Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Sulsel Didominasi KDRT

Terjadi 1.966 kasus kekerasan sepanjang tahun 2020

Makassar, IDN Times - Kasus kekerasan pada perempuan dan anak masih menjadi 'PR' besar di Sulawesi Selatan. Sebab di tahun 2020, angka kekerasan terbilang besar.

Simfoni Informasi Online (Simfoni) Perlindungan Perempuan dan Anak menunjukkan, tercatat 1.966 kasus kekerasan sepanjang 2020. Angka itu sedikit naik dibandingkan tahun sebelumnya.

"Memang ada meningkat 32 kasus dibandingkan tahun sebelumnya," kata Kepala UPT Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Sulsel, Meisy Papayungan, melalui sambungan telepon, Selasa (23/2/2021).

Baca Juga: PHI: Kekerasan Seksual Berbasis Online Makin Marak Terjadi

1. Kekerasan paling banyak terjadi di rumah tangga

Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Sulsel Didominasi KDRTIlustrasi kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Merujuk data Simfoni PPA, kekerasan terhadap perempuan dan anak umumnya terjadi pada orang terdekat. Hal itu terlihat dari 453 kasus yang pelakunya merupakan adalah suami atau istri. 

Kasus kekerasan juga paling banyak terjadi di rumah tangga. Berdasarkan tempat kejadian, 896 kasus terjadi di rumah tangga, dengan jumlah 908 orang korban.

Meisy mengakui bahwa pandemik COVID-19 yang terjadi selama setahun terakhir memicu peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulsel.

"Kalau kekerasan itu kan sebetulnya tidak melihat musim. Tapi memang ada juga pengaruhnya karena di masa pandemik ini malah KDRT itu meningkat. Perceraian juga meningkat," kata Meisy.

2. Kekerasan fisik masih mendominasi

Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Sulsel Didominasi KDRTIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)

Kekerasan fisik masih menempati urutan pertama soal jenis kekerasan dengan jumlah 1.156 kasus. Lalu menyusul kekerasan psikis sebanyak 530 kasus dan kekerasan seksual 523 kasus.

Sayangnya, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, masih banyak kendala yang dihadapi, utamanya dalam kasus kekerasan seksual. Meisy mengungkapkan penanganan untuk kasus kekerasan seksual sering memakan banyak waktu. 

Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, kata Meisy, proses hukum biasanya cepat ditangani. Tapi kondisi itu berbeda jika terjadi pada perempuan dewasa. 

"Karena biasanya dianggap suka sama suka dan tidak ada saksi yang melihat langsung sehingga biasanya terkendala di penyediaan saksi," kata Meidy.

3. Kekerasan paling banyak di Makassar

Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Sulsel Didominasi KDRTIlustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Seperti tahun lalu, Kota Makassar masih menempati urutan tertinggi untuk kasus kekerasan perempuan dan anak. Sepanjang 2020, tercatat ada 1.120 kasus. Jika dibandingkan dengan Kota Parepare yang ada di urutan kedua dengan jumlah 136 kasus, perbandingan itu tentu kontras.

Menurut Meisy, tingginya angka kasus tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi Makassar sebagai kota metropolitan. Ditambah juga dengan penduduk Makassar yang memang lebih banyak dari daerah lain di Sulsel.

"Kalau kita lihat jumlah penduduk, kan memang jumlah penduduk Kota Makassar itu memang jauh lebih tinggi. Kalau kita lihat kan sekitar 30 persen penduduk Sulsel ada di Makassar," kata Meisy.

Namun, kata Meisy, kasus di Makassar sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh orang Makassar saja. Pelakunya bisa saja datang dari luar daerah tapi kasus kekerasannya terjadi di Makassar.

"Meskipun sebetulnya banyak yang berkonflik di dalamnya, banyak korban, atau pelaku tapi ini orang dari kabupaten kota. Tapi kejadiannya di Makassar. Kita mencatatkan berdasarkan tempat kejadian. Tapi memang jumlah kasusnya lebih banyak di Makassar," katanya.

4. Korban kekerasan akan mendapatkan pendampingan

Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Sulsel Didominasi KDRTIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih jauh Meisy menjelaskan bahwa pihaknya di UPT PPPA selalu siap memberikan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Sebagian besar, korban melaporkan langsung kekerasan yang dialaminya. 

Jika kondisi korban mengalami babak belur, maka korban akan diberi penanganan kesehatan terlebih dahulu. Jika tidak ada yang urgen soal kesehatan maka korban bisa langsung mendapatkan pendampingan hukum untuk melapor ke kepolisian.

"Kalau misalnya dia dalam kondisi tidak aman, perlu diamankan di Rumah Aman, kami akan sediakan. Rumah Aman ini ada, memang dirahasiakan tapi masih dalam kota," kata Meisy.

Baca Juga: Catatan Kekerasan Seksual Komnas Perempuan pada Penyandang Disabilitas

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya