Menilik Jempang, Aksesori dari Sulawesi Selatan yang Jarang Diketahui

Budaya merupakan hal yang sangat erat dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam pola interaksi sosial, individu masyarakat membutuhkan pakaian untuk menutupi tubuh, disertai pula aksesori sebagai penambah estetika.
Pakaian dikenal sebagai kebutuhan mendasar manusia yang berbudaya. Pakaian memiliki ragam yang unik berdasarkan fungsinya, seperti pakaian dalam. Pakaian dalam sendiri difungsikan secara khusus sebagai pakaian yang dikenakan pada bagian dalam seperti kaus dalam, singlet hingga celana dalam.
Nah, kali ini kita membahas tentang jempang, aksesoris yang berfungsi sebagai celana dalam tradisional dari Sulawesi Selatan. Disimak, yuk!
1. Deskripsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jempang adalah penutup kemaluan wanita berbentuk segitiga yang terbuat dari emas atau perak, dipakai dengan cara mengaitkan talinya ke pinggang, merupakan pakaian sehari-hari untuk gadis bangsawan suku Gowa, Sulawesi Selatan. Sedangkan, dalam bahasa Makassar kata jempang berarti tutup.
Menurut Anne Richter dan Bruce W. Carpenter (2011), jempang merupakan penutup genital dari logam mulia yang menggantikan penutup kemaluan dari tempurung kelapa dan kayu.
Adapun karakteristiknya, Czurda (1883) menyebutkan bahwa jempang memiliki bentuk menyerupai piring berbentuk hati ataupun segitiga terbalik, dibuat dari perak, dan memiliki diameter selebar telapak tangan. Selain itu, di bagian atasnya memiliki dua cincin yang berfungsi agar jempang dapat digantung pada area depan kemaluan dengan menggunakan tali benang ataupun rantai perak yang diikat di sekitar pinggul.
Celana dalam atau penutup kemaluan ini disebut sebagai aksesoris karena dilengkapi dengan motif-motif yang dekoratif seperti; motif spiral, motif bunga, motif salib hingga motif kaligrafi yang tentunya dipengaruhi oleh budaya Arab. Adapun jempang yang memiliki motif tanaman seperti bungai teratai merupakan motif warisan dari India. Wah, unik bukan?
2. Fungsi

Jempang diduga pertama kali diperkenalkan oleh pedagang-pedagang India sekitar abad ke-7 hingga abad ke-12, tepatnya pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Pada kala itu pula, India menjadi salah satu negara yang menjalin hubungan perdagangan dengan Kerajaan Gowa. Lantas, hal-hal yang dibawa pedagang-pedagang India mempengaruhi budaya masyarakat pada abad itu.
Benda hasil asimilasi budaya ini merupakan busana anak-anak perempuan Kerajaan Gowa. Selain itu pula, jempang umum digunakan anak perempuan Sulawesi Selatan hingga mereka beranjak remaja, sekitar 12 tahun.
Menurut Anne Richter dan Bruce W. Carpenter (2011), jempang disebut sebagai piring-piring dekoratif untuk menjaga keagungan dan kesopanan (cache-sexe). Sama halnya dengan caping dan cupeng, jempang berfungsi sebagai celana dalam berbentuk aksesoris untuk menutup kemaluan anak perempuan. Tentunya, celana dalam tradisional dikenakan agar anak perempuan senantiasa terlihat tertutup.
Menurut kepercayaan masyarakat tradisional (zaman dulu), jempang harus dipakai oleh anak perempuan yang berusia dua hingga lima tahun. Ataupun digunakan ketika anak perempuan telah mampu berjalan hingga anak mulai pandai mengenakan sarungnya sendiri. Masyarakat tradisional percaya bahwa jempang dapat menangkal gangguan roh-roh jahat. Sehingga, pada pemakaian pertama, benang yang dikalungkan pada jempang harus dirapalkan mantra oleh seorang dukun. Nah, apakah kamu pernah dengar cerita tentang benda yang diberi mantra?
3. Jenis lainnya

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa jempang erat kaitannya dengan cupeng maupun caping dari segi fungsi. Cupeng merupakan celana dalam yang bergembok. Istilah ini dikenal di daerah Aceh. Bentuknya seperti hati dan pemasangannya diikat dengan benang pada perut anak perempuan. Salah satu cupeng yang terkenal di Museum Nasional Indonesia ialah cupeng yang berbahan emas 22 karat, tinggi 6,5 cm dan lebar 5,8 cm. Artefak tersebut dipenuh ukiran-ukiran; pinggirannya dihias dengan motif tapak jalak, bagian tengah memiliki motif bunga teratai yang dikelilingi deretan bunga bertajuk empat helai dalam bentuk belah ketupat dan memiliki pola bermatakan jakut merah di bagian tengah bunga.
Sedangkan, di Semenanjung Malaysia, celana dalam tradisional yang unik ini disebut sebagai caping. Di Malaysia caping sangat populer di daerah utara, selatan, dan pantai timur Malaysia.
Selain itu, ada juga penutup kemaluan wanita lainnya yang disebut badong. Badong adalah aksesoris penutup kemaluan yang digunakan untuk wanita bangsawan dan tokoh wanita yang dihormati. Penggunaannya diletakkan di luar kain, tepat di depan kemaluan wanita.
Badong yang ada di Museum Nasional Indonesia berbahan emas dan diketahui sebagai artefak yang ditemukan di daerah Madiun. Diperkirakan, badong tersebut berasal dari masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 hingga abad ke-15.
Menariknya lagi, permukaan badong tersebut dihiasi relief kisah Sri Tanjung, seorang wanita suci yang dituduh berselingkuh oleh suaminya, yang dirudapaksa kemudian dibunuh. Namun, pada suatu waktu Dewi Durga datang menolong Sri Tanjung dengan memberikan seekor gajamina (ikan gajah) untuk menyeberangi sungai dunia bawah agar dapat mencapai surga sebagai imbalan atas kesucian dirinya.
Sebagaimana fungsinya, jempang dijadikan sebagai celana dalam bagi masyarakat Sulawesi Selatan khususnya di masyarakat Gowa kuno. Benda ini sekarang sudah jarang diketahui oleh masyarakat. Bahkan keberadaan jempang sendiri hanya ada di Museum Nasional Indonesia dan bahkan hanya dikoleksi oleh museum dan kolektor luar negeri. Sayang sekali bukan?
Referensi
- Bruce W. Carpenter. 2011. Ethnic Jewellery from Indonesia: Continuity and Evolution. Singapore: Edition Didier Millet
- Ritcher, Anneb dan Bruce W. Carpenter. Gold Jewellery of the Indonesian Archipelago. 2011. Singapore: Edition Didier Millet
- https://www.oxis.org/books/khunt-satodewo-1990.pdf
- https://museumnasional.wordpress.com/2010/10/15/cupeng/
- https://intisari.grid.id/read/03101442/mengenal-cupeng-dan-badong-si-penangkal-perselingkuhan