberatkan para pelajar karena menjadi syarat penentu kelulusan.

"Masa UN penentu kelulusan murid. Itu kan proses 3 tahun. Kalau saya, itu tekanan psikologis. Tidak bisa dipungkiri. Saya kira biarkan anak-anak belajar. Jangan tentukan hasilnya melalui secarik kertas," kata Irwan.

Alumni SMAN 1 Marioriawa Kabupaten Soppeng ini mengaku harus menambah durasi belajarnya di luar waktu sekolah saat hendak mengikuti UN tahun 2013 lalu. Sama seperti murid tahun terakhir, Irwan juga giat mengikuti kegiatan bimbingan belajar di luar jam sekolah. Semua ini dilakukannya agar bisa lulus UN dengan nilai yang baik. 

"Bukan cuma itu, pokoknya semua cara dilakukan, mau negatif atau positif. Tidak bisa dipungkiri itu. Ikut bimbel, belajar sampai subuh. Itu kan tidak masuk akal," katanya.

Ke depan, dia mengharapkan agar UN sebagai penentu kelulusan sebaiknya dihapuskan saja atau diganti dengan sistem lain yang dianggap lebih tepat dengan proses pembelajaran siswa selama tiga tahun. 

"Mending dihapuskan saja. Ganti dengan hal-hal yang dipelajari siswa selama tiga tahun. Bukan sekadar hasil ujian. Masih banyak aspek yang harus diperhatikan, misalnya karakter. Jadi, bukan hanya berpatokan nilai semata," katanya.

Baca Juga: Menteri Nadiem Sebut UN Hilang di 2021, Apa Penggantinya? 

Topik:

  • Irwan Idris
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya