TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Eks Panglima Kodam Cenderawasih jadi Saksi di Sidang HAM Paniai Papua

TNI pakai peluru tajam karena keterbatasan anggaran

Suasana sidang kasus HAM Paniai di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulsel. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Makassar, IDN Times - Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purn) Fransen G. Siahaan, eks Panglima Kodam XVII/Cenderawasih menjadi saksi dalam sidang kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai, Papua, pada 2014. Sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/10/2022).

Dalam kesaksiannya, Fransen mengatakan, saat kejadian penganiayaan warga sipil di Tanah Merah Paniai, 7 Desember 2014 dan penembakan di lapangan Karel Gobai depan Koramil Enarotali 1705 Paniai, dia tidak mendapatkan laporan sama sekali.

"Tidak ada laporan saat itu, jadi nanti setelah kejadian (tanggal 7 dan 8) baru saya dapat laporan dari komandan Korem. (laporannya) terjadi demo besar-besaran mengakibatkan masyarakat ke kantor Polsek dan Koramil. Jadi terjadi chaos (kacau)," kata Fransen.

"Saat itu saya tanya dimana Dandim dan dimana Danramil, apa tindakan mereka ini (soal kejadian). Komandan Korem itu bilang komandan Kodam tidak ada dan komandan Koramil juga tidak ditempat," sambungnya.

1. Jaksa tanya kenapa Panglima Kodam tidak ke Paniai

Eks Panglima XVII Cendrawasih, Mayjen TNI (Purn) Fransen G. Siahaan saat diperiksa di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (13/10/2022). (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Kepada saksi, tim Jaksa menanyakan, mengapa Fransen, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kodam Cenderawasih, tidak langsung mendatangi lokasi kejadian, tapi hanya menugaskan asisten intelijen ke Paniai.

"Jadi boleh (saat itu) saya ke sana, tapi kan saya harus berpikir, mengkaji dan analisa ini kejadian. Karena kondisi saat itu cuaca juga dan pesawat ke lokasi tidak ada, Asintel saya saja dua hari di Biak baru bisa melanjutkan perjalanan ke daerah Paniai," jawab saksi.

Fransen berdalih, petugas intelijen yang dia kirim ke Paniai untuk mengecek situasi, tidak menggunakan kendaraan helikopter militer karena cuaca yang tidak menentu. 

"Asintel pakai pesawat komersial, memang ada helikopter (dua), Belt dan MA17 tetapi kondisi Papua kita tidak bisa perkirakan, hari ini cerah atau disini cerah dibalik bukit atau gunung itu ada hujan," tambah Fransen.

Baca Juga: 7 Saksi Tidak Hadir, Sidang HAM Berat Paniai di Ditunda

2. TNI pakai peluru tajam karena keterbatasan anggaran

Ilustrasi (Unsplash.com/Will Porada)

Fransen mengaku, saat menjabat sebagai Panglima Kodam XVII/Cendrawasih selama 11 bulan, penggunaan peluru tajam di daerah rawan seperti di Paniai bisa digunakan.

"Kenapa itu peluru tajam (dipakai saat kasus Paniai) karena keterbatasan peluru, memang dalam proyek itu ada peluru tajam, karet dan hamp,a tapi karena keterbatasan anggaran. Peluru karet dan hampa itu tidak diberikan ke Koramil itu karena daerah rawan," ujarnya.

Baca Juga: Sidang HAM Paniai Papua, Saksi TNI Bantah Aniaya Anak-anak

Berita Terkini Lainnya