Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

2024, LBH Makassar Tangani 55 Kasus Kekerasan Seksual, 33 Korban Anak

Koordinator Divisi Bidang Perempuan, Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Ambara Dewita Purnama (Kiri). IDN Times/Darsil Yahya
Intinya sih...
  • LBH Makassar mencatat 55 kasus kekerasan seksual, termasuk kekerasan seksual berbasis elektronik, perkosaan, persetubuhan, dan perbuatan cabul terhadap anak-anak.
  • Di tahun 2024, terdapat 33 korban pelecehan seksual verbal dan fisik pada anak-anak serta peningkatan jumlah kasus dari tahun sebelumnya.
  • Dari 55 kasus, hanya 2 yang sudah mendapat vonis pidana penjara, dengan sisanya tidak semuanya tertangani sampai pengadilan karena berbagai kendala.

Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mencatat ada 55 kasus kekerasan yang mereka tangani sepanjang 2024. Kasusnya berupa kekerasan seksual berbasis elektronik, perkosaan, persetubuhan, dan perbuatan cabul terhadap anak-anak.

Dari puluhan kasus itu, korbannya merupakan anak-anak, perempuan dewasa, dan disabilitas. Jumlah kasus ini meningkat dari tahun sebelumnya, di mana 2023 ada 20 kasus.

Koordinator Divisi Bidang Perempuan, Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Ambara Dewita Purnama mengatakan, khusus untuk pelecehan seskual secara verbal korbannya ada 2 orang perempuan dewasa

"Untuk kasus persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak ada 33 korban, mendominasi kasus kekerasan seksual di tahun 2024," kata Ambara saat rilis catatan akhir tahun 2024 LBH Makassar, Jumat (27/12/2024).

1. Dua kasus sudah divonis pidana

Rilis catatan akhir tahun 2024 LBH Makassar, Jumat (27/12/2024). IDN Times/Darsil Yahya

Sementara kekerasan seksual berbasis elektronik, lanjut Ambara, ada 5 korban dan perbuatan cabul dan pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan ada 20 korban.

Ambara menyebut, dari 55 kasus ada 2 kasus kekerasan seksual yang sudah vonis pidana penjara berdasarkan Pasal 6 c UU TPKS. Yakni pertama kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Anggota Polda Sulsel Briptu Sanjaya terhadap tahanan perempuan Dittahti Polda Sulsel dengan vonis pidana penjara 3 tahun.

"Serta 1 kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Calon Legislatif di Kabupaten Luwu terhadap perempuan disabilitas intelektual dengan vonis pidana penjara 7 tahun dan denda Rp.20.000.000,- subsidair pidana penjara 2 bulan," tuturnya.

2. Tidak semua kasus sampai di pengadilan

Rilis catatan akhir tahun 2024 LBH Makassar, Jumat (27/12/2024). IDN Times/Darsil Yahya

Sedangkan sisanya 53 kasus lain, jelas Ambara, tidak semuanya tertangani sampai tingkat pengadilan karena ada yang didamaikan, ada yang kasusnya berhenti di tahap kepolisian, dan ada juga yang diancam jika laporan polisinya tetap lanjut.

"Dan biasanya di kasus kekerasan seksual berbasis elektronik yang ada video syur atau seksinya, korban rentan dikriminalisasi. Kata korban, modus yang dipakai polisi menolak laporan korban karena dianggap korban juga menikmati pada saat videonya direkam oleh pelaku," ungkapnya.

3. Penyidik jarang menerapkan UU TKPS

Rilis catatan akhir tahun 2024 LBH Makassar, Jumat (27/12/2024). IDN Times/Darsil Yahya

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa dari 55 kasus ini, termasuk juga kasus kekerasan seksual di Kampus Unhas dan UIN Alauddin Makassar.

"Kalau di Unhas pemantauan kalau di UIN Alauddin ada 2 kasus, pertama pelakunya dosen kedua pelakunya mahasiswa korbannya anak-anak," tandasnya.

Ambara menyebut, ada banyak kendala yang kerap dihadapi dalam menangani kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), di antaranya penyidik jarang menerapkan UU TKPS.

"Karena katanya susah dan memakan waktu dan dianggap multitafsir dan UU lain yang ancaman pidananya lebih berat dari UU TKPS ini. Jadi biasanya kalau korbannya anak cuman pakai UU perlindungan anak," tukasnya.

4. Polisi harusnya menggunakan UU TPKS

Kantor LBH Makassar. IDN Times/Darsil Yahya

Padahal, kata Ambara, ada UU TKPS yang sebenarnya sudah lebih rinci dan lebih mudah karena cuman mensyarakatkan 1 alat bukti saja, misalnya pengakuan dari korban itu sudah bisa ditindaklanjuti.

"Mungkin karena faktor kebiasaan dari kepolisian yang biasanya 2 alat bukti sekarang cuma butuh 1 alat bukti. Yang ribetnya karena hanya berdasarkan keterangan dari korban itu sudah bisa ditindaklanjuti mungkin di situ kendalanya. Untuk mengukur kebenarannya ini mungkin dirasa sulit," tandasnya.

Dia juga mengungkapkan, rata-rata rentan usia korban kekerasan seksual ini untuk anak-anak berkisar 4 -18 tahun dan dewasa 19-45 tahun. Untuk korban anak-anak ini, pelakunya biasanya orang-orang terdekat seperti ayah tiri, paman, tetangga, termasuk guru sekolah.

"Yang paling kita soroti itu yang di SLB Laniang Siswi Disabilitas. Alhamdulillah kasusnya ada peningkatan akan P21 makanya kita akan kawal lagi," tutur Ambara.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us