Peran Komunitas Tionghoa Membangun Geliat Surat Kabar di Makassar

Mulai dari Pemberita Makassar hingga Sin Hwa Po

Makassar, IDN Times - Komunitas Tionghoa di Kota Makassar memiliki banyak andil, salah satunya pada perkembangan dunia pers. Banyak saudagar kaya saat itu saling bantu untuk mendirikan surat kabar pada awal abad ke-20.

Peneliti Yerry Wirawan dalam buku Sejarah Masyarakat Tionghoa Makassar (KPG, 2014) menyebut bahwa masyarakat Tionghoa Makassar awalnya ikut serta dalam penerbitan koran-koran bahasa Belanda. Tapi kemudian mendirikan surat kabar berbahasa Melayu dan China.

Koran Pemberita Makassar menjadi tonggaknya. Diterbitkan oleh perusahan Handelsdrukkerij en Kantoorhandel Celebes, 12 dari 23 pemegang sahamnya adalah orang Tionghoa. Mereka semua berasal dari tiga keluarga saudagar kaya seperti Nio Eng Boe, Nio Eng Hie, Lie Tjien Hien hingga Thoeng Siang Hoeng.

1. Surat kabar jadi pilihan untuk menerbitkan ucapan selamat, dukacita hingga aktivitas terkini perkumpulan

Peran Komunitas Tionghoa Membangun Geliat Surat Kabar di MakassarLembaran iklan dalam surat kabar Pemberita Makassar edisi 13 Januari 1914. (Dok. Perpustakaan Nasional)

Pemberita Makassar pun merekrut para redaktur Tionghoa pada tahun-tahun awal berdiri. Koran tersebut pun menjadi media masyarakat Tionghoa Makassar untuk publikasi ucapan selamat, dukacita, iklan usahanya, pengumuman dari organisasi bahkan hingga keluhan terkait biaya sekolah yang tinggi.

Baru pada Juli 1914, terbit koran Tionghoa di Makassar bernama Tionghoa Poo. Tapi, Yerry menyebut bahwa tak ada catatan terperinci terkait surat kabar tersebut, kecuali pengumuman yang dimuat dalam Pemberita Makassar.

Geliatnya baru terasa setelah Perang Dunia I berakhir. Ada koran Indo China asuhan Oei Liong Tjiang, salah satu wartawan tersohor di Makassar saat itu, yang terbit pada 1922. Tapi usia Indo China tak berlangsung lama. Selain karena kurangnya pembaca, juga lantaran editornya dihukum tiga bulan penjara akibat dianggap menghina wijkmeister (setara lurah) saat itu yakni Sie Hok Tjeng.

Pemuatan artikel kritikan sendiri menjadi kebiasaan koran-koran Tionghoa yang membuat mereka kerap harus berurusan dengan pemerintah kolonial. Tak cuma dengan otoritas di Makassar, tapi juga Batavia. Dan hal tersebut terus berlangsung hingga dekade 1930-an.

2. Partai Kuomintang pun memiliki afiliasi dengan beberapa surat kabar di Makassar sepanjang dekade 1920-an

Peran Komunitas Tionghoa Membangun Geliat Surat Kabar di MakassarSuasana kawasan Pecinan di Kota Makassar saat menyambut kunjungan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda A.C.D. de Graeff pada tahun 1927. Terlihat bendera Partai Kuomintang (pojok kiri atas) turut dikibarkan oleh warga. (Dok. KITLV)

Partai Kuomintang yang menguasai China di akhir masa Dinasti Qing turut serta dalam dinamika surat kabar di Makassar. Beberapa koran yang terafiliasi dengan Kuomintang antara lain Kok Bin Po (Koran Bangsa), Sek Kang Siang Po (Berita Dagang dari Makassar) yang berubah nama jadi Xijiang Ribao (Harian Makassar), serta Min Sun Pao (Suara Rakyat). Semua koran berbahasa China tersebut mulai terbit pada dekade 1920-an.

Karena paham nasionalis ala Sun Yat Sen yang kental dalam tulisan-tulisannya, koran-koran Kuomintang tersebut mendapat pengawasan ketat dari pemerintah Hindia-Belanda. Salah satu laporan bahkan menyebut bahwa anggota Kuomintang asal Nanking bernama Liao Pei Chih sempat menjadi kepala redaktur Min Sun Pao di awal tahun 1930.

Namun, Liao Pei Chih kemudian diganti oleh Tan Koang Liat atas desakan Batavia pada Juli 1930. Tapi, Tan Koang Liat diusir ke China bersama keluarganya pada akhir tahun 1931 lantaran kritik-kritik dalam korannya dianggap terlalu keras.

Min Sun Pao sempat berhenti terbit pada Juni 1932 akibat masalah keuangan, sebelum kembali bangkit dengan redaktur baru. Koran tersebut kembali ditutup pengadilan pada Januari 1937 akibat keluhan dari wijkmeister Joe Kie San. Min Sun Pao sempat terbit lagi dengan redaktur baru dua bulan kemudian, tapi upayanya tidak berhasil.

Baca Juga: Mengenang Sumbangsih Masyarakat Tionghoa untuk Literasi Makassar

3. Kawasan Passerstraat (kini Jalan Nusantara) menjadi markas surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu yakni Sin Hwa Po

Peran Komunitas Tionghoa Membangun Geliat Surat Kabar di MakassarSuasana Passerstraat (kini menjadi Jalan Nusantara) di Kota Makassar pada dekade 1910-an. (Dok. KITLV)

Salah satu hal unik ditemukan oleh Yerry dalam penelitiannya. Perkumpulan Tionghoa ternyata turut membidani lahirnya koran bahasa Melayu, dan ini hanya terjadi di Makassar. Perkumpulan tersebut adalah Shiong Tih Hui, yang menerbitkan empat koran yakni Chau Sing, Soeara Siauw Lian, Pewarta Makassar dan Sin Hwa Po.

Koran bulanan Chau Sing (Suara Ombak) mulai terbit pada 15 Juli 1925. Memiliki jaringan distribusi yang luas membuat Chau Sing tak kesulitan menerima iklan dari berbagai kota di Hindia-Belanda. Tapi, koran tersebut mulai mengalami kesulitan pada awal 1930-an.

Selanjutnya ada Soeara Siauw Lian (Suara Kaum Muda) yang menyasar pembaca berusia muda yang diperkirakan terbit pada 1927 atau 1928. Tapi, masalah keuangan membuat koran tersebut sempat beberapa kali berhenti. Kendati demikian, Soeara Siauw Lian dinilai memiliki tujuan yang lebih luas sehingga turut mempekerjakan pegawai non-Tionghoa.

Selanjutnya ada Pewarta Makassar tapi hanya terbit dari Oktober 1931 hingga Februari 1932. Sin Hwa Po (Koran Tiongkok Baru) yang berkantor di Passerstraat (kini Jalan Nusantara) juga tak berumur panjang, sebab cuma menerbitkan dari Desember 1933 hingga Juni 1934.

Pada dekade 1930-an muncul beberapa terbitan lain seperti Favoriet (1928-1929) yang fokus membahas masalah sosial-budaya, Warta Shiong Tih Hui dari perkumpulan bernama sama, serta koran Partij Tionghoa Islam Indonesia yakni Wasilah. Tapi tak ada informasi yang bisa didapatkan tentang riwayat mereka.

Baca Juga: [FOTO] Kehidupan Komunitas Tionghoa di Kota Makassar 100 Tahun Lalu

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya