TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Walhi-JATAM Desak KPK Usut Dugaan Kongkalikong Nurdin di Proyek MNP

Nurdin Abdullah menerbitkan izin tambang pasir laut

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Makassar New Port, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (11/7/2019). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Penetapan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka atas kasus dugaan suap sejumlah proyek infrastruktur, mengejutkan publik di Sulsel. Bagaimana tidak, Nurdin selama ini dikenal sebagai gubernur yang berprestasi. Kini, hal itu seolah tinggal cerita.

Prestasi-prestasi itu seketika menguap tatkala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Nurdin Abdullah pada Minggu 28 Februari 2021 dini hari. Dia menjadi tersangka karena diduga menerima suap senilai Rp5,4 miliar dari sejumlah kontraktor untuk memuluskan proyek-proyek di Sulsel. 

Salah satu proyek yang menjadi sorotan dengan adanya peristiwa ini adalah Proyek Makassar New Port. Padahal proyek ini tidak termasuk dalam daftar proyek yang disebutkan KPK.

Sorotan ini berawal saat Nurdin Abdullah terjerat OTT sehari sebelum KPK mengumumkan statusnya sebagai tersangka. Warga Pulau Kodingareng yang terdampak aktivitas tambang pasir laut menyuarakan agar proyek reklamasi MNP turut diusut.

1. Kolega Nurdin diduga terlibat dalam proyek MNP

Perairan di sekitar Makassar New Port. IDN Times/Istimewa

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel yang selama ini mendampingi nelayan Kodingareng menilai, Nurdin Abdullah berperan penting dalam proses terbitnya perizinan proyek tambang pasir laut di perairan Makassar. 

"Di dalam laporan Tempo di tahun 2020 lalu, kita juga pernah membaca bagaimana Tempo sudah melakukan investigasi mendalam tentang keterlibatan Gubernur dan koleganya dalam proyek tambang pasir laut. Dan gubernur saat itu tidak mengakui bahwa dia mengenal salah seorang pemilik daripada perusahaan tambang pasir laut," kata Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amien dalam diskusi virtual, Sabtu 27 Februari.

Masih jelas dalam ingatan ketika sekelompok nelayan Pulau Kodingareng mendatangi Kantor Gubernur Sulsel pada 10 September 2020 lalu. Kala itu mereka datang hendak bertemu dengan Gubenur Nurdin Abdullah. Mereka menggelar aksi teatrikal bahkan menginap di depan kantor gubernur, tapi tak kunjung ditemui oleh Nurdin.

Namun itu tak menyurutkan niat nelayan mendesak Nurdin mencabut izin tambang pasir laut yang beraktivitas di wilayah tangkap nelayan. Pasalnya, penghasilan mereka mulai menurun sejak adanya aktivitas tambang pasir. Bahkan sejak kapal penambang pasir sudah tidak ada, efek jangka panjang pun tetap mereka rasakan.

Adapun dugaan keterlibatan Gubernur Sulsel pada proyek tambang pasir laut yaitu menerbitkan izin usaha pertambangan kepada 4 perusahaan di wilayah tangkap nelayan. Dua perusahaan yaitu PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur dimiliki oleh kolega Nurdin Abdullah. PT Banteng Laut Indonesia juga ditetapkan sebagai pemegang tender pengadaan pasir laut.

"Oleh karena itu, kami mengapresiasi setiggi-setingginya kepada KPK yang sudah melakukan penegakan hukum yang tepat dengan menangkap dan memeriksa gubernur Sulsel atas dugaan tindak pidana korupsi yang dia tangani," kata Amien.

Baca Juga: Merasa Diabaikan, Warga Kodingareng Kirim Surat ke Gubernur Sulsel

2. JATAM dorong KPK usut proyek MNP

Kondisi perairan di sekitar Makassar New Port. IDN Times/Istimewa

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) juga angkat bicara perihal kasus yang menjerat Nurdin Abdullah. Koordinator Jatam, Merah Johansyah, menilai dugaan kasus gratifikasi proyek yang dilakukan Nurdin Abdullah tidak berdiri sendiri. 

Menurutnya kasus itu juga terkait dengan krisis kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh proyek perizinan pertambangan dan proyek pembangunan MNP.

Merah menyatakan pihaknya akan mendorong KPK untuk mengembangkan kasus tersebut ke dugaan kongkalikong proyek MNP atau proyek yang berkaitan dengan penambangan pasir laut di perairan Kodingareng.

"Tentu saja ini adalah cerita di balik ambisi dari proyek strategis nasional," kata Merah dalam diskusi yang sama. MNP merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di Kota Makassar. Proyek ini membutuhkan pasir untuk reklamasi. Sayangnya, hal itu merugikan nelayan Kodingareng. 

"Karena itu terhubung dengan isu perampasan ruang hidup para nelayan di Pulau Kodingareng yang menumbalkan warga, penghidupannya dirampas. Mereka tidak bisa lagi melaut sejak penambangan terjadi," katanya.

Baca Juga: Gubernur Ditangkap KPK, Warga Kodingareng Ungkit Tambang Pasir

Berita Terkini Lainnya