Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Kebiasaan Buruk Ini Bikin Kamu Jadi Orang Tone Deaf

ilustrasi orang yang tone deaf (pexels.com/Liza Summer)

Mendengar kata tone deaf, mungkin pikiranmu langsung tertuju pada seseorang yang tidak bisa menyanyi dengan nada yang benar. Namun, dalam konteks sosial, istilah ini memiliki makna yang berbeda. Tone deaf mengacu pada seseorang yang tidak peka terhadap norma, aturan, atau kondisi di sekitarnya.

Orang yang tone deaf cenderung tidak memahami atau peduli dengan apa yang terjadi di sekitar mereka, yang sering kali menyebabkan ketidaknyamanan atau bahkan konflik. Tidak banyak yang sadar bahwa tone deaf berasal dari kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari, lho. Nah, apa saja kebiasaan yang bisa membuat seseorang jadi tone deaf? Yuk, kita bahas satu per satu.

1. Tidak mendengarkan saat orang lain berbicara

ilustrasi tidak mendengarkan orang lain saat bicara (pexels.com/Vera Arsic)

Ketika kita tidak mendengarkan saat orang lain berbicara, kita cenderung melewatkan banyak informasi penting yang bisa membantu kita memahami perasaan dan perspektif mereka. Misalnya, jika temanmu bercerita tentang masalahnya di tempat kerja dan kamu malah sibuk dengan ponselmu, itu menunjukkan bahwa kamu tidak peduli dengan apa yang dia rasakan. Mendengarkan dengan baik bukan hanya soal mendengar kata-kata, tetapi juga memperhatikan intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh.

Lebih dari itu, kebiasaan tidak mendengarkan juga bisa menyebabkan kita memberikan tanggapan yang tidak tepat. Contoh nyatanya, saat seseorang berbagi perasaan sedih dan kita merespons dengan komentar yang ceria atau bercanda, itu menunjukkan bahwa kita tidak menangkap suasana hati mereka. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat merusak hubungan dan membuat orang merasa tidak dihargai atau diabaikan.

2. Selalu membicarakan diri sendiri

ilustrasi membicarakan diri sendiri (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Ketika kita selalu membicarakan diri sendiri, kita menunjukkan bahwa kita tidak tertarik pada apa yang orang lain katakan atau rasakan. Misalnya saja, jika temanmu bercerita tentang pengalamannya dan kamu terus-menerus menyela dengan cerita tentang dirimu sendiri, itu menunjukkan bahwa kamu tidak peduli dengan cerita mereka. Kebiasaan ini membuat orang merasa bahwa mereka tidak didengarkan dan tidak dihargai.

Selain itu, terlalu fokus pada diri sendiri bisa membuat kita melewatkan kesempatan untuk belajar dari pengalaman orang lain. Setiap orang memiliki cerita dan perspektif yang unik, dan mendengarkan mereka bisa memperkaya pemahaman kita tentang dunia. Saat kamu selalu membicarakan diri sendiri, kita kehilangan kesempatan untuk memahami dan menghargai perasaan dan pandangan orang lain.

3. Tidak mau menerima kritik

ilustrasi tidak mau menerima kritik (pexels.com/Timur Weber)

Tidak mau menerima kritik adalah salah satu kebiasaan yang paling jelas menunjukkan ketidakpekaan sosial. Ketika kita tidak mau mendengarkan kritik atau saran dari orang lain, hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kita tidak peduli dengan perspektif mereka. Sebagai gambaran, jika bosmu memberikan masukan tentang kinerjamu dan kamu langsung defensif atau mengabaikannya, itu menunjukkan bahwa kamu tidak menghargai pendapat mereka.

Lebih jauh lagi, tidak mau menerima kritik bisa menghambat perkembangan pribadi maupun profesional. Kritik yang konstruktif adalah alat yang penting untuk perbaikan dan pertumbuhan diri. Dengan mengabaikan kritik, kita melewatkan kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Selain itu, kebiasaan ini bisa membuat orang lain enggan memberikan masukan yang bisa sangat berguna bagi kita. Hal ini pula yang akibatnya membuat kita tumbuh jadi sosok yang tone deaf.

4. Kurang berempati

ilustrasi kurang berempati (pexels.com/SHVETS production)

Empati merupakan sebuah kemampuan untuk memahami dan juga berbagi perasaan dengan orang lain. Tanpa empati, kita cenderung hanya fokus pada diri sendiri dan mengabaikan perasaan orang lain. Misalnya, ketika seseorang berbagi kesedihannya dan kita merespons dengan sikap acuh tak acuh, ini menunjukkan kurangnya empati dan bisa membuat orang tersebut merasa tidak dihargai. Empati membantu kita untuk lebih memahami orang lain dan menunjukkan bahwa kita peduli.

Kurangnya empati juga bisa terlihat dari cara kita bereaksi terhadap situasi orang lain. Contohnya, ketika seseorang mengalami kesulitan dan kita hanya memberikan nasihat tanpa mencoba memahami perasaannya, ini bisa dianggap tidak peka. Untuk meningkatkan empati, cobalah untuk benar-benar mendengarkan dan memahami perasaan orang lain sebelum memberikan respons. Berusaha untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang mereka rasakan akan membantu kita menjadi lebih peka dan peduli.

5. Kurang menjaga etika dan norma sosial

ilustrasi kurang norma dan etika (pexels.com/Yan Krukau)

Kebiasaan terakhir yang bisa membuat seseorang menjadi tone deaf adalah kurang menjaga etika dan norma sosial. Setiap komunitas atau lingkungan memiliki aturan dan norma yang berbeda, dan penting untuk memahaminya agar bisa berinteraksi dengan baik. Misalnya, dalam lingkungan kerja, ada etika tertentu yang harus diikuti seperti berpakaian rapi, datang tepat waktu, dan bersikap profesional. Jika kamu tidak mematuhi aturan-aturan ini, kamu bisa dianggap tidak peka dan tidak menghargai lingkungan kerjamu.

Tidak menjaga etika dan norma sosial juga bisa membuatmu terlihat tidak sopan dan tidak menghargai orang lain. Misalnya, dalam pertemuan keluarga, berbicara terlalu keras atau menggunakan kata-kata kasar bisa membuat orang lain merasa tidak nyaman. Hal ini menunjukkan bahwa kamu tidak peka terhadap norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu, penting untuk selalu memperhatikan etika dan norma sosial agar kamu bisa berinteraksi dengan baik dan dihargai oleh orang lain.

Menjadi tone deaf adalah sesuatu yang bisa dihindari dengan memperbaiki beberapa kebiasaan buruk. Dengan menyadari dan memperbaiki kebiasaan-kebiasaan ini, kamu bisa menjadi lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan membangun hubungan sosial yang lebih baik. Ingat, menjadi peka dan peduli terhadap orang lain adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh empati. Jadi, mari kita mulai berubah dan menjadi pribadi yang lebih peka serta peduli terhadap sekitar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us