TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

WALHI Beri Kartu Kuning ke Gubernur Sulsel soal Kerusakan Lingkungan

WALHI desak Nurdin Abdullah sungguh-sungguh bekerja

WALHI menunjukkan rekomendasi untuk Gubernur Sulsel saat konferensi pers catatan akhir tahun di sekretariatnya, Rabu (30/12/2020). IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyampaikan sederet masalah dugaan perampasan ruang, perusakan lingkungan dan pemiskinan rakyat, dalam konferensi pers catatan akhir tahun di Makassar, Rabu (30/12/2020).

WALHI menyebut masalah tersebut merupakan akibat dari dugaan praktik kejahatan yang disebut melibatkan negara dan korporasi, khususnya di Sulsel. Dalam catatan WALHI, ada 12 kasus perusakan lingkungan sepanjang 2020. Mereka pun meminta Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah menyelesaikan rentetan masalah ini. 

Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amien, bahkan memberikan 'kartu kuning' untuk Gubernur Sulsel. Pasalnya dia menilai Gubernur Nurdin selama ini hanya fokus pada pencitraan dirinya saja sehingga tidak peduli pada rakyat yang menjadi korban perusakan lingkungan oleh sejumlah korporasi.

"Jangan terlalu pencitraan di media. Hentikan pencitraan dan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk keselamatan dan masa depan rakyat," ucap Amin pada kesempatan tersebut.

1. Kerugian materiel masyarakat meningkat selama pandemik

WALHI Sulsel merilis catatan akhir tahun 2020 di sekretariatnya, Rabu (30/12/2020). IDN Times/Asrhawi Muin

Amin mengatakan tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi masyarakat, termasuk Sulsel. Bukan saja karena ada bencana pandemik COVID-19 tapi juga ada masyarakat yang sedang berjuang mempertahankan ruang hidupnya yang telah dirampas oleh korporasi. 

Dia berpendapat bahwa seharusnya pemerintah menjadi pihak utama dalam mengelola negeri ini. Tapi yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Persitiwa bencana yang sarat konflik lingkungan malah terjadi di masa pandemik COVID-19. Hal ini pun menjadi kekecewaan tersendiri bagi masyarakat yang terdampak.

"Di saat kita harus menjaga kesehatan, mereka malah menciptakan konflik yang merugikan rakyatnya sendiri. Maka tidak lepas dari satu praktik jahat yang diinisiasi negara dan korporasi," ucapnya.

Amin mengungkapkan kekecewaannya untuk Nurdin Abdullah. Pasalnya, kerugian materiel yang dialami korban perampasan ruang hidup dan kerusakan lingkungan mencapai Rp8 triliun lebih. Jumlah kerugian ini, jelas Amin, bertambah 4 kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai Rp2,3 triliun.

"Kecewa dengan Bapak Nurdin Abdullah karena seharusnya kita menjaga kesehatan tapi sebaliknya di masa pandemik ini perampasan ruang malah semakin masif sehingga kami tidak bisa berdiam diri di rumah," katanya.  

Baca Juga: WALHI Desak Pemerintah Segera Siapkan Mitigasi Bencana di Sulsel

2. WALHI menyebut kerusakan lingkungan tidak lepas dari campur tangan pemerintah

Aktivitas masyarakat Pulau Kodingareng. IDN Times/Walhi Sulsel

Amin menjelaskan bahwa penyebab terbesar kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi tidak lepas dari campur tangan pemerintah yang memberi kemudahan dalam perizinan praktik-praktik yang berdampak pada kerusakan lingkungan.

WALHI menyebutkan sejumlah aktor yang berperan dan terlibat dalam praktik perampasan ruang, perusak lingkungan yang dinilainya memiskinkan rakyat Sulsel selama pandemik COVID-19. Mereka adalah Gubernur Sulsel sebagai pembuat aturan dan pemberi izin dan bupati/wali kota sebagai pengawas dan penegak aturan yang lemah.

Selanjutnya, ucap Amin, BUMN sebagai pihak yang mengerjakan proyek tanpa konsultasi dan menghormati masyarakat lokal, menyerobot dan merusak tanaman masyarakat. Kemudian perusahaan swasta trans nasional dan perusahaan swasta lokal yang mencemari lingkungan. 

Amin juga menyentil kolega Gubernur Sulsel sebagai pihak yang melakukan monopoli usaha dan mengatur tender. Aparat kepolisian juga tak luput dari kritik WALHI yang dinilai sebagai pihak yang disebut melakukan kriminalisasi rakyat dan melindungi pelaku kejahatan lingkungan.

Seharusnya, kata Amin, negara menerbitkan peraturan yang mengakomodasi semua kepentingan, baik minoritas, mayoritas, yang berduit, dan yang miskin. Tapi faktanya, Amin menerangkan, negara sebagai regulator malah menerbitkan peraturan yang bertentangan dengan rakyat.

"Menerbitkan izin tanpa persetujuan masyarakat. Tidak juga dilakukan konsultasi secara bermakna. Itu yang dianggap sebagai praktik kejahatan bernegara. Pemerintah harus dievaluasi," ucapnya.

Baca Juga: 12 Kasus Perusakan Lingkungan di Sulsel Rugikan Masyarakat Rp8 Triliun

3. Rekomendasi dari WALHI untuk Gubernur Sulsel, Kapolda dan korporasi

WALHI menunjukkan rekomendasi untuk Gubernur Sulsel saat konferensi pers catatan akhir tahun di sekretariatnya, Rabu (30/12/2020). IDN Times/Asrhawi Muin

Untuk itu, WALHI Sulsel memberikan rekomendasi untuk Gubernur Sulsel, Kapolda Sulsel, dan organisasi perusahaan. 

Rekomendasi untuk Gubernur Sulsel:

1. Hentikan pelibatan kolega dan keluarga dalam proyek-proyek pembangunan yang bersumber dari dana APBN/APBD;
2. Lindungi rakyat (petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan) Sulawesi Selatan beserta wilayah kelola dan lingkungan hidupnya;
3. Cabut izin-izin usaha yang mengancam wilayah kelola masyarakat;
4. Hentikan perampasan ruang hidup masyarakat Sulawesi Selatan;
5. Revisi Perda RZWP3K dan stop pembahasan ranperda RTRW Sulsel;
6. Tumbuh kembangkan investasi lingkungan hidup (pengembangan ekonomi berbasis kelola rakyat) di Sulawesi Selatan.

Rekomendasi untuk Kapolda Sulsel:

1. Hentikan kriminalisasi rakyat yang berjuang atas lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia;
2. Evaluasi seluruh kinerja Polres se-Sulawesi Selatan terkhusus di Kabupaten Pinrang, Bone, Sidrap, dan Luwu Timur;
3. Kembalikan marwah kepolisian sebagai pengayom dan pelindung rakyat;
4. Polisi bukan milik Gubernur-Bupati, Polisi bukan budak pengusaha;
5. Polisi harus melindungi rakyat dan menegakkan hukum.

Rekomendasi kepada korporasi:

1. Hormati hak-hak masyarakat lokal adat sebelum menjalankan bisnis;
2. Hormati sikap menolak warga/masyarakat terhadap rencana bisnis dan investasi;
3. Patuhi prinsip-prinsip HAM dalam menjalankan bisnis;
4. Patuhi seluruh aturan negara terkait perlindungan lingkungan hidup dan sosial;
5. Jalankan sistem perlindungan lingkungan dan sosial di Sulawesi Selatan;

6. Jalankan konsultasi publik secara bermakna di tengah-tengah masyarakat sebelum mengoperasikan usaha.

Baca Juga: Riset WALHI: Millennial dan Gen Z Paham Ekosida adalah Pelanggaran HAM

Berita Terkini Lainnya