Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Kenapa Kamu Susah Banget Mengekspresikan Perasaan, Trauma?

ilustrasi pasangan (pexels.com/Mike Jones)
Intinya sih...
  • Kesulitan mengekspresikan emosi atau alexithymia umum terjadi
  • Pengaruh cara dibesarkan terhadap kemampuan mengekspresikan perasaan
  • Rasa takut akan penolakan dan tekanan sosial sebagai penghalang utama dalam mengungkapkan perasaan

Pernah merasa ada banyak hal yang ingin diungkapkan, tapi rasanya sulit banget untuk berkata-kata? Atau mungkin setiap kali ingin jujur soal perasaan, malah berakhir dengan memendam semuanya sendirian? Tenang, kamu gak sendiri.

Kesulitan dalam mengekspresikan emosi atau yang sering disebut alexithymia ini ternyata cukup umum terjadi. Kondisi ini bisa berdampak pada hubungan sosial, kesehatan mental, bahkan cara kamu memahami diri sendiri. Yuk, cari tahu apa saja penyebab yang mungkin bikin kamu susah mengungkapkan perasaan!

1. Pola asuh yang gak mendukung kebebasan berekspresi

ilustrasi keluarga (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Cara kita dibesarkan punya pengaruh besar terhadap kemampuan mengekspresikan perasaan. Kalau sejak kecil kamu sering mendengar kalimat seperti "Anak laki-laki gak boleh nangis" atau "Udah, jangan cengeng," bisa jadi tanpa sadar kamu tumbuh dengan keyakinan bahwa menunjukkan emosi itu salah.

Apalagi kalau lingkungan keluarga jarang membicarakan perasaan secara terbuka. Gak ada contoh nyata tentang bagaimana cara yang sehat untuk mengekspresikan emosi, jadi kamu terbiasa memendam semuanya sendiri. Kebiasaan ini bisa terbawa sampai dewasa dan membuatmu semakin sulit mengungkapkan apa yang sebenarnya dirasakan.

2. Pengalaman buruk yang bikin trauma

ilustrasi psikolog (pexels.com/RDNE Stock project)

Pernah dicemooh saat menangis? Atau mungkin pernah merasa dikhianati setelah berbagi cerita dengan seseorang? Pengalaman buruk seperti ini bisa membuatmu takut untuk membuka diri lagi.

Otak kita secara alami berusaha melindungi diri dari rasa sakit yang pernah dialami. Jadi, kalau dulu kamu pernah terluka gara-gara mengungkapkan perasaan, wajar kalau sekarang kamu jadi lebih berhati-hati, bahkan memilih untuk menyimpan semuanya sendiri.

3. Takut ditolak atau dinilai negatif

ilustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)

Rasa takut akan penolakan bisa jadi salah satu penghalang terbesar dalam mengekspresikan perasaan. Ada kekhawatiran bahwa orang lain akan menganggapmu lemah, terlalu sensitif, atau bahkan menjauh kalau kamu terlalu terbuka.

Tekanan sosial dan ekspektasi dari lingkungan juga bisa membuatmu merasa harus selalu terlihat kuat dan baik-baik saja. Padahal, menunjukkan kerentanan itu manusiawi. Justru dengan berbagi perasaan, kamu bisa membangun koneksi yang lebih dalam dengan orang-orang di sekitarmu.

4. Sulit mengenali dan memahami perasaan sendiri

ilustrasi cemas (pexels.com/Liza Summer)

Kadang, masalahnya bukan sekadar gak bisa mengekspresikan perasaan, tapi juga gak tahu sebenarnya apa yang sedang dirasakan. Ada sesuatu yang mengganjal, tapi sulit dijelaskan, apakah itu sedih, marah, kecewa, atau campuran dari semuanya.

Kemampuan mengenali dan memberi nama pada emosi (emotional literacy) ini gak muncul begitu saja. Ini adalah keterampilan yang bisa dilatih. Kalau selama ini kamu terbiasa mengabaikan atau menekan perasaan, gak heran kalau sekarang kamu kesulitan untuk memahaminya.

5. Perfeksionisme yang bikin overthinking

ilustrasi makan (pexels.com/Alena Darmel)

Keinginan untuk selalu terlihat sempurna juga bisa jadi penghalang. Kamu mungkin merasa harus punya cara yang "benar" dalam mengungkapkan emosi, sehingga akhirnya malah memilih untuk gak mengungkapkannya sama sekali karena takut salah.

Perfeksionisme juga bisa membuatmu terlalu keras pada diri sendiri. Kamu mungkin menganggap bahwa menunjukkan kesedihan atau kemarahan adalah tanda kelemahan, padahal ini adalah bagian alami dari kehidupan yang justru perlu diekspresikan agar gak menumpuk dan meledak di kemudian hari.

Ingat, mengekspresikan perasaan itu keterampilan yang bisa dipelajari. Kamu bisa mulai dari hal-hal kecil, seperti menulis jurnal atau berbicara dengan orang yang kamu percaya. Gak perlu memaksakan diri untuk langsung terbuka ke semua orang, yang penting adalah kamu mulai mengenali dan menerima perasaanmu sendiri. Jadi, kapan kamu mau mulai lebih jujur pada dirimu sendiri?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us