Sekda Sulsel: Redistribusi Nakes Disesuaikan dengan Kebutuhan Layanan

- Nakes disebar sesuai kebutuhan rumah sakit
- Redistribusi nakes untuk atasi ketimpangan di rumah sakit
- Tenaga kesehatan bisa ajukan keberatan atas redistribusi
Makassar, IDN Times - Kebijakan redistribusi 800 tenaga kesehatan (nakes) lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menuai perhatian. Pasalnya, hal ini menyangkut aspek pelayanan kesehatan masyarakat.
Sekretaris Daerah Sulsel, Jufri Rahman, menekankan bahwa kebijakan ini tidak berkaitan dengan mutasi keluar provinsi. Dia menyebut pergeseran tenaga kesehatan tersebut merupakan rotasi internal yang diarahkan untuk menutup kebutuhan layanan di rumah sakit maupun unit kerja.
"Tetap di provinsi. Rotasi itu namanya. Contohnya dari Labuang Baji (Makassar) dipindahkan ke Lamappapening (Bone) karena di sana butuh umpamanya tenaga ahli paru, di sini ada dokternya, ya kita kasih ke situ," kata Jufri, Jumat (29/8/2025).
1. Nakes disebar sesuai kebutuhan rumah sakit

Jufri menjelaskan pelaksanaan redistribusi ditangani tim khusus yang melibatkan Dinas Kesehatan dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Proses pemetaan dijalankan dengan mempertimbangkan beban kerja dan spesifikasi tugas pokok.
"Disebar di rumah sakit atau disesuaikan dengan kebutuhan beban kerja dan itu ditangani oleh tim khusus. Jadi itu yang lakukan di sana itu," katanya.
2. Redistribusi nakes untuk atasi ketimpangan di rumah sakit

Jufri mengakui salah satu alasan redistribusi adalah adanya ketimpangan jumlah tenaga medis antar rumah sakit. Beberapa rumah sakit di Makassar disebut kelebihan tenaga, sementara ada rumah sakit daerah yang masih kekurangan.
"Menurut tim, ini ada rumah sakit yang over karena rumah sakit itu membiayai sendiri. Semakin banyak orang ditempatkan di situ, maka penghasilan itu dibagi banyak orang. Itu kan Itu akan diratakan," katanya.
3. Tenaga kesehatan bisa ajukan keberatan atas redistribusi

Meski begitu, Jufri tidak menutup mata terhadap munculnya protes dari sebagian tenaga kesehatan. Dia menilai keberatan tersebut wajar karena pemetaan yang dilakukan tim belum tentu mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
"Tidak ada jaminan bahwa mereka yang melakukan pemetaan itu tahu betul kondisi real di OPD atau rumah sakit yang bersangkutan. Memutasi itu harus dilakukan dengan hati-hati selektif dan terpola. Tidak boleh dilakukan secara apa adanya," katanya.
Terkait adanya keluhan, dia menyebut tenaga kesehatan memiliki ruang untuk menyampaikan keberatan. Jika mutasi dianggap tidak sesuai aturan, maka jalurnya bisa ditempuh melalui Ombudsman maupun gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kalau itu dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan, bisa dimaknai sebagai maladministrasi. Itu masuk domainnya Ombudsman Republik Indonesia. Kalau itu tidak lakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bisa diuji lewat Tata Usaha Negara," jelasnya.