IDI Makassar Kritik Gubernur soal Pola Penanganan Pasien COVID-19

Pasien COVID-19 dari luar dibiarkan bertumpuk di Makassar

Makassar, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar mengkritik Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, terkait langkah yang dilakukan soal penanganan pasien COVID-19. Menurut Ketua IDI Makassar dr Siswanto Wahab, pola penanganan yang amburadul sehingga membuat pasien COVID-19 dari daerah lain di Sulsel menumpuk di Makassar.

"Gubernur seolah ingin menjadi superhero yang mampu menangani semua (pasien) di Makassar. Sayang mereka lupa bahwa meskipun pasien disatukan di Makassar, tapi kontaknya tetap ada di daerah," kata Siswanto melalui Humas IDI Makassar, dr Wachyudi Muchsin kepada IDN Times saat dikonfirmasi, Sabtu (4/7/2020).

Baca Juga: Gugus Tugas Sulsel Sesalkan Dokter Rawat Sendiri 190 Pasien COVID-19

1. Rumah sakit di daerah lain seharusnya dioptimalkan

IDI Makassar Kritik Gubernur soal Pola Penanganan Pasien COVID-19Rapid test massal di Makassar, Selasa (12/5). Humas Pemprov Sulsel

Menurut Siswanto, mengevakuasi pasien COVID-19 dari daerah lain ke Makassar berarti memfasilitasi ekspor impor virus antar daerah. Proses evakuasi juga berisiko tinggi terhadap penularan.

Di sisi lain, penanganan terpusat membuat rumah sakit dan hotel isolasi di Makassar penuh. Saat pasien dengan gejala berat yang berdomisili dirawat butuh perawatan, semua fasilitas kesehatan sudah terisi.

"Apalagi OTG, kenapa tidak isolasi mandiri di daerah saja. Padahal RS di daerah juga mampu dan bisa dioptimalkan," katanya.

2. IDI desak pemerintah menghentikan evakuasi pasien COVID-19 dari daerah ke Makassar

IDI Makassar Kritik Gubernur soal Pola Penanganan Pasien COVID-19Gedung Infection Center di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Siswanto atas nama IDI Makassar meminta Gubernur dan Pemerintah Provinsi Sulsel menghentikan evakuasi pasien COVID-19 dari daerah lain ke Kota Makassar. Menurutnya, semua pihak termasuk di daerah luar Makassar harus berperan.

"Kalau tidak, bisa habis tenaga kesehatan di Makassar," ucapnya.

Selain itu, menurut dia, penanganan COVID-19 secara terpusat juga hanya akan berdampak buruk pada upaya tracing di daerah asal.

"Jangan dianggap enteng. Ini juga berpotensi mengaburkan tracing dan cenderung membebaskan masyarakat tanpa peduli protokol kesehatan," Siswanto melanjutkan.

3. Pasien penuh, RS bisa dianggap melakukan perawatan ilegal

IDI Makassar Kritik Gubernur soal Pola Penanganan Pasien COVID-19Ilustrasi rapid test. (Humas Pemprov Sulsel)

Humas IDI Makassar dr. Wachyudi Muchsin mengatakan, saat ini rumah sakit kebingungan karena semua RS rujukan COVID-19 penuh. Demikian pula hotel yang ditunjuk untuk program karantina. 

Kondisi ini, menurutnya, berpotensi berdampak pada perawatan COVID-19 yang ilegal. Sebab rumah sakit di luar daftar rujukan sudah dianggap sebagai RS non COVID-19.

"Ujung-ujungnya, semua klaim Covid kita akan ditolak oleh BPJS sebagai verifikator klaim, karena merawat pasien sementara status RS adalah RS non covid," katanya.

Menurut Wachyudi, IDI Makassar sudah pernah menyuarakan hal ini saat Pemprov sosialiasi soal sistem rujukan COVID-19 yang baru. Tapi sejauh ini belum ada tanda pola penanganan berubah.

"Yang lucu, saat ditanya bagaimana kalo rumah sakit rujukan Makassar penuh, jawabannya sederhana, kita kembali seperti semula, dirawat di daerah," Wachyudi melanjutkan.

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya