Kekerasan Seksual di TPA Masjid, Korban Dibungkam Sumpah Al-Qur'an

- Guru TPA di Makassar memaksa korban sumpah Al-Qur'an agar tidak melaporkan pelecehan seksual yang dilakukannya.
- Pelaku, seorang PNS dan guru SD, telah ditetapkan sebagai tersangka setelah mengakui mencabuli sekitar 16 santrinya sejak tahun 2004.
- Polisi masih mencari kemungkinan adanya korban lain dari pelaku SD yang melakukan aksi bejat dengan modus memaksa onani pada santrinya.
Makassar, IDN Times – Seorang guru mengaji sekaligus Ketua Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) di Masjid Jl. Bonto Lanra, Kecamatan Rappocini, Makassar, berinisial SD (49), menggunakan Al-Quran untuk menyumpah para korbannya agar tidak melaporkan pelecehan seksual yang dilakukannya.
"Para korban didoktrin dan disumpah pakai Al-Quran supaya tidak membocorkan (bahwa mereka menjadi korban dari pelaku)," ucap Kapolrestabes Makassar, Kombes Arya Perdana kepada awak media di Kantor Polrestabes Makassar, Selasa (6/5/2025).
1. Pelaku merupakan ASN guru SD di Makassar

Pelaku yang juga merupakan pegawai negeri sipil (PNS) sekaligus guru sekolah dasar di Dinas Pendidikan Makassar, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
"Kita sudah tangkap satu orang tersangka (SD). Tersangka ini sudah mengakui dia mencabuli sekitar 16 orang (santrinya)," ujar Arya.
Tersangka, SD mengakui melakukan aksi bejatnya di sekretariat Masjid sejak tahun 2004. Ia menyasar anak laki-laki atau santri TPA tempatnya mengajar.
2. Polisi telah meminta keterangan saksi-saksi

Arya mengungkapkan, hingga saat ini sudah memeriksa 3 korban dan 4 saksi. Namun polisi masih mencari kemungkinan adanya korban lain dari pelaku SD.
"Korban kita tidak sampaikan inisial dan namanya karena memang rahasia. Yang jelas korban masih di bawah umur dan laki-laki semua," kata Arya.
3. Modus pelaku

Dugaan kasus pelecehan ini diungkap oleh seorang Komika bernama Eky Priyagung dan viral di media sosial (medsos). Predator anak ini melakukan aksinya bejatnya dengan modus ingin mengetahui apakah santrinya sudah akil baliqh atau belum, dengan cara dipaksa onani.
"Jadi, pelaku ini masturbasikan kelamin laki-laki sampai keluar spermanya. Alasannya adalah karena santrinya sudah baligh, maka harus dikeluarkan spermanya. Itu alasan dari si pelaku," jelas Arya.
Akibat perbuatannya, tersangka dikenakan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang nomor 17 tahun 2015 tentang perlindungan anak. "Dipidana paling singkat 5 tahun dan maksimalnya 15 tahun dengan denda paling banyak Rp 5 miliar," pungkasnya.