WALHI Sulsel: Pesisir Utara Makassar Sudah 20 Tahun Krisis Air Bersih

Makassar, IDN Times - Setiap musim kemarau, masyarakat di wilayah utara Kota Makassar, Sulawesi Selatan mengalami kekeringan ekstrem. Rupanya, kondisi ini telah dirasakan warga setempat selama bertahun-tahun.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel menyebut selama 20 tahun lamanya warga yang tinggal di Kecamatan Tallo khususnya di Kelurahan Tallo, Kaluku Bodoa dan Buloa telah merasakan kelangkaan air bersih. Permasalahan ini diperparah dengan adanya pengaruh perubahan iklim yang semakin hari semakin dirasakan semua orang.
Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulsel, Slamet Riadi, menyebut ini sebagai ironi. Bagaimana tidak, di saat Makassar yang disebut sebagai Kota Dunia justru ada warganya yang merasakan krisis air bersih selama bertahun-tahun.
"Apa yang dialami oleh ribuan warga yang tinggal di pesisir Tallo merupakan sebuah kenyataan pahit di tengah gembar-gembor pemerintah yang menyerukan Kota Makassar sebagai Kota Dunia dan Paling Bahagia. Sungguh sebuah ironi," kata Slamet saat pemaparan di Aula Kantor Camat Tallo, Kamis (3/10/2024).
1. Keluhan warga soal krisis air bersih

WALHI lantas meneliti persoalan krisis air ini selama 4 bulan. Penelitian ini berlangsung di tiga kelurahan tersebut tepatnya di Kampung Galangan Kapal (Kelurahan Kaluku Bodoa), Kampung Buloa (Kelurahan Buloa) dan Kampung Makam Raja-raja Tallo (Kelurahan Tallo).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mixed Method Research dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif secraa bersamaan. Adapun data yang digunakan bersumber dari hasil observasi lapangan, wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, penyebaran kuesioner (offline/online) dan anlisa spasial.
Dari 78 responden yang mengisi kuesioner secara online mengutarakan bahwa permasalahan air bersih yang mereka alami yakni PDAM yang tidak mengalir (27 persen), air bersih yang sulit (23 persen), sumber air jauh (11 persen), air harus dibeli (22 persen), dan kualitas air yang kurang baik (17 persen)
Sementara dari 86 responden yang mengisi kuesioner secara offline menggambarkan bahwa di Kelurahan Tallo, warga mengeluhkan air PDAM yang tidak mengalir. Kemudian di Kelurahan Buloa, warga mengeluhkan pemerintah yang tidak pernah mendengar keluhan air bersih warga dan di Kelurahan Kaluku Bodoa, warga mengeluhkan air berbau asin dan berwarna.
2. Rentetan permasalahan krisis air yang dipengaruhi lonjakan industrialisasi

WALHI juga menemukan berbagai permasalahan krisis air bersih yang dialami oleh warga di tiga kelurahan tersebut. Masalah ini dipengaruhi akibat lonjakan industrialisasi, minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kritis.
Beberapa rentetan permasalahan itu yakni pertumbuhan kota yang semakin masif membuat laju industrialisasi juga semakin ekspansif, bahkan tidak banyak wilayah industri dan perumahan elit berada di tanah yang dulunya merupakan kawasan resapan air atau Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Permasalahan ini juga dipengaruhi oleh DAS yang tutupan hutannya di bawah angka 30 persen yang membuat Kota Makassar akan mengalami kebanjiran ketika musim penghujan dan kekeringan saat musim kemarau. Krisis air bersih ini juga memberi dampak ekonomi, sosial hingga permasalahan kesehatan terhadap warga yang ada di Kecamatan Tallo khususnya kelompok perempuan.
Krisis air yang dialami oleh ribuan warga di Kecamatan Tallo bukan disebabkan oleh permasalahan teknis perpipaan melainkan lebih kepada persoalan akses dan distribusi yang timpang.
"Artinya, permasalahannya lebih mengarah ke masalah struktural ketimbang teknologi," kata Slamet.
3. Rekomendasi WALHI untuk pemerintah

WALHI pun mendorong pemerintah memperhatikan permasalahan krisis air ini. WALHI menyebut Pemkot Makassar harus menyediakan lahan atau lokasi RTH dalam rangka menambah wilayah resapan air sebah kondisinya saat ini semakin menyempit akibat meningkatnya pembangunan dan industrialisasi.
WALHI juga mendorong pemerintah Kota Makassar, Gowa, Maros dan Takalar untuk merawat dan menjaga DAS Jeneberang, DAS Tallo dan DAS Maros. Kemudian, pemerintah harus menerapkan pajak progresif penggunaan air tanah dan air permukaan bagi industri skala besar.
Selanjutnya, mendorong pemerintah memperbaiki pelayanan, tata kelola dan distribusi air bersih. Terakhir, pemerintah harus membuat dokumen perencanaan adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi krisis air dan perubahan iklim.