TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Setahun COVID-19 di Sulsel: Kasus 285-286 dan Jibaku Melawan Pandemik

Gubernur umumkan dua kasus awal pada Kamis, 19 Maret 2020

Petugas menyiram tanaman di dekat baliho berisi imbauan untuk tinggal di rumah agar terhindar dari COVID-19 di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (17/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Setahun lalu atau Kamis 19 Maret 2020, Gubernur Nurdin Abdullah (kini nonaktif) mengumumkan dua kasus pertama COVID-19 di Sulawesi Selatan (Sulsel). Kasus 285, seorang jamaah umrah yang baru pulang, dan Kasus 286 yang merupakan mahasiswi.

Keduanya mendapat perawatan intensif di ruang isolasi RS Wahidin Sudirohusodo Makassar selama beberapa hari. Kasus 285 meninggal dunia pada Minggu 15 Maret 2020, beberapa hari sebelum pengumuman. Sementara Kasus 286 berhasil pulih setelah lalui sepekan lebih perawatan.

Menilik data 19 Maret 2021, setahun berselang dari Kasus 285 dan Kasus 286, total penduduk tertular dan tercatat dalam data Dinas Kesehatan Sulsel mencapai 55.876 orang. Dari jumlah tersebut, angka kesembuhannya yakni 55.260. Selain itu, jumlah pasien yang meninggal sebanyak 901 orang.

Tren kurva kasus harian nasional yang terus menurun sejak awal Februari 2021 juga berpengaruh pada jumlah kasus aktif. Di Sulsel sendiri, saat artikel ini ditulis, jumlahnya mencapai 2.548. Jauh berkurang dibanding sebulan lalu yakni 3.967 pasien.

1. Kota Makassar dan Kabupaten Gowa memberlakukan PSBB sebulan setelah dua kasus pertama COVID-19 di Sulsel diumumkan

Warga melintas di dekat spanduk bertuliskan Ayo Bersama Lawan COVID-19 di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Dalam semalam, persepsi masyarakat atas virus tersebut berubah total. Perkataan Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto, agar tak takut nyatanya tak mempan. Dalam semalam, COVID-19 menjelma sebagai momok. Ini juga tak lepas dari pemberitaan betapa dahsyatnya gelombang pandemik tersebut di Wuhan, Tiongkok.

Pada pekan-pekan pertama, Pemkot dan Pemkab di seluruh Sulsel mulai memetakan pola penyebaran serta pelacakan bersama tim dokter di daerah masing-masing. Sejumlah Rumah Sakit ditunjuk menjadi rujukan perawatan. Menginjak 1 April 2020, hanya dua pekan pasca-dua kasus pertama, jumlah kasus positif menanjak pesat. Rinciannya yakni 69 kasus, dengan 60 pasien dirawat dan 5 meninggal dunia (keterangan 4 kasus lainnya tidak dicantumakan pada situs Satgas COVID-19 Sulsel.)

Jalan-jalan lengang setelah lewat jam 7 malam. Beberapa kafe dan tempat nongkrong sepi pengunjung, ada pula yang memilih tutup lebih cepat. Harga sabun cuci tangan dan hand sanitizer meroket. Masker pun langka. Pihak kepolisian dan pemerintah bahkan turun tangan menetapkan harga maksimal keperluan higienitas diri.

Wacana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sempat diapungkan oleh Pemprov Sulsel pada awal Maret 2020. Tetapi itu diurungkan sebab adanya ketakutan bahwa ekonomi akan ambruk. Alhasil cuma Kota Makassar, episentrum penyebaran COVID-19 di Sulsel, yang memberlakukan PSBB dua jilid, dari 24 April hingga 22 Mei. Kemudian menyusul Kabupaten Gowa selama dua pekan (4 hingga 18 Mei).

2. Di bulan-bulan pertama pandemik, rumah sakit dan tenaga kesehatan harus menghadapi masalah kurangnya tempat tidur serta APD

Pj Wali Kota Makassar Iqbal Suhaeb saat mengecek kesiapan ruang isolasi untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Umum Kota Makassar, Selasa (31/3/2020). (Humas Pemkot Makassar)

Selama bulan-bulan awal pandemik, mulai dari Maret hingga Mei 2020, tenaga kesehatan (nakes) mendapat ujian maha dahsyat. Mereka mengalami sebuah situasi yang tak pernah dibayangkan atau dilatihkan sebelumnya. Pandemik virus sebelumnya hanya menjadi bahasan diskusi seluruh ilmuwan dunia, dan bahkan sekadar plot film fiksi ilmiah.

Sesuai prosedur Organisasi Kesehatan Dunia WHO, Personal Protective Equipments atau Alat Pelindung Diri (APD) adalah "baju tameng" yang harus dikenakan seluruh nakes saat menangani pasien terpapar virus. Namun dengan situasi mendadak, tentu APD yang tersedia tak sebanding dengan jumlah nakes di lapangan.

"Karena suplai APD yang terbatas di bulan-bulan tersebut, maka sangat banyak petugas yang terpapar virus COVID-19 dari pasien yang ditangani," ungkap epidemiolog Universitas Hasanuddin, Ridwan Amiruddin, saat dihubungi IDN Times pada Sabtu (20/3/2021).

Masalah tak berkisar jumlah APD saja. Menurut Ridwan, masalah yang harus nakes hadapi termasuk jam kerja berlebihan. Jumlah personel terbatas, tetapi berurusan dengan pasien kasus aktif yang terus menerus masuk ruang isolasi. Berita nakes tumbang akibat kelelahan akut pun menyeruak.

Salah satunya pada Juli 2020, saat cerita dr. Sugih Wibowo (37) asal Kabupaten Maros hiasi pemberitaan. Seorang diri ia menangani 190 pasien positif COVID-19 di Hotel Harper Makassar yang menjadi fasilitas isolasi mandiri.

"Kelelahan dan ketidak taatan masyarakat atas protokol kesehatan juga membuat nakes semakin rentan terpapar," lanjut Ridwan.

3. Pemkot Makassar menggencarkan tes usap gratis ketika angka kasus harian melonjak pada bulan November 2020 hingga Januari 2021

Warga menjalani tes usap (swab test) melalui mobil tes polymerase chain reaction (PCR) saat tes usap massal di Kecamatan Mamajang, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/9/2020). (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Masuk pertengahan tahun 2020, medio Juli hingga Agustus, aktivitas masyarakat berangsur-angsur pulih. Ini sejalan dengan narasi "new normal" atau Adaptasi Kebiasaan Baru yang dicanangkan oleh pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan. Sejumlah tempat hiburan dan pusat perbelanjaan mulai beroperasi dengan protokol kesehatan.

Di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, dua daerah Sulsel yang sebelumnya menerapkan PSBB, warga mulai mengunjungi kafe, restoran, warung kopi, objek wisata dan pusat perbelanjaan. Untuk memastikan prokes ditaati oleh masyarakat dan pemilik usaha, aparat gabungan rutin turun ke jalan melakukan inspeksi.

Dari Agustus hingga September 2020, persentase nakes se-Sulsel yang sembuh usai terinfeksi mencapai 80 persen. Pemberitaan media atas COVID-19 pun tak lagi segencar bulan-bulan pertama pandemik. Sempat melandai pada akhir Oktober, kurva kasus harian meningkat drastis pada pertengahan November 2020.

Puncaknya terjadi pada awal tahun 2021. Pada masa genting inilah kasus harian mencapai rekor tertinggi sejak awal pandemik. Kamis 18 Januari 2021, Dinkes Sulsel mencatat penambahan 678 pasien baru COVID-19.

Pemkot Makassar sempat gamang menyikapi hal ini. Terlebih Kota Daeng menjadi zona hitam dalam pemetaan Kemenkes. Wacana menerapkan PSBB jilid ketiga menggema. Namun setelah melalui pembahasan intensif, hal tersebut diurungkan. Opsi kedua dipilih: Menggelar tes usap gratis untuk warga beberapa kecamatan paling terdampak.

Selain itu, jumlah hotel untuk isolasi mandiri di Makassar juga ditambah. Langkah ini diambil agar pasien-pasien tanpa gejala atau gejala ringan ini tetap mendapat perawatan yang layak, sekaligus meringankan beban kapasitas tampung rumah sakit.

Baca Juga: Data Kasus COVID-19 di Sulsel Masih Tidak Sinkron

4. Masuk tahun 2021, harapan mulai muncul setelah program vaksinasi berjalan ditambah menurunnya kurva kasus harian

Seorang petugas pelayanan publik menerima suntikan vaksin COVID-19 di Kantor Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (3/3/2021). (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Masuk 2021, kurva penambahan kasus harian di tingkat nasional dan Sulsel menunjukkan penurunan signifikan. Program vaksinasi nasional pun sudah dimulai sejak 13 Januari silam. Mereka yang berhak mendapat suntikan dosis vaksin lebih dulu antara lain tenaga kesehatan, petugas publik dan lansia.

Dinkes Sulsel, pada Februari 2021, menargetkan ada 1.428.522 jiwa yang akan mendapat vaksin di medio Januari hingga April ini. Rinciannya lansia sebanyak 753.302 orang, tenaga pendidik 214.746 orang, pedagang pasar 158.702 orang, pemuka agama 3.470 dan anggota DPRD 842 orang. Termasuk juga di dalamnya para pemimpin tingkat daerah.

Lebih jauh, Wali Kota Makassar Danny Pomanto pun menggelar Festival Vaksinasi sejak Rabu 18 Maret kemarin. Sementara jika berbicara data, hingga pertengahan Maret ini, vaksinasi untuk nakes Sulsel sudah mencapai 98 persen dari sasaran 59.598 nakes.

Yang terbaru, Pemprov Sulsel menerbitkan surat edaran yang membolehkan ziarah ke tempat pemakaman khusus (TPK) COVID-19 di Macanda, Kabupaten Gowa. Surat tersebut diteken oleh Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman pada Sabtu 20 Maret 2021.

"Tentu pelaksanaan ziarah ke TPK Covid-19 Macanda diatur mengikuti protokol kesehatan secara ketat untuk menghindari resiko penularan bagi para peziarah," kata Sudirman dalam keterangan tertulis. Setahun lewat setelah Kasus 285 dan Kasus 286 diumumkan, ada harapan yang kini mencuat.

5. Beberapa program yang ditempuh oleh Pemprov dan Pemkot terbukti manjur, meski masih ada potensi ledakan kasus yang tetap harus diwaspadai

Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan sejumlah guru yang akan mengikuti vaksinasi didampingi Wali Kota Makassar Danny Pomanto (ketiga kiri) di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (18/3/2021). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Bagi epidemiolog Ridwan Amiruddin, kondisi rumah sakit kini cenderung stabil ketimbang masa awal pandemik atau ketika kasus melonjak drastis pada bulan November 2020 hingga Januari 2021.

"Kinerja Pemprov Sulsel dalam menangani pandemi bisa diukur dari beberapa hal. Salah satunya yakni tingkat penggunaan tempat tidur pasien. Sekarang hanya sekitar 30 persen dari total di seluruh Sulsel. Sementara itu, tingkat kesembuhan pun mencapai 97,3 persen," Ridwan menerangkan.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin itu, turut merinci bahwa rata-rata kasus aktif di Sulsel sekarang cuma 7 persen. Lebih rendah ketimbang rata-rata nasional yakni mencapai 12 persen. Selain itu, program Duta Wisata COVID-19 yang dicanangkan Pemprov pun terbukti efektif. Tingkat kesembuhannya mencapai 95 hingga 97 persen.

"Rt (angka reproduksi efek) di Sulsel juga berada di bawah 1. Ini tentu merupakan sebuah indikator yang baik," sambungnya. Ridwan menyebut hal tersebut tak lepas dari gencarnya Program Trisula, yaitu penelusuran kontak secara masif, melakukan tes secara intensif, dan edukasi kepada masyarakat.

Di sisi lain, pandemik disebutnya mengubah kultur sosial di Sulsel secara drastis. "Kita adalah masyarakat yang terbiasa berinteraksi secara langsung, kita sangat dekat satu sama lain. Dampaknya agak berat. Dari yang awalnya gemar gotong-royong atau saling bantu malah harus menjaga jarak. Kita jadi lebih individualistis sekarang," papar Ridwan.

Meski vaksin mulai disalurkan dan kurva kasus harian melandai, bukan berarti masyarakat tak lagi awas dan mulai lupa mematuhi protokol kesehatan. Ridwan menyebut bahwa dari survei yang dilakukan pihaknya, tingkat kepatuhan warga Sulsel atas prokes kini berada di kisaran 70 persen. Jauh menurun ketimbang tahun 2020 lalu yang berada di atas 80 persen.

"Ada aspek kejenuhan di sini. Padahal masih ada potensi ledakan gelombang kasus baru. Ini berdasarkan fakta bahwa jumlah kasus aktif masih ada di kisaran 7 sampai 9 persen," ungkapnya. Masuknya varian baru virus corona pun jadi hal yang harus diwaspadai.

Sekali lagi, ia menekankan bahwa masyarakat tak boleh lengah. "Meski telah divaksin, ya harus tetap menjaga protokol kesehatan. Seperti memakai masker, rajin cuci tangan dan menjaga jarak di tempat-tempat umum," pungkas Ridwan.

Baca Juga: Pemakaman COVID-19 Sulsel Dibuka untuk Peziarah

Berita Terkini Lainnya