5 Alasan Logis Kakak Tidak Harus Mengalah ke Adik, Stop Membebani!

- Kakak dan adik seharusnya saling melengkapi dalam kehidupan kekeluargaan
- Kakak tidak harus selalu mengalah ke adiknya, karena keduanya sama-sama anak yang punya hak yang sama
- Orangtua bertanggung jawab penuh atas kehidupan sang kakak, bukan menyuruh kakaknya mengalah terus menerus
Kakak dan adik, yakni hubungan persaudaraan dengan ikatan darah yang seharusnya saling melengkapi. Ya, bisa saling melengkapi dalam kehidupan kekeluargaan yang dibangun.
Sayangnya, tak semua keluarga bisa terbangun atas kesamaan hak dan kewajiban yang ideal. Salah satunya, masih banyak sosok kakak yang dikorbankan untuk banyak mengalah dalam berbagai dimensi kehidupan hanya demi sosok adik seorang. Sebagai bahan evaluasi, berikut ulasan terkait alasan logis bahwa menjadi kakak tidak harus selalu mengalah ke adiknya.
1. Kakak dan adik sama-sama berstatus anak

Sadar atau tidak, sejatinya mau berapa pun perbedaan usia antara si kakak dengan adik, keduanya tetaplah bersatus anak. Ya, sama-sama anak-anak yang punya satu orangtua yang sama.
Jika keduanya sama-sama anak, bukankah baik kakak maupun adik itu harusnya mendapatkan perlakuan yang sama? Yakni, hak sebagai anak dari orangtuanya. Tanpa adanya batasan usia, dengan yang lebih tua harus selalu ngalah dengan yang lebih mudah.
Jika ada yang harus mengalah, artinya ada kebutuhan yang kurang terpenuhi di dalamnya. Itulah yang menjadi tugas dari orangtua, yakni mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan keduanya, bukan menyuruh kakaknya mengalah. Sesekali ada yang mengalah karena keadaan itu boleh, tapi tak perlu selalu kakak yang dikorbankan.
2. Kakak maupun adik sama-sama lahir atas kemauan orangtua

Jika seorang kakak dilahirkan hanya untuk mengalah ke adiknya, rasanya secara logika hal tersebut cukup egois dan tak adil, ya. Dengan kata lain, jika ada pilihan dan bisa memilih, pastinya setiap anak tak ingin terlahir sebagai kakak dengan berjuta beban yang harus dipikulnya.
Sayangnya, seorang anak tak bisa memilih ingin lahir sebagai anak ke berapa, pun ingin lahir dari orangtua dengan perekomian yang seperti apa. Namun, orangtua dengan sadar punya pilihan untuk mempunyai anak saat siap atau tidak, melahirkan anaknya atau tidak.
Dengan begitu, bukankah lahirnya seorang anak yang menjadi kakak kakak itu atas kemauan orangtuanya sendiri? Secara sadar memutuskan hal tersebut. Artinya, ya harus bertanggung jawab penuh atas kehidupan sang kakak, baik kebutuhan pribadi, maupun kebutuhan yang seharusnya tidak direnggut saat ia memiliki sosok adik.
3. Kebutuhan kakak justru jauh lebih kompleks dari adiknya

Kalau pun harus mengalah karena situasi dan kondisi khusus, tak perlu kakak yang harus selalu mengalah. Bahkan, terkadang justru adiknya yang harus mengalah, lho. Sayangnya, karena budaya kakak yang mengalah hingga adik yang terbiasa dimanja membuat kenyataannya jadi berbanding terbalik.
Sederhananya seperti ilustrasi porsi makan, yg masih kecil tentu porsi makanannya juga kecil seiring dengan sistem pencernaannya. Pun sebaliknya, si kakak yang selayaknya mendapatkan porsi makan lebih besar. Hal ini mengarah pada seiring bertumbuhnya usia kakak, maka makin berkembang pula kebutuhannya. Sehingga, akan ada momen adik yang sesekali mengalah karena kebutuhan sang kakak yang lebih kompleks darinya.
4. Kakak bukanlah investasi untuk dana masa depan adik-adiknya

Mungkin jika di masa depan sang kakak meraih kesuksesan, khususnya secara finansial. Tentunya, kakak yang baik tak akan meninggalkan keluarganya, pun akan merangkul adik-adiknya dengan privilege yang ia miliki.
Namun, semua itu tak lantas jadi mewajibkan sang kakak untuk harus sukses secepatnya dengan berbagai tanggungan yang dipikulnya. Yakni, beban akan tanggung jawab membiayai adik-adiknya.
Jika dikatakan bahwa orangtua telah susah payah membiayai sekolah si kakak hingga jenjang yang cukup tinggi lantas ingin memetik hasilnya. Maka, harus ditegaskan bahwa kakak bukanlah aset investasi yang bisa dipetik hasilnya dalam jangka panjang di masa depan.
Semua pembiayaan yang dilakukan oleh orangtua itu murni sebagai tanggung jawabnya sebagai orangtua yang dengan sadar ingin melahirkan sang kakak dulu ke dunia ini. Urusan masa depan adik-adiknya? Tentu tetap menjadi tanggung jawab orangtua.
Bahkan, sang kakak yang dalam perjalanannya belum menemukan jalan kesuksesan, malah lebih membutuhkan dukungan orangtuanya. Dukungan secara materi maupun non materi. Bukan malah sebaliknya, dibebani dengan tanggung jawab pembiayaan adik-adiknya.
5. Jika memang sesuai strata, selayaknya yang mengalah itu orangtua

Puncaknya, jika ada yang harus mengalah berdasarkan urusan strata dalam keluarga. Maka, selayaknya strata tertinggi yang harus mengalah ialah orangtua, bukan si kakak. Hal ini bisa dikatakan cukup bijak dan solutif saat tak ada pilihan lainnya.
Apa saja wujudnya? Mulai dari mengalah jika tak bisa mengontrol banyak anak, maka jangan lahirkan banyak adik untuk si kakak. Pun mengalah dengan ekstra bekerja keras sesuai kewajiban akan perannya dalam memberikan kenyamanan bagi anak-anaknya, termasuk si kakak.
Pada akhirnya, sebelum memutuskan sang kakak yang mengalah, sejatinya masih banyak jalan lain yang perlu diupayakan. Khususnya, peran aktif orangtua yang tidak seharusnya pasrah untuk menyuruh sang kakak mengalah lagi, lagi, dan lagi. Semoga bisa dijadikan pembelajaran dan evaluasi bersama, ya!