TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

IDI Makassar: Pilkada 2020 Berpotensi Munculkan 10 Juta Kasus COVID-19

Berdasar hitungan positivity rate Indonesia 10 persen

Seorang petugas berjalan di depan baliho pengumuman pendaftaran bakal calon wali kota dan wakil wali kota di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (3/9/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar menyarankan agar Pilkada Serentak 2020 yang digelar di tengah pandemik COVID-19 ini diundur setidaknya sampai situasi kasus melandai. Sejak awal, IDI Makassar termasuk pihak yang sering mengingatkan soal munculnya klaster Pilkada 2020.

Namun faktanya, tahapan pilkada tetap dilaksanakan dengan alasan tetap melaksanakan protokol kesehatan ketat. Di awal September 2020 lalu, IDI Makassar memberi peringatan keras kepada para bapaslon kepala daerah, KPU serta Bawaslu untuk mewaspadai klaster Pilkada 2020.

"Namun tetap KPU tidak bergeming malah kesannya melonggarkan dengan mengizinkan adanya keramaian pesta musik walau dengan catatan 100 orang. Tapi kenyataannya lautan massa yang hadir saat pendaftaran calon kepala daera," kata Humas IDI Makassar, dr Wachyudi Muchsin, melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (20/9/2020).

1. Ketua KPU sudah terpapar COVID-19

Ketua KPU Sulsel Faisal Amir melakukan audiensi dengan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah di Rujab Gubernur, Senin (3/8/2020). Humas Pemprov Sulsel

Sebagai informasi, Pilkada Serentak 2020 akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Tercatat sebanyak 270 daerah yang akan mengikuti kontestasi politik ini.  Khusus di Sulsel ada 12 daerah. 

Menurut Yudi -sapaannya- peringatan IDI ini sudah terbukti dengan adanya 60 bakal calon kepala daerah yang positif terpapar COVID-19 berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan swab. 

"Belum lagi banyaknya komisioner KPU baik pusat serta daerah yang terpapar virus mematikan ini. Terakhir Ketua KPU Sulsel Faisal Amir terpapar, habis mendampingi Ketua KPU RI, Arief Budiman," kata Yudi.

Arief Budiman dinyatakan positif COVID-19 hanya berselang tiga hari setelah kunjungannya ke Makassar pada 15 September lalu. Dia dinyatakan positif pada 18 September. Lalu Faisal Amir dinyatakan positif pada 19 September. 

Baca Juga: IDI Sebut Rencana New Normal Pemkot Makassar Tidak Jelas

2. IDI minta Mendagri berikan sanksi tegas

Humas IDI Kota Makassar dr Wachyudi Muchsin. IDN Times/Istimewa

IDI Makassar pun meminta Menteri Dalam Negeri memberi sanksi tegas bagi pihak yang tak mematuhi protokol kesehatan COVID-19, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 baik itu bapaslon kepala daerah sampai KPU serta Bawaslu.

Soal ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan Pilkada ini tertuang dalam Pasal 11 PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam yakni pandemik virus COVID-19.

Khusus Bawaslu, bisa memakai pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2008 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang memiliki sanksi pidana 1 tahun penjara bagi yang melanggar.

"Penggunaan UU tersebut sangat dimungkinkan mengingat Bawaslu memiliki fungsi penegakan terhadap UU pemilu, pelanggaran etika, pelanggaran administrasi serta pelanggaran undang-undang dalam proses Pilkada di tengah pandemik COVID-19," kata Yudi.

3. Dikhawatirkan jadi bom waktu

Ilustrasi virus corona (IDN Times/Sukma Shakti)

Alasan IDI terus mengingatkan bahaya Klaster Pilkada 2020 memang sangat berdasar. Saat ini, ada 1.468 orang bakal calon kepala daerah di seluruh Indonesia. 

Jika dikali 10 titik selama masa kampanye yakni 71 hari, maka akan menciptakan 1.042.280 titik penyebaran COVID-19 dalam rentang 26 September - 5 Desember 2020. Jika massa yang terlibat di 1.042.280 titik kampanye berjumlah 100 orang sesuai aturan PKPU, maka ada 104 juta lebih orang yang bakal terlibat.

Jika positivity rate Indonesia dihitung 10 persen, maka 10 dari 100 orang yang hadir berpotensi positif orang tanpa gejala. Jika 10 x 1.042.280 titik maka ada 10.422.800 orang yang berpotensi OTG COVID-19 berkeliaran dalam 71 hari kampanye. 

"Wow ini bom waktu dahsyatnya lebih dari bom Hiroshima dan Nagasaki," kata Yudi.

Baca Juga: IDI Makassar Kritik Gubernur soal Pola Penanganan Pasien COVID-19

Berita Terkini Lainnya