TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengamat Ekonomi Unhas: Sembako Kena PPN akan Menyulitkan Rakyat

PPN sembako tidak adil bagi masyarakat kecil

Ilustrasi pembeli berbelanja dengan sekat tirai pelindung plastik pada kios jualan di Pasar Kaget Borong Indah, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/5/2020). ANTARA FOTO/Arnas Padda

Makassar, IDN Times - Wacana Kementerian Keuangan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kebutuhan pokok atau sembako dari 10 menjadi 12 persen dinilai tidak tepat. Apalagi dalam situasi pandemik COVID-19 yang juga belum mereda.

Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin Anas Anwar Makkatutu menjelaskan, beban negara di tengah pandemik memang akan berkurang dengan menaikkan pajak. Tapi di sisi lain, kata dia, masyarakat pasti akan kesulitan memenuhi kebutuhan rumah tangga akibat dari pengenaan PPN sembako.

"Itu kan akan memaksa. Masyarakat akan kesulitan karena di situasi sekarang pendapatannya kurang, bahkan mungkin tidak ada pendapatan, sementara barang harus dibeli dengan harga mahal," kata Anas saat dihubungi IDN Times via telepon, Minggu (20/6/2021).

1. Menaikkan pajak dianggap tidak adil dan memaksa

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam kondisi seperti saat ini, kata Anas, salah satu cara untuk menutupi defisit APBN akibat pandemik COVID-19 memang dengan cara menambah pendapatan negara. Akan tetapi, menambah pendapatan dengan cara menaikkan pajak justru bersifat memaksa di saat yang sangat tidak tepat. Masyarakat yang sudah sulit secara ekonomi masih harus dipaksa membayar pajak.

Menaikkan pajak juga harus berdasarkan asas keadilan, menurut Anas. Namun begitu, Anas menilai sembako yang dikenakan pajak sama sekali tidak adil jika di sisi lain ada barang mewah yang justru tidak dikenakan pajak.

"Sembako adalah bahan primer yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi dalam kondisi sekarang ini pasti masyarakat akan semakin kesulitan," imbuhnya.

Baca Juga: Kemenkeu: Beli Sembako di Pasar Tidak Kena PPN

2. Pemerintah seharusnya menangguhkan proyek yang membebani APBN

Ilustrasi anggaran (IDN Times/Arief Rahmat)

Alih-alih menaikkan tarif pajak, pemerintah dinilai perlu mengeluarkan kebijakan alternatif lain yang tidak membebani masyarakat dan tetap bisa memulihkan ekonomi. Sebab, hampir semua negara juga mengalami kesulitan yang sama.

Anas menyebut, kebijakan pemerintah cenderung inkonsisten sejak awal. Sebelumnya, pemerintah mengaku bahwa semua anggaran negara difokuskan untuk penyelesaian pandemik dulu. Tapi faktanya pandemik belum usai tapi pemerintah telah melaksanakan banyak kegiatan lain.

Seharusnya, kata Anas, pemerintah menahan dulu segala proyek lain sehingga tidak terlalu membebani APBN. Jika belum terpenuhi, pemerintah boleh berutang selama utang itu bisa dihitung dengan baik.

"Jadi harus ada prioritas. Yang lain yang tidak prioritas di dalam menangani pandemik ini kita bisa tunda dulu sambil menunggu keadaan menjadi lebih baik," katanya.

Baca Juga: [WANSUS] Catatan Kritis Prof Marsuki untuk Kebijakan Ekonomi Indonesia

Berita Terkini Lainnya