Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kekeringan di Maros Meluas Hingga 9 Kecamatan, 45.000 Warga Terdampak

Ilustrasi kekeringan (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Intinya sih...
  • Kekeringan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, meluas hingga 9 kecamatan terdampak dengan lebih kurang 45.000 jiwa penduduk dan 7.000 KK yang terkena dampak.
  • Kecamatan Bontoa merupakan wilayah terparah dengan hampir seluruh wilayahnya terdampak, diikuti oleh Kecamatan Lawu, Maros Baru, dan Marusu.
  • Pemerintah Kabupaten Maros menetapkan status darurat bencana kekeringan selama dua bulan untuk memungkinkan penyaluran anggaran tak terduga sesuai kebutuhan.

Makassar, IDN Times - Kekeringan di wilayah Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, semakin meluas. Hingga saat ini terdapat 9 kecamatan yang terdampak kekeringan. 

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maros, Towadeng, menjelaskan awalnya kecamatan berdampak ke 4 kecamatan. Kemudian meluas lagi menjadi 7 kecamatan dan kini menjadi 9 kecamatan.

"Dari 9 kecamatan tersebut diperkirakan lebih kurang 45.000 jiwa penduduk yang terdampak kekeringan dan lebih kurang 7.000 KK yang," kata Towadeng via telepon, Jumat (11/10/2024).

1. Kecamatan Bontoa jadi yang terparah

Ilustrasi bencana kekeringan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Towadeng menyebutkan 9 kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bontoa sebagai yang terparah. Hampir seluruh wilayah kecamatan terdampak dengan jumlah warga sekitar 30.000 jiwa.

Kemudian, sebagian besar Kecamatan Lawu, Kecamatan Maros Baru dan Marusu yang juga merupakan wilayah pesisir. Kecamatan lainnya yaitu Turikale, Mandai, Simbang dan Bantimurung. 

"Bertambah 5 (kecamatan) namun tidak secara keseluruhan wilayahnya terdampak kekeringan, tetapi ada beberapa titik tertentu yang mengalami kekeringan serius," kata Towadeng.

2. Maros tetapkan status darurat bencana kekeringan

Ilustrasi kekeringan. (unsplash.com/Md. Hasanuzzaman Himel)

Saat ini, Pemerintah Kabupaten Maros menetapkan status darurat bencana kekeringan. Status ini ditetapkan selama dua bulan menyusul meluasnya bencana kekeringan di Kabupaten Maros.

Dengan penetapan status ini, kata Towadeng, memungkinkan pemerintah daerah menyalurkan anggaran yang bersumber dari biaya tak terduga (BT) sesuai dengan kebutuhan. Pasalnya, selama ini penyaluran bantuan khususnya air bersih terkendala kurangnya anggaran. 

"Kita sudah mengeluarkan biaya tak terduga untuk membiayai penyaluran air kepada penduduk yang terdampak di 9 kecamatan ini sesuai dengan kebutuhan yang ada . Jika sementara berjalan itu turun hujan itu, kita langsung hentikan," kata Towadeng.

Dia mengatakan besaran maksimal BTT tidak ditentukan dalam status darurat. Berapa pun biaya yang rill dibutuhkan itu memungkinkan disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ada. 

"Tetapi untuk tahap awal ini, kami berencana untuk memohon kepada pimpinan untuk segera mencairkan tahap pertama di angka sekitar Rp100 juta untuk di 9 kecamatan," kata Towadeng.

3. Masih terkendala kekurangan armada pengangkut air

Ilustrasi distribusi air bersih. (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Dia juga mengatakan pihaknya juga sedang berusaha mendapatkan bantuan armada baik dari Balai Besar Pompengan Jeneberang yang ada di Makassar. Pihaknya telah bersurat karena jumlah armada sangat terbatas. 

Armada saat ini juga dipakai untuk pemadaman kebakaran lahan TPA Bontoramba yang sudah sebulan lebih juga mengalami kebakaran. Kondisi itu, juga telah ditetapkan status sebagai tanggap darurat karena sudah cukup membahayakan lantaran asapnya sampai ke radius 3 km. 

Adapun armada yang lain seperti armada dari PDAM maupun PMI cukup membantu dalam pendistribusian air. Meski begitu, distribusi air masih tidak terlalu masif karena butuh lebih banyak armada.

"Kami butuhkan minimal 4 armada untuk kami sendiri di luar armada yang memang dioperasionalkan sendiri," kata Towadeng.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Ashrawi Muin
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us