Guru Lutra ke DPRD Sulsel: Kami Tidak Korupsi, Hanya Bantu Honorer

Makassar, IDN Times - Dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, mendatangi DPRD Sulawesi Selatan untuk mencari keadilan atas pemecatan mereka sebagai ASN. Keduanya menegaskan tidak korupsi, melainkan berupaya membantu guru honorer yang berbulan-bulan tidak menerima gaji.
Komisi E DPRD Sulsel pun menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada Rabu (12/11/2025) untuk menindaklanjuti aspirasi kedua guru tersebut. Rapat membahas dugaan ketidakadilan dalam proses hukum yang menjerat keduanya hingga berujung pada pemberhentian tidak hormat sebagai ASN.
RDP berlangsung di Ruang Komisi E DPRD Sulsel, yang berlokasi sementara di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sulsel. RDP tersebut dihadiri anggota DPRD lintas fraksi, perwakilan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, unsur Dinas Pendidikan, serta pihak terkait lainnya.
1. Sumbangan Rp20 ribu hasil kesepakatan orang tua

Abdul Muis menjelaskan kasus bermula pada 2018, saat dirinya bersama Kepala Sekolah SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, berinisiatif membantu guru honorer yang tidak menerima gaji selama berbulan-bulan. Mereka kemudian mengusulkan sumbangan sukarela Rp20 ribu dari orangtua murid melalui rapat komite sekolah.
"Ini kan murni sumbangan orang tua, disepakati oleh orang tua siswa bersama ketua komite, di dalam rapat resmi, diundang secara resmi. Dan semua yang menjadi keputusan itu adalah murni melalui pertimbangan orang tua siswa," kata Abdul Muis.
Pembayaran itu yang kemudian dianggap polisi sebagai pungutan karena memiliki ketentuan jumlah dan waktu. Nominalnya ditetapkan sebesar Rp20.000 per bulan. Lagipula, tidak ada paksakan bagi siswa.
"Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu yang membayar. Yang dinyatakan mampu tapi tidak bayar-bayar, tidak ada masalah," katanya.
Abdul Muis juga memastikan seluruh siswa tetap bisa mengikuti ujian tanpa terkecuali. Dia juga menuturkan kebijakan sekolah tidak pernah mengaitkan pembayaran iuran dengan hak siswa untuk menempuh ujian.
"Tidak ada siswa yang tidak diikutkan ujian semester gara-gara pembayaran. Semua keluar (lulus) dari SMA 1, baik yang lunas maupun tidak. Tidak ada unsur paksaan," katanya.
2. Kejanggalan hukum karena divonis korupsi

Abdul Muis juga menekankan perlunya meluruskan pernyataan dari Inspektorat Kabupaten Luwu Raya. Dalam persidangan terungkap adanya kerugian negara, yang menurutnya seharusnya disertai dengan rekomendasi resmi.
Dia menilai kejanggalan kasus ini berawal dari hasil pemeriksaan Inspektorat. Dia menyebut lembaga itu menjadi pemicu utama persoalan, karena menyatakan adanya kerugian negara padahal dana yang dipermasalahkan berasal dari sumbangan sukarela orang tua siswa.
"Kejanggalan hukumnya ini kami divonis sebagai korupsi. Sementara ini adalah kita hadir di situ karena ketidakhadiran negara untuk membantu sekolah, untuk membiayai," katanya.
3. Komisi E nilai kasus sarat Intervensi dan harus direhabilitasi

Wakil Ketua DPRD Sulsel, Fauzi Andi Wawo, menyebut kasus yang menimpa kedua guru tersebut mengandung kejanggalan dan perlu ditinjau ulang. Dia menyatakan pihaknya akan mengawal proses penyelesaian hingga ke tingkat pusat.
"Kasusnya ini sangat janggal, makanya kami setelah mendengar hasil akhir RDP ini kan sepertinya memang keputusan yang terjadi ini sarat intervensi," ucap Fauzi.
Fauzi menjelaskan DPRD berupaya menengahi persoalan tersebut secara adil. Upaya itu termasuk mendorong pemulihan hak-hak dua guru yang diberhentikan.
"DPRD Provinsi Sulawesi Selatan akan mengeluarkan rekomendasi, yang pertama untuk merehabilitasi nama baik kedua guru kita dan mengawal kedua guru kita ini sampai ke tingkat pusat untuk bertemu dengan teman-teman di DPR RI untuk meminta membantu mengembalikan hak-haknya," kata Fauzi.

















