TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Marak Kasus Kekerasan Seksual, Sulawesi Utara Belum Punya Perda Khusus

Predikat kabupaten/kota layak anak tak membantu penanganan

Ibadah pemakaman korban pembunuhan dan pemerkosaan anak di bawah umur, Renatta Managha, di Desa Kawangkoan, Kalawat, Minut, Sulawesi Utara, Jumat (31/3/2023). IDNTimes/Istimewa

Manado, IDN Times – Kasus kekerasan seksual di Sulawesi Utara kian marak. Tak hanya perempuan, kasus ini juga menimpa anak di bawah umur.

Terbaru, anak perempuan berusia 7 tahun bernama Renatta Managha, dibunuh dan mayatnya diperkosa oleh kekasih sepupunya, Andika Putra Lihawa (21). Sebelumnya, pada tahun 2022 publik juga dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa anak perempuan bernama Ica (10) dengan tersangka ayah tirinya sendiri.

Koordinator Program LSM Swara Parampuang (Swapar), Mun Djenaan, mengatakan kebanyakan pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat korban. “Sebenarnya sudah lama kasus kekerasan seksual itu banyak di sini, cuma masyarakatnya belum terbuka. Tidak memiliki keberanian melapor, aib, dan macam-macam alasannya,” ujar Mun, Jumat (31/3/2023).

1. Kekerasan seksual semakin sadis karena pengaruh media sosial

ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)

Mun melihat media sosial memiliki pengaruh besar terhadap semakin sadisnya kasus kekerasan seksual. Dengan tidak bisa dibendungnya media sosial, masyarakat bebas mengakses video maupun informasi yang memuat sadisme.

Untuk itu, Mun meminta keluarga lebih mengawasi anak-anak mereka terutama yang masih dibawah umur, baik dari segi tontonan maupun lingkungan sosialnya. “Seharusnya kalau anak di rumah tidak kelihatan 1-2 jam, itu dicari,” ucap Mun.

Keluarga juga diminta membaca kebiasaan di lingkungan untuk mencegah kasus kekerasan seksual terjadi.

Baca Juga: Pemulangan Jenazah Rendy Ondang dari Kamboja ke Sulut masih Berproses

2. Belum ada perda yang mengatur soal kekerasan seksual di Sulut

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski sudah ada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Sulut dan kabupaten/kota di dalamnya masih belum memiliki perda sebagai turunannya. Di sisi lain, pemerintah memberikan predikat kabupaten/kota layak anak di beberapa daerah di Sulut, seperti Kota Tomohon, Kota Kotamobagu, Kota Bitung, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Kota Manado, Kabupaten Minut, Kabupaten Minahasa, dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).

Mun melihat predikat tersebut tak memberikan pengaruh apapun terhadap penanganan kasus kekerasan seksual. “Sulut ini mendorong beberapa daerah menjadi daerah layak anak. Indikatornya di mana? Kebijakan perlindungan nggak ada, program perlindungan nggak ada, fasilitas-fasilitas ramah anak juga nggak ada,” ujar Mun.

Selama ini, Mun melihat pemerintah hanya seperti pemadam kebakaran untuk menangani kasus kekerasan seksual. “Kalau ada kasus kekerasan seksual terus viral, baru bergerak, gerombolan baru ke situ. Pencegahannya seperti apa? Pencegahan itu melalui kebijakan,” ucap Mun.

Baca Juga: Keluarga Korban Pembunuhan di Sulut Minta Pelaku Dihukum Mati

Berita Terkini Lainnya