Riwayat Andi Makkasau, Bertahun-tahun Menunggu Gelar Pahlawan Nasional

- Andi Makkasau tidak masuk daftar Pahlawan Nasional tahun ini.
- Meski disepakati Dewan Gelar sejak 2024, namanya belum mendapat keputusan dari presiden.
- Andi Makkasau gugur di tangan unit militer pimpinan Westerling dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Makassar, IDN Times - Tidak ada nama Andi Makkasau dalam daftar calon tokoh yang akan diberikan gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Hal tersebut diumumkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) pada 13 Maret 2025 lalu, setelah melakukan rapat dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Padahal, nama Andi Makkasau telah disepakati oleh Dewan Gelar sejak 2024, tapi belum mendapat keputusan dari presiden hingga artikel ini ditulis. Kendati demikian, Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyebut bahwa usulan dari tahun lalu dan tahun ini tetap diajukan bersamaan.
Sebelum akhirnya mendapat lampu hijau dari Dewan Gelar, nama pejuang di era Revolusi Kemerdekaan tersebut memang sudah berulang kali diajukan oleh Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Meski begitu, Andi Makkasau tetap terpatri di kepala orang-orang Sulsel sebagai seorang bangsawan yang mengorbankan nyawa untuk Indonesia.
1. Sebelum ke Parepare, Andi Makkasau dibesarkan di lingkungan bangsawan Suppa' (Pinrang)

Pemilik nama lengkap Andi Makkasau Parenrengi Lawawo, ia adalah salah satu figur nasionalis paling disegani di wilayah Ajatappareng yang meliputi Parepare, Pinrang, Sidrap, Barru, dan Enrekang. Dalam buku Andi Makkasau: Menakar Harga 40.000 Jiwa (Penerbit Ombak, 2010), dijelaskan bahwa ia lahir di Desa Cempaga (Sinjai) pada Maret 1898.
Andi Makkasau dibesarkan dalam lingkungan istana Datu' Suppa di Pinrang. Ayahnya, Parenrengi Daeng Pabeso Karaengta Tinggimae, adalah seorang bangsawan yang menanamkan nilai-nilai anti-kolonialisme sejak dini. Pendidikan politik dan semangat perlawanan terhadap penjajah Belanda telah membentuk karakter Andi Makkasau sejak muda.
Pada tahun 1926, Andi Makkasau dinobatkan sebagai Datu' Suppa ke-24. Jabatan ini ia manfaatkan untuk memperkuat perlawanan terhadap pemerintah Hindia-Belanda, baik melalui gerakan bawah tanah maupun aksi terang-terangan. Sikapnya yang keras dalam menentang kolonialisme membuat pemerintah kolonial Belanda gerah. Akibatnya, pada 1938, ia dipaksa lengser dari jabatannya dan diganti oleh Andi Abdullah Bau Massepe.
2. Mendirikan beberapa organisasi pergerakan di Parepare setelah lengser sebagai Datu' Suppa

Setelah dicopot dari tampuk pemerintahan, Andi Makkasau justru semakin leluasa menggalang perlawanan. Ia mempelopori lahirnya organisasi pergerakan nasional di seperti Sumber Darah Rakyat (SUDARA) pada 1944 serta Penunjang Republik Indonesia (PRI) bersama Andi Abdullah Bau Massepe pada 28 Agustus 1945.
Dalam buku Propinsi Sulawesi (1953) yang merupakan dokumentasi resmi Kementerian Penerangan, dijelaskan bahwa PRI adalah cabang Parepare dari gerakan gerilya Pusat Keselamatan Rakyat Sulawesi (PKRS). PKRS sendiri dibentuk Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi pertama.
Andi Makkasau juga ikut dalam Deklarasi Jongaya pada 15 Oktober 1945. Ini adalah sebuah momen bersejarah di mana raja-raja dan bangsawan seantero Sulsel menyatakan kesetiaan kepada Republik Indonesia yang belum genap berusia dua bulan. Tak hanya menjadi bangsawan Republikan, Andi Makkasau turut memimpin gerilya melawan kembalinya pasukan Belanda yang berusaha menjajah Indonesia kembali.
3. Menjadi salah satu dari ribuan korban kekejaman operasi militer pimpinan Kapten Westerling

Belanda merespons lewat operasi militer brutal yang dilakukan unit komando elit Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Kapten Raymond Westerling. Operasi ini dikenal publik karena "pembantaian ekstrayudisial" tanpa pengadilan dan tanpa dasar hukum. Andi Makkasau menjadi salah satu korbannya.
Agussalim, dalam buku Prasejarah-Kemerdekaan di Sulawesi Selatan (Deepublish, 2016), menjelaskan Andi Makkasau ditangkap di Parepare pada 26 Februari 1947 bersama 25 orang stafnya. Sebelum dibunuh, ia sempat mengalami penyiksaan. Andi Makkasau kemudian dieksekusi dengan cara dibuang dari tengah laut alih-alih ditembak.
Jasad Andi Makkasau baru ditemukan dua hari kemudian di pesisir Marabombang, Sinjai, dalam keadaan mengenaskan: terikat dan penuh luka lebam di sekujur tubuh. Laporan dari Tim Kajian Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia (ODGOI) bentukan pemerintah Belanda pada 2022 menyebut bahwa perbuatan Westerling, termasuk pembunuhan pada Andi Makkasau, sebagai "kekerasan ekstrem".
Andi Makkasau gugur saat ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sejarah memang tak selalu berjalan seirama dengan penghargaan formal seperti Pahlawan Nasional. Tapi, kisah hidup Andi Makkasau mengingatkan kita bahwa sosok yang dikenal karena keberanian, pengorbanan tanpa pamrih, dan cinta tanah air tidak perlu menunggu pengakuan agar menjadi abadi dalam benak banyak orang.