TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Di DPRD, WALHI Sulsel Beberkan Dampak Buruk Tambang PT Vale di Lutim

WALHI serukan penghentian pertambangan PT Vale Blok Sorowako

WALHI Sulsel menyatakan sikap soal PT Vale dalam RDP di DPRD Sulsel. (Dok. WALHI Sulsel)

Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan memaparkan penyataan sikap mengenai dampak sosial dan lingkungan sejak PT Vale beroperasi di Blok Sorowako, Luwu Timur. Pernyataan dibacakan dalam rapat dengan pendapat (RDP) di DPRD Sulsel, Kamis (24/3/2022).

"Kita semua tahu, bahwa PT Vale telah mengeksploitasi sumber daya alam kita di Blok Sorowako selama 53 tahun. Lalu apa yang masyarakat dan daerah dapatkan dari kegiatan tambang PT Vale?," kata Herli, Staf Departemen Pengorganisasian Rakyat WALHI Sulsel, mengawali pemaparan pernyataan sikapnya.

RDP di DPRD Sulsel tersebut, membahas mengenai limbah kayu dan limbah industri PT Vale. Dewan juga mengundang sejumlah pihak, antara lain pemerintah Kabupaten Luwu Timur, Direksi PT Vale Indonesia, dinas terkait, hingga pakar lingkungan. Namun direksi perusahaan yang seharusnya hadir, justru hanya mengutus pejabat direktur.

Baca Juga: Legislator Soroti Dugaan Pencemaran PT Vale di Luwu Timur

1. WALHI sebut PT Vale tidak transparan

WALHI Sulsel menyatakan sikap soal PT Vale dalam RDP di DPRD Sulsel. (Dok. WALHI Sulsel)

WALHI Sulsel membeberkan situasi di Sorowako, bahwa saat ini masyarakat pesisir di bantaran Sungai Malili, masyarakat adat Dongi, serta masyarakat yang tinggal di area lingkar tambang terus memperjuangkan hak-hak dasarnya melalui protes berhari-hari.

Namun, protes tersebut diabaikan begitu saja oleh PT Vale Indonesia. Bahkan, kata Herli, tiga aktivis yang memperjuangkan haknya malah dijebloskan ke penjara.

Selain kondisi terkini, dalam pernyataan sikap tersebut WALHI Sulsel turut menyoroti keterbukaan informasi publik yang tak transparan. Di antaranya kata Herli, soal rencana kerja pertambangan, rencana dan hasil pemantauan dan pengelolaan serta pemulihan lingkungan PT Vale, hingga rencana dan hasil pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan pengamatan WALHI Sulsel, tidak didapatkan oleh publik.

"PT Vale Indonesia sejak lama menutup informasi publik kepada masyarakat adat dan lokal di area tambangnya. Maka menurut kami, PT Vale telah mengabaikan hak asasi masyarakat adat dan lokal di area tambang nikel tersebut," ungkap staf Departemen Pengorganisasian Rakyat WALHI Sulsel ini.

Baca Juga: BEM Unhas Desak Rektor Mundur dari Jabatan Komisaris PT Vale

2. Sumber produksi dari energi kotor batubara

Proses reklamasi sedimen/pengerukan sedimen di salah satu kolam pengendapan PT Vale. IDN Times / PT Vale

Herli menambahkan, kondisi ini juga yang membuat masyarakat adat dan lokal di lingkar tambang PT Vale akan terus berdemo menuntut perusahaan untuk bertanggung jawab. WALHI Sulsel juga menyoroti penggunaan energi kotor batubara untuk produksi nikel perusahaan ini.

Menerut WALHI, praktik perusahaan di lapangan sangat kontras atau bertentangan dengan pernyataan dari Presiden PT Vale Indonesia beberapa waktu lalu, yang berkomitmen menjaga bumi. "Faktanya, PT Vale berkontribusi memproduksi emisi yang besar dari penggunaan batubara," ungkap Herli.

Saat ini, jelas Herli, 60 persen energi PT Vale untuk memproduksi nikel bersumber dari energi kotor batubara. Di sisi lain, PT Vale Indonesia juga disebut terus melakukan deforestasi untuk kegiatan tambang tanpa dibarengi dengan pemulihan lingkungan.

Baca Juga: DPRD Sulsel Usir Direktur PT Vale saat Rapat Dengar Pendapat

Berita Terkini Lainnya