Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ojol Bersatu Tolak Ranperpres: Komisi Dipotong, Status Karyawan Ditolak

Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)
Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)

Makassar, IDN Times – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kembali membahas regulasi transportasi daring melalui Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sistem Bagi Hasil pada Layanan Transportasi Online” yang digelar di Jakarta, Senin (24/11/2025). Namun di saat yang sama, gelombang penolakan terhadap rancangan perpres justru semakin meluas di berbagai kota.

Mayoritas pengemudi menolak dua poin utama yang disebut-sebut tengah dibahas dalam regulasi tersebut, yakni rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai jarak antara pembahasan pemerintah dan aspirasi pengemudi aktif di lapangan.

1. Aksi penolakan menguat di berbagai wilayah

Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)
Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)

Pada hari yang sama dengan FGD di Jakarta, ratusan pengemudi ojek online (ojol) di Makassar menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo. Aksi tersebut diikuti pengemudi dari berbagai platform, yang tergabung dalam Forum Suara Ojek Online Semesta (FOR.SOS).

Massa memblokade jalan utama sambil membawa spanduk bertuliskan “Kami Menolak Keras 10% dan Karyawan Tetap”. Beberapa pengemudi bahkan membakar ban sebagai simbol penolakan.

Dari mobil komando seorang orator melontarkan pertanyaan, “Apakah teman-teman setuju kalau kita dijadikan karyawan?” dan dijawab lantang oleh massa: “Tidak mau!”

Ketua URC Makassar Gowa Maros (MGM), Buya, menegaskan bahwa potongan 10 persen “akan menggerus penghasilan mitra” dan status karyawan dianggap tidak sesuai dengan realitas kerja para driver.

2. Empat tuntutan besar drive ojol

Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)
Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)

Penolakan serupa terjadi di Jakarta. Banyak pengemudi menyuarakan keberatan terhadap rencana status pekerja tetap. Irwansyah, pengemudi ojol selama 10 tahun, menilai fleksibilitas adalah identitas profesi mereka.

“Saya tidak setuju dijadikan karyawan. Pasti akan ada syarat usia, pendidikan, jam kerja. Padahal kami bergantung pada fleksibilitas,” ujarnya.

Aksi penolakan terbesar berlangsung lebih awal pada Jumat, 7 November 2025, saat ribuan pengemudi dari komunitas URC Bergerak menggelar aksi akbar di kawasan Monas. Massa datang dari Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, dan beberapa kota di Jawa Barat.

Perwakilan URC Bergerak, Ahmad Bakrie atau Bang Oki, menegaskan bahwa mereka tak menentang pemerintah, tetapi ingin memastikan regulasi tetap adil.

“Perpres yang akan diterbitkan, kami di sini mengawal supaya berkeadilan. Adil ke semua pihak, jangan sampai timpang. Kita maunya berkelanjutan terus, karena Perpres ini akan ke daerah juga,” kata Oki.

URC Bergerak mengajukan empat tuntutan utama kepada pemerintah:

  1. Menolak potongan komisi 10 persen
  2. Menolak status mitra menjadi pekerja tetap
  3. Mendesak pelibatan pengemudi lapangan dalam perumusan regulasi
  4. Menuntut payung hukum yang adil bagi seluruh pihak

Aspirasi tersebut diterima Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, yang berjanji meninjau ulang substansi ranperpres serta melibatkan komunitas driver pada pembahasan lanjutan.

3. Pemerintah hadapi tantangan menemukan titik tengah

Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)
Gelombang aksi unjuk rasa drive ojek online yang menolak rencana penetapan status pekerja tetap dan potongan komisi 10 persen. (Dok. IDN Times)

Dinamika sepanjang November 2025 menunjukkan penolakan semakin meluas. Komunitas pengemudi di berbagai kota—Makassar, Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, hingga sejumlah daerah lain—secara terbuka menolak beberapa poin krusial yang beredar dalam wacana regulasi.

Para driver menilai narasi yang berkembang tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Fleksibilitas kemitraan dan efisiensi aplikator selama ini dianggap sebagai fondasi utama ekosistem transportasi online.

Pemerintah menyebutkan bahwa proses pembahasan ranperpres masih berlangsung sambil mencari titik selaras dengan masukan dari aplikator, komunitas pengemudi, dan DPR. Namun gejolak yang terus muncul menunjukkan adanya jarak antara regulasi yang sedang disusun dan aspirasi mitra pengemudi.

Dalam konteks ini, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk memastikan regulasi baru tidak mengorbankan fleksibilitas pengemudi, tetapi tetap menjaga keberlanjutan operasional aplikator. Ekosistem transportasi online selama ini tumbuh karena efisiensi dan adaptivitas. Pengemudi khawatir regulasi yang terlalu menekan justru akan memengaruhi struktur biaya, menghambat inovasi, dan berdampak pada pendapatan mereka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us

Latest News Sulawesi Selatan

See More

Gelar Panen Raya Padi, Gowa Target Jadi Lumbung Pangan Mandiri Sulsel

28 Nov 2025, 15:10 WIBNews