TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

3 Rekomendasi Komnas Perempuan ke Polisi Tangani Kasus Anak di Lutim

Komnas Perempuan minta polisi fokus saja ungkap fakta baru

IDN Times/Dini suciatiningrum

Makassar, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menyebut, laporan polisi yang dilayangkan SU terhadap ibu kandung tiga bocah korban dugaan perkosaan di Luwu Timur, merupakan bentuk kriminalisasi.

SU melaporkan ibu korban atas dugaan pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terkait keterangannya kepada Prjoect Multatuli. "Sejatinya ini adalah upaya untuk membungkam korban," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi dalam konferensi pers virtual pantauan perkembangan kasus Lutim, Senin (18/10/2021).

1. Komnas Perempuan rekomendasikan polisi fokus saja cari fakta baru

Ilustrasi. P2TP2A Makassar / Sahrul Ramadan

Menurut Siti, laporan S ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan sebagai respons pembelaan diri dalam kasus kekerasan seksual yang menempatkannya sebagai terduga pelaku. Komnas Perempuan menilai ada indikasi bahwa S sengaja membuat opini pembanding ke masyarakat di tengah upaya korban mendapat keadilan.

Komnas Perempuan pun merekomendasikan agar kepolisian tidak mengabaikan kasus utama yaitu dugaan perkosaan anak. "Kasus utamanya dulu yang diprioritaskan. Kepolisian harus fokus mencari fakta-fakta, bukti-bukti baru dalam penyelidikan yang sedang ditangani bukan masalah UU ITE-nya," tegas Siti.

Upaya pembentukan opini, menurut Siti, sudah dimulai sejak awal penyelidikan kasus ini pada Oktober hingga Desember 2019 lalu yang menyebut bahwa ibu korban mengalami gangguan kejiwaan atau waham. "Dari awal kepolisian seharusnya fokus pada laporan kekerasan seksualnya, bukan menghentikan kasusnya," ujar Siti.

Baca Juga: AJI Makassar: Narasumber Project Multatuli Dikriminalisasi

2. Komnas Perempuan singgung soal sikap reaktif aparat penegak hukum

IDN Times/Dini Suciatiningrum

Siti menerangkan, dalam menangani kasus kekerasan seksual, aparat penegak hukum mestinya memiliki perspektif perlindungan terhadap kelompok rentan, seperti perempuan dan anak yang menjadi korban. Bukan fokus pada upaya mediasi atau menghadirkan terlapor untuk menemui pelapor.

Komnas Perempuan juga menyinggung langkah kepolisian yang terkesan reaktif dalam merespons pemberitaan Porject Multatuli, mengenai upaya korban mencari keadilan. Malah pihak polisi kemudian mengklarifikasi berita tersebut dengan mengumbar identitas asli korban.

"Komnas Perempuanlah yang pertama kali mempublikasikan kasus ini di dalam catatan akhir tahun (Catahu) 2021. Kami menjadikan kasus ini jadi catatan betapa sulitnya pembuktian kasus kekerasan seksual, itu dipublis dan meskipun saat itu belum mendapat perhatian publik," terang Siti.

Baca Juga: Ibu 3 Anak di Lutim Dilapor Balik, LBH: Bentuk Intimidasi

Berita Terkini Lainnya