Unhas Tolak Revisi Undang-Undang KPK karena Dianggap Upaya Pelemahan  

Keberadaan Dewan Pengawas KPK turut dipersoalkan

Makassar, IDN Times - Pusat Kajian Anti Korupsi (PaNKAS) Universitas Hasanuddin menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi UU KPK dengan Nomor 30 Tahun 2002 saat ini masih terus bergulir di DPR RI.

Ketua PaNKAS Unhas DR Muhammad Asrul, dalam pernyataan sikapnya yang diterima IDN Times di Makassar, Senin (9/9), menilai bahwa revisi UU adalah upaya terencana dan sistematis untuk melemahkan KPK. Di mana selama ini KPK sebagai lembaga harapan publik dalam rangka memburu perilaku korupsi yang telah menggurita di tengah-tengah masyarakat.

"Kamisi menolak Revisi UU KPK, karena dapat melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Asrul dalam pernyataan sikap.

1. Dewan Pengawas bisa mengebiri kewenangan Pimpinan KPK

Unhas Tolak Revisi Undang-Undang KPK karena Dianggap Upaya Pelemahan  IDN Times/Angelia

Salah satu alasan penolakan PaNKAS Unhas terhadap Revisi UU KPK adalah mengenai keberadaan Dewan Pengawas. Hal ini diatur pada Pasal 37A dan Pasal 37B dalam draf revisi UU. 

Asrul menyatakan keberadaan Dewan Pengawas dengan kewenangan sangat besar, menyebabkan dapat dikebirinya kewenangan Pimpinan KPK dalam pemberantasan korupsi. Unsur Dewan Pengawas yang diusulkan DPR dan Presiden untuk pertama kalinya, berwenang terutama dalam kaitannya dengan izin penyadapan yang akan dilakukan oleh Pimpinan KPK. 

"Juga syarat-syarat dewan pengawas yang tidak dirinci di dalam undang-undang ini menyebabkan masa depan pemberantasan korupsi di ujung tanduk."

Baca Juga: Unhas Masuk Daftar 10 Kampus Paling Diminati di SBMPTN 2019

2. Revisi undang-undang memungkinkan terjadinya negosiasi dalam perkara korupsi

Unhas Tolak Revisi Undang-Undang KPK karena Dianggap Upaya Pelemahan  IDN Times/Prayugo Utomo

Berdasarkan draf revisi undang-undang, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi, yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai maksimal satu tahun. Hal ini, menurut PaNKAS Unhas, juga merupakan bentuk pelemahan terhadap KPK.

Asrul menyatakan, salah satu yang menjadi pembeda KPK dengan lembaga penegak hukum lain selama ini adalah, KPK tidak mengenal penghentian penuntutan. Kewenangan penghentian penuntutan bisa menyebabkan terjadinya negosiasi, sekaligus menunjukkan kelemahan KPK dalam membuktikan suatu tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa selama ini KPK telah berhasil membuktikan hampir seluruh perkara yang dilimpahkan ke pengadilan dan berhasil dijatuhi hukuman oleh majelis hakim.

3. Tertutup ruang bagi KPK untuk memiliki penyelidik dan penyidik sendiri

Unhas Tolak Revisi Undang-Undang KPK karena Dianggap Upaya Pelemahan  Dok.Biro Humas KPK

Pada bagian lain surat pernyataan, PaNKAS Unhas menyebut bahwa revisi undang-undang berarti menutup ruang bagi KPK untuk memiliki penyelidik dan penyidik sendiri. Hal ini tertuang dalam Pasal 43 (1), Pasal 43 A (2), Pasal 45 (1), serta Pasal 45A (1 dan 2), di mana penyelidik KPK merupakan penyelidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Sedangkan penyidik KPK merupakan penyidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang," Asrul menerangkan.

"Di samping itu, terhadap perubahan-perubahan lain yang sedikit-banyak mengganggu independensi KPK."

Baca Juga: Sidang MK, Unhas Siapkan Ruang Pemeriksaan Saksi Jarak Jauh

Baca Juga: Rektor: Macam-macam dengan Pemprov Sulsel, Berhadapan dengan Unhas

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya