JK Nilai Indonesia Lambat, Butuh 2 Tahun Selesaikan Vaksinasi COVID-19

Proses administrasi vaksin masih ribet dan berbelit-belit

Makassar, IDN Times - Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla, mengatakan program vaksinasi COVID-19 di Indonesia kemungkinan tuntas paling cepat dua tahun. Sejumlah faktor, kata JK, membuat vaksinasi berjalan lambat.

Dalam hitung-hitungan JK, dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, maka pemerintah harus menyuntikkan sebanyak 400 juta dosis vaksin. Sementara target penyuntikan hanya satu juta per hari. Otomatis, dibutuhkan waktu sekurangnya 400 hari sejak program itu dimulai pada Januari lalu.

Keterangan tersebut disampaikan JK saat memberi sambutan pada kegiatan vaksinasi COVID-19 oleh Ikatan Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin (UNHAS) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan,PMI , Dinkes DKI serta Nindya Karya di gedung Nindya Karya Jl. MT Haryono, Jakarta Timur, Minggu (29/8/20221).

"Sejak awal saya katakan sulit untuk selesai dalam waktu 1 tahun mungkin 2 tahun penyelesaiannya," kata JK dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu.

1. Menurut JK program 1 juta vaksin per hari belum berjalan optimal

JK Nilai Indonesia Lambat, Butuh 2 Tahun Selesaikan Vaksinasi COVID-19Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla, saat memberi sambutan pada kegiatan vaksinasi COVID-19 alumni Universitas Hasanuddin di Jakarta, Minggu (29/8/2021). Dok. IDN Times/Humas PMI

Pelaksanaan program satu juta vaksin per hari, kata JK, belum berjalan maksimal. Dalam sehari, rata-rata hanya sekitar 500 ribu dosis vaksin yang disuntikkan ke masyarakat.

"Target kita adalah 1 juta per hari itu artinya butuh waktu 400 hari. Dan ternyata pencapaian rata-rata 500 ribu per hari berarti itu bisa paling cepat 2 tahun baru selesai," kata JK

JK berharap setiap unsur masyarakat lebih terpacu lagi untuk mengikuti vaksinasi demi tercapainya target herd immunity atau kekebalan kelompok. Apalagi pada kenyataan di lapangan, menurut JK, capaian vaksinasi selama tujuh bulan ini baru mencapai 90 juta dosis vaksin yang disuntikkan ke masyarakat.

Jumlah itu masih jauh dari taget 70 persen herd Imunity yaitu sebanyak 350 juta dosis penyuntikan.

"Itulah kenapa organisasi masyarakat dan perusahaan harus terlibat untuk melakukan vaksinasi karena kalau kita menyerahkan semuanya kepada kemenkes, tidak akan sanggup dia menyuntikkan 400 juta dosis itu sendirian," kata JK.

 

2. Proses pendaftaran vaksinasi di Indonesia masih rumit

JK Nilai Indonesia Lambat, Butuh 2 Tahun Selesaikan Vaksinasi COVID-19Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla, saat memberi sambutan pada kegiatan vaksinasi COVID-19 alumni Universitas Hasanuddin di Jakarta, Minggu (29/8/2021). Dok. IDN Times/Humas PMI

Lambatnya vaksinasi COVID-19 di Indonesia, menurut Ketua Alumni Unhas itu, disebabkan oleh berbagai faktor. Antara lain karena proses administrasi pendaftaran vaksinasi masih rumit dan berbelit-belit.

Kata JK, syarat administrasi bagi peserta vaksinasi seharusnya bisa dirancang sesederhana mungkin. Di negara lain, katanya, masyarakat hanya perlu datang ke sentra vaksin tanpa perlu menyertakan banyak persyaratan seperti harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu via online.

"Coba lihat di luar negeri, orang cukup datang saja bawa kartu langsung disuntik kalau kita harus daftar online dulu kemudian dicek lalu direkap setelah itu dipanggil dan itu memakan waktu. Dan ini orang yang tidak punya smartphone tidak mudah untuk mendaftarkan diri," JK menerangkan.

Baca Juga: IKA Unhas Siapkan 22500 Dosis Vaksin COVID-19 Gratis di Dua Kota

3. Vaksin beda dengan sembako, pemerintah tidak perlu khawatir suntikan salah sasaran

JK Nilai Indonesia Lambat, Butuh 2 Tahun Selesaikan Vaksinasi COVID-19Ilustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Jojon)

Menurut JK, vaksinasi berbeda dengan pembagian sembako bagi masyarakat. "Kalau pembagian sembako orang mau saja menerima sembako sampai 5 kali sehari untuk itu harus diverifikasi. Kalau vaksin tidak ada orang yang mau divaksin sampai 2 kali dalam sehari," ucapnya.

Selain ribetnya administrasi, tambah JK, lambatnya vaksinasi juga disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan yang bersertifikasi. Dia pun meminta agar Kementerian Kesehatan melatih dan menugaskan lebih banyak lagi tenaga kesehatan termasuk mereka yang sedang menempuh pendidikan.

"Kan cuman menyuntik tidak perlu terampil terampil amat karena bukan jaringan pembuluh darah yang disuntik hanya jaringan otot, mereka yang tingkat 3 pun bisa melalakukannya setelah dilatih 1 - 2 hari," usul JK.

Baca Juga: Unhas Fungsikan Asrama Mahasiswa sebagai Lokasi Karantina Pasien COVID

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya