Sudah 996 Orang di Sulsel Jalani Program Isolasi COVID-19 di Hotel

Dinilai sebagai cara tepat menekan penularan kasus COVID-19

Makassar, IDN Times - Program isolasi hotel atau rekreasi duta COVID-19 yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kini telah memasuki hari ke-32. Menurut laporan harian pelaksanaan program duta COVID-19 Sulsel hingga 21 Mei 2020, jumlah peserta yang masuk program ini berjumlah 996 orang.

Namun sudah ada sebanyak 435 orang peserta yang keluar yakni sebanyak 424 orang telah dinyatakan sehat/selesai pemantauan di mana 47 orang di antaranya sembuh dari hasil swab positif, dan sebanyak 11 orang di antaranya dirujuk ke rumah sakit.

Jumlah peserta aktual pun kini berjumlah 561 orang yang terdiri dari 265 laki-laki dengan jumlah 53 orang merupakan anak di bawah 18 tahun, dan 296 perempuan dengan 22 orang di antaranya merupakan anak di bawah 18 tahun.  Mereka tersebar di empat hotel yang berbeda yaitu Swiss-Belhotel, Hotel Almadera, Hotel Harper, dan Hotel Remcy. 

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulsel yang juga penanggung jawab program rekreasi duta COVID-19 ini, Husni Thamrin, mengatakan program ini sangat efektif membantu pemerintah dalam menangani kasus COVID-19 di Sulsel.

"Karena yang dikarantina adalah ODP (orang dalam pemantauan) dan OTG (orang tanpa gejala) yang merupakan sumber penularan di masyarakat," kata Husni Thamrin singkat via Whatsapp, Jumat (22/5).

1. Program isolasi hotel disebut cukup inovatif meski bukan strategi baru

Sudah 996 Orang di Sulsel Jalani Program Isolasi COVID-19 di HotelSantri Ponpes Temboro jalani isolasi program Wisata COVID-19 di Hotel, Makassar. (IDN Times/Pemkot Makassar)

Health Officer UNICEF Kantor Makassar, Dr Muliana Muhiddin MPH, mengatakan, strategi karantina terpusat yang dilakukan Pemprov Sulsel ini memang bukan hal baru dalam hal penanganan wabah dan pandemik. Namun program ini disebutnya cukup inovatif karena beberapa hal. 

Pertama, program ini tidak hanya bertujuan untuk sekadar karantina melainkan peserta diberikan edukasi mengenai COVID-19 dan dilatih menjadi kader dan duta COVID-19 sehingga akan menjadi edukator handal di masyarakat ketika mereka telah kembali. 

Kedua, program ini tidak hanya memantau kesehatan fisik dan gizi dari peserta saja tetapi juga memberikan dukungan psikososial dan melakukan pendekatan karantina secara humanis. Keadaan psikis dan kesehatan mental peserta dipantau dan dilakukan penyaringan awal untuk menilai keadaan mereka, terutama untuk peserta yang tergolong masih usia anak dan remaja. 

"Ketiga, fasilitas yang diberikan sangat memadai dan nyaman karena di hotel. Peserta merasa sebagai tamu, bukan seperti pasien di rumah sakit. Tenaga medis di hotel sudah lengkap, yang siap melayani peserta dan mereka sudah dilatih termasuk dalam pengendalian dan pencegahan infeksi," kata Dr Muliana.

2. Dinilai sebagai cara tepat menekan penularan kasus COVID-19

Sudah 996 Orang di Sulsel Jalani Program Isolasi COVID-19 di HotelIlustrasi ruang isolasi (Hendra Simanjuntak/IDN Times)

Lebih lanjut, Dr Muliana juga menilai bahwa program ini merupakan cara tepat untuk menurunkan kasus dan menekan penularan atau biasa disebut dengan istilah melandaikan kurva. Selama ini, OTG dan ODP kebanyakan melakukan isolasi mandiri yang bersifat sukarela, sehingga kurang efektif dalam menghentikan penularan karena pemantauan susah dilakukan di rumah. 

Selain itu, budaya Sulsel yang menganut kekeluargaan, terkadang dalam rumah ada dua hingga tiga KK yang tinggal. Padahal, 80-85 persen orang yang terkena COVID-19 adalah tidak bergejala sampai bergejala ringan saja (OTG dan ODP) dan kebanyakan tidak terdeteksi. Mereka pun bebas berjalan-jalan di masyarakat dan menjadi carrier yang dapat membawa virus untuk ditularkan ke keluarga dan masyarakat. 

Kebanyakan kasus di Sulsel,, kata dia, adalah dari klaster kontak serumah dan kontak erat kegiatan sosial. Dengan demikian, jika pemerintah mampu melakukan karantina terhadap OTG dan ODP ini, maka dalam satu atau dua bulan ke depan kasus dapat menurun secara cepat. Dengan strategi yang membatasi gerak hanya untuk orang yang suspek dan sakit, mungkin nantinya social distancing tidak perlu lagi dilakukan secara ketat.

"Strategi ini kemudian menjamin kelanjutan kegiatan rutin, ekonomi dan layanan-layanan esensial lainnya. Tentu saja, kerja sama dan usaha dari Gugus Tugas Kabupaten/Kota dibutuhkan agar program ini berhasil. Mereka harus aktif untuk mendeteksi OTG dan ODP dan menindaklanjuti untuk diikutkan dalam program ini," katanya.

Baca Juga: Pemprov Sulsel Gratiskan ODP Corona Isolasi Mandiri di Hotel Mewah

3. Program duta COVID-19 jadi strategi karantina terpusat

Sudah 996 Orang di Sulsel Jalani Program Isolasi COVID-19 di HotelIDN Times/M Faiz Syafar

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ichsan Mustari mengatakan, strategi penanganan COVID-19 melalui program isolasi hotel ini dilakukan untuk menghindari terbentuknya episentrum baru di daerah lain selain Makassar, Gowa, dan Maros sehingga daerah lainnya bisa segera steril dari COVID-19. Selain itu, memusatkan perawatan dan isolasi di Makassar juga diyakini dapat mengurangi tingkat keterpaparan terutama untuk tenaga medis yang harus dilindungi. 

"OTG dan ODP tidak perlu diisolasi di rumah sakit, karena rumah sakit akan overload dan tenaga medis akan banyak yang terpapar. Hanya orang yang dengan gejala berat, yang akan ditempatkan di rumah sakit," jelas Ichsan.

Menurutnya, tidak semua rumah sakit harus merawat pasien COVID-19 karena jika hal itu terjadi maka akan berpotensi melumpuhkan pelayanan esensial lainnya. Masyarakat pun otomatis akan merasa takut dan was-was saat ke rumah sakit.

"Rumah sakit non-COVID-19 dapat fokus memberikan pelayanan lain yang tidak kalah pentingnya. Jangan nanti setelah pandemik ini, muncul masalah baru seperti tingginya kematian ibu akibat banyak ibu-ibu yang tidak dapat melahirkan di fasilitas kesehatan," katanya.

Baca Juga: 931 Warga di Sulsel Ikut Program Isolasi COVID-19 di Hotel, 414 Sembuh

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya