TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MARSS Sulsel Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Makassar New Port

Izin tambang pasir dikaitkan dengan nama Nurdin Abdullah

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Makassar New Port, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (11/7/2019). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Selatan (MARSS) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan korupsi terkait mega proyek pembangunan Makassar New Port (MNP). 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel, yang tergabung dalam MARSS, merilis catatan dugaan korupsi dalam proyek nasional yang menghabiskan anggaran triliunan rupiah tersebut. 

"Tahun 2019, Pelindo berencana melanjutkan pembangunan dan perluasan pelabuhan baru di Makassar seluas 45 hektar. Lalu Pelindo berkontrak dengan PT Pembanguan Perumahan (PT PP) untuk mengerjakan proyek tersebut,"  kata Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, dalam rilisnya, Rabu (3/3/2021).

 

1. Nilai kontrak pengerjaan proyek capai triliunan rupiah

Pelampung besi yang memuat informasi pembangunan Makassar New Port. IDN Times/Istimewa

Amin menjelaskan, dalam perjalanannya, PT PP menyepakati kontrak kerja sama dengan PT Boskalis Internasional Indonesia untuk operasional pengerukan pasir laut dan melakukan aktivitas penimbunan laut (reklamasi) untuk proyek MNP. Nilai kontrak yang ditandatangani oleh PT BII sebesar 75 juta Euro atau setara dengan Rp1,2 triliun.

"Lalu, PT Pelindo juga bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk penyedia pasir laut sebagai material reklamasi," ucap Amin. Dua perusahaan penyedia pasir laut itu disebutkan Amin, adalah PT AKM dan PT BLI.

"Di sini, Direktur Pelindo IV dan panitia tender perlu dimintai keterangan terkait pemilihan PT AKM dan PT BLI sebagai rekanan dalam penyedia pasir laut untuk proyek MNP," ujar Amin.

Pada Februari hingga Oktober 2020, kegiatan penambangan pasir laut mulai dikerjakan oleh PT Boskalis di wilayah tangkap nelayan yang juga merupakan wilayah konsesi PT AKM dan PT BLI. Dari dua perusahaan ini, PT BLI merupakan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah. 

Baca Juga: Walhi-JATAM Desak KPK Usut Dugaan Kongkalikong Nurdin di Proyek MNP

2. Perempuan dan nelayan Kodingareng menderita akibat dampat tambang pasir laut

Unjuk rasa nelayan Kodingareng tolak tambang pasir laut. IDN Times/ASP

Amin menyatakan, dari proyek inilah, konflik dan pemiskinan nelayan dan perempuan terjadi di Pulau Kodingareng. "Kemudian, yang perlu diketahui publik dan KPK, adalah bagaimana peran Gubernur Sulsel (NA) dalam menerbitkan izin-izin perusahaan terutama perusahaan yang berafiliasi dengannya," ungkap Amin. Atas izin dari Nurdin itulah, perusahaan tersebut dapat memperoleh proyek pengadaan pasir laut untuk pembangunan mega proyek MNP.

Pada, pertengahan tahun 2019, lanjut Amin, Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) diparipurnakan oleh DPRD Sulsel dan disetujui oleh Nurdin. 

Tidak lama setelah itu, 14 perusahaan kemudian mengajukan wilayah izin usaha pertambangan. Lima perusahaan di antaranya, kata Amin, patut menjadi perhatian utama. Masing-masing adalah PT AKM, PT BLI, PT NIT, PT BBU dan Perusda Sulsel.

"Dari 5, ada 3 perusahaan yang diketahui direktur dan komisarisnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gubernur Sulsel," ungkapnya. 

Tiga perusahaan itu, lanjut Amin, adalah, PT BLI, yang direkturnya merupakan tim 'lebah' atau tim pemenangan pasangan Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman, dalam Pemilihan Gubernur Sulsel 2018 lalu. Dua komisaris lainnya dalam PT NIT disebutkan Amin, adalah kolega dekat Nurdin. Sementara direktur Perusda tak lain adalah saudara ipar Nurdin.

Baca Juga: Gubernur Sulsel: Jangan Dihalangi-halangi Reklamasi Makassar New Port

Berita Terkini Lainnya