TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pansus: Tanda Tangan Wagub Penyebab Realisasi Anggaran Sulsel Rendah  

Materi penyelidikan Pansus mulai temui titik terang

IDN Times/Aan Pranata

Makassar, IDN Times - Panitia Khusus Angket DPRD Sulawesi Selatan mulai menemui titik terang soal rendahnya realisasi anggaran belanja daerah pada APBD Sulsel tahun 2019. Salah satu penyebabnya adalah surat keputusan pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa ditandatangani oleh Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman, bukan Gubernur Nurdin Abdullah.

Rendahnya realisasi APBD diketahui sebagai salah satu dari lima poin materi angket DPRD terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel. Pansus menduga terjadi dualisme kepemimpinan di Pemerintah Provinsi yang bermuara pada pelanggaran terhadap sejumlah aturan.

Wakil Ketua Pansus Selle KS Dalle mengatakan, SK pembentukan Pokja diperoleh dari pihak terperiksa, yakni Jumras, mantan Kepala Biro Pembangunan Sulsel. Dia dimintai keterangan pada sidang pemeriksaan di Kantor DPRD Sulsel, Selasa (9/7) siang. Pansus beranggapan SK oleh Wagub sebagai hal ilegal.

"Ada satu poin yang membuat kita lega. Poin terakhir soal rendahnya serapan anggaran, kita temukan jawabannya di sidang kedua ini. Bahwa ada SK Pokja yang ditandatangani oleh Wagub, ini pelanggaran yang berkonsekuensi pidana," kata Selle kepada wartawan di sela sidang pemeriksaan Pansus, Selasa malam (9/7).

Baca Juga: Dicopot Nurdin, Jumras Ungkap Tekanan Pengusaha yang Minta Proyek

1. SK Wagub tidak bisa jadi dasar pengadaan barang dan jasa

IDN Times/Aan Pranata

Dalam salinan dokumen yang diperlihatkan Pansus, Pembentukan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa di lingkup Pemprov Sulsel ditetapkan lewat SK bernomor 024.3-215 tertanggal 1 Februari 2019. SK itu memuat daftar 30 nama yang masuk Pokja dan ditandatangani Wagub Sudirman.

Selle mengatakan, SK ini memicu rendahnya realisasi pengadaan barang dan jasa. Kontraktor banyak yang enggan ikut dalam lelang pengadaan karena SK bertanda tangan Wagub tidak bisa dijadikan dasar hukum. Dalam hal ini hanya Gubernur yang berwenang.

"Kalau legalitasnya tidak sah, semua proses jadi tidak sah. Itu tidak pidananya kalau ini diproses. Semua pengadaan barang dan jasa kemarin jadi catatan hukum kalau berdasarkan ini SK," ujar Selle.

2. KPK disebut sudah merekomendasikan pencabutan SK Wagub

IDN Times/Aan Pranata

Ketua Pansus Kadir Halid menjelaskan, keberadaan SK Wagub soal pembentukan Pokja, sebelumnya juga diungkapkan oleh Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani. Hayat, kata Kadir, menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merekomendasikan pencabutan SK tersebut karena ilegal.

Kadir menekankan bahwa kewenangan membentuk Pokja memang berada di tangan gubernur, sebagai penanggung jawab anggaran. Adapun pengadaan barang dan jasa, menurut ketentuan, harus melalui Pokja.

"Nanti ketika datang Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah), kita dalami kenapa bisa ditandatangani oleh Wagub," kata Kadir.

Baca Juga: Lantik Eselon III dan IV, Wagub Sulsel Diduga Langgar Aturan

3. SK Wagub soal mutasi 193 pejabat juga berujung kontroversial

IDN Times/Istimewa

Sebelumnya diberitakan, SK yang ditanda tangani Wagub Sudirman tentang mutasi dan pelantikan 193 pejabat Pemprov juga sempat kontroversial. Hal ini juga masuk dalam poin materi penyelidikan Pansus Angket. 

SK Wagub tentang pelantikan berbuntut panjang. Dia diperiksa oleh Komisi Aparatur Sipil Negara, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Belakangan, terbit rekomendasi agar SK tersebut dibatalkan karena hanya Gubernur yang bisa menerbitkan SK pelantikan ASN.

Baca Juga: Soal Angket, Gubernur Sulsel: Dewan Butuh Komunikasi Saja

Berita Terkini Lainnya