Dua Ribu Lebih Warga Makassar Masih Sering BAB di Sembarang Tempat

Dorong penyelesaian masalah BABS

Makassar, IDN Times - Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan masih menemukan kasus Open Defecation Free (ODF) atau Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Hal ini dikarenakan masih ada warga yang belum memiliki jamban sehat.

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Rosmini Pandin, menyebutkan kasus BABS bahkan masih ditemukan di kota besar seperti Makassar. Dinkes Sulsel mencatat sebanyak 2.231 KK (Kepala Keluarga) yang tersebar di 21 kelurahan Kota Makassar belum memiliki jamban sehat atau masih dikategorikan OD (Open Defection).

"Tidak punya (jamban). Selama ini (BAB) di sembarang tempat. Entah di kali atau di mana," kata Rosmini, Senin (17/7/203).

1. Warga terbentur masalah biaya

Dua Ribu Lebih Warga Makassar Masih Sering BAB di Sembarang TempatKepala Dinas Kesehatan Sulsel Rosmini Pandin. IDN Times/Asrhawi Muin

Berdasarkan laporan masyarakat yang diterima Dinkes, alasan mereka tidak memiliki jamban layak karena terbentur masalah biaya. Namun di sisi lain, Dinkes tetap mengedukasi masyarakat perihal bahaya buang air sembarangan karena bisa menyebabkan banyak penyakit  salah satunya cacingan.

Dinkes Sulsel pun mendorong agar penyelesaian program bebas buang air besar sembarangan dapat segera rampung, termasuk di Kota Makassar. 

Dalam menyelesaikan permasalahan ODF, kata Rosmini, diperlukan kerjasama semua stakeholder termasuk mengandeng perusahaan dalam bentuk CSR untuk membangun jamban karena membutuhkan biaya yang cukup besar. Misalnya di Luwu Timur, semua pihak digerakkan ikut membantu ODF di daerah itu mulai dari perbankan, CSR, Dinas PUPR Luwu Timur.

"Kolaborasi sangat diperlukan dalam mengatasi kasus sanitasi, sebab menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih merupakan tanggungjawab setiap orang," katanya.

2. Seluruh kabupaten kota diverifikasi

Dua Ribu Lebih Warga Makassar Masih Sering BAB di Sembarang TempatKepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Rosmini Pandin. IDN Times/Ashrawi Muin

Sementara itu, Koordinator Provinsi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Dinkes Sulsel, Sarmada mengatakan bahwa pihaknya telah memverifikasi secara bertahap kepada 23 provinsi dan tersisa Kota Makassar yang belum terverifikasi.

"Dari 153 kelurahan di Kota Makassar, ada 21 kelurahan yang belum ODF atau masih buang air sembarangan. Angka ini sudah lebih baik dari sebelumnya ada 29 kelurahan," kata dia.

Hingga Juli 2023, status kelurahan ODF Makassar sebanyak 132 kelurahan (86,27 persen) dan belum ODF sebanyak 21 kelurahan (13,37 persen). Sebanyak 21 kelurahan yang belum ODF ini merupakan bagian dari Kecamatan Bontoala, Makassar, Mariso, Panakkukang, Tallo, Sangkarrang dan Ujung Tanah.

Sejumlah faktor mempengaruhi BABS, mulai dari keberadaan masyarakat urban di wilayah tersebut, kondisi ekonomi, sengketa lahan, tidak ada lahan, perilaku yang sulit diubah, pemukiman berada di pesisir laut atau sungai.

Sejak 2017, verifikasi jamban telah dilaksanakan secara bertahap di 23 kabupaten/kota dengan satu daerah. Pada 2023 ini, ada dua kabupaten yang telah terverifikasi yakni Toraja Utara dan Maros.

"Kita harapkan 2023 Kota Makassar juga bisa ODF. Kalaupun tidak bisa, Pemkot Makassar bisa menggandeng pihak lain untuk memenuhi kebutuhan sanitasi rumah tangga," kata dia.

Baca Juga: Waspada Omicron Arcturus, Dinkes Sulsel Minta Warga Disiplin Prokes 

3. Bisa menimbulkan berbagai penyakit

Dua Ribu Lebih Warga Makassar Masih Sering BAB di Sembarang TempatIlustrasi sakit kepala (IDN Times/Mardya Shakti)

Sarmada menjelaskan bahwa dalam sebuah desa atau kelurahan bisa disebut ODF ketika semua warga membuang hajat di jamban yang sesuai standar dan tidak buang  sembarangan. Perilaku masyarakat ini terlihat sederhana, namun sangat penting terhadap kondisi kesehatan sebab semua sumber penyakit dari sanitasi. 

Adapun penyakit yang ditimbulkan seperti diare, cacingan dan lainnya. Daerah ini juga menunjukkan masih tinggi gejala penyakit yang berhubungan dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Menurut Sarmada, sangat penting mengubah perilaku, sebab ODF tidak hanya menilai dalam kategori fisik (toilet) namun bagaimana perilaku masyarakat, termasuk ketika memanfaatkan fasilitas umum untuk BAB, ini sudah bisa disebut sebagai ODF.

"ODF tidak hanya kerja-kerja pemerintah, namun dibutuhkan peran serta semua pihak, mulai dari CSR, lembaga mikro dan makro, Baznas maupun lainnya yang bertanggungjawab menciptakan sanitasi yang lebih baik," katanya.

Baca Juga: Status Pandemik COVID-19 Dicabut, Dinkes Sulsel: Tetap Taati Prokes

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya