TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Perawat Rela Tak Mudik Lebaran karena Jaga Pasien COVID-19

Bertugas sebagai perawat adalah panggilan kemanusiaan

ilustrasi tenaga kesehatan. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Makassar, IDN Times - Mudik lebaran sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Di momen ini, masyarakat umumnya pulang ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga besar buat merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Namun pandemik COVID-19 mengubah segalanya, termasuk kebiasaan mudik. Setidaknya itulah yang dialami oleh Agusnaedi Putra Yahya (33), seorang perawat pelaksana yang bertugas di RS Wahidin Sudirohusodo, Kota Makassar.

Selama 9 tahun berkarier sebagai perawat, laki-laki yang akrab disapa Edhy ini, selalu menyempatkan mudik saat lebaran Idul Fitri. Setiap tahun, Edhy pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Jeneponto. Tapi itu dulu, sebelum ada pandemik COVID-19.

Karena COVID-19, Edhy terpaksa tidak bisa pulang. Bukan karena larangan mudik dari pemerintah, melainkan ada panggilan tugas yang wajib dipenuhi. Dia adalah satu dari ribuan tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien COVID-19.

Kepada IDN Times, Edhy bercerita soal bagaimana panggilan tugas ini harus membuatnya menahan kerinduan terhadap keluarga.

Baca Juga: Cerita Warga Sinjai Mudik Tengah Malam demi Hindari Petugas

1. Merawat pasien COVID-19 jadi pengalaman luar biasa

Ilustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bagi Edhy, merawat langsung pasien yang terpapar COVID-19 adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak, sebelum pandemik mereka bekerja dengan memakai pakaian dinas biasa. Sementara kini dia harus terus memakai baju hazmat atau lebih dikenal sebagai APD (alat pelindung diri).

"APD lengkap tanpa celah sedikit pun dan itu dipakai berjam-jam. Dan pasien pun tidak ada penjaganya, jadi kami sebagai perawat bisa juga dikatakan sebagai keluarga mereka (pasien)," kata Edhy, Selasa (11/5/2021).

Edhy mengaku senang lantaran terpilih sebagai salah satu nakes yang berjuang di garda terdepan membantu pasien COVID-19. Pekerjaan itu baginya adalah tantangan yang harus ditaklukkan, karena tugas mereka berbeda dengan nakes yang lain. Tapi di sisi lain, dia harus rela menahan kerinduan dengan keluarganya.

"Kami pisah dengan keluarga karena kami difasilitasi tempat tinggal khusus sebagai Satgas COVID-19. Jadi otomatis beberapa hari selama merawat pasien COVID-19, kami tidak pernah ketemu dengan istri, anak dan orang tua," katanya.

2. Tidak mudik karena bertugas saat lebaran

Ilustrasi tenaa kesehatan (ANTARA FOTO/Fauzan)

Selama masa pandemik COVID-19, Edhy tetap menjalin komunikasi dengan keluarganya. Biasa melalui telepon atau video call melalui aplikasi WhatsApp. Hal yang membuatnya juga bersyukur karena mereka masih bisa bertemu langsung dengan istri dan anaknya ketika sedang tidak bertugas. 

"Pada saat selesai Satgas COVID-19 juga kami diberikan waktu istirahat untuk beberapa hari. Jadi kami ada waktu untuk ketemu dan kumpul dengan keluarga," kata Edhy.

Namun tahun ini dia harus berbesar hati untuk tidak pulang dulu ke Jeneponto. Karena tepat di Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah nanti, dia harus tetap menjalani tugasnya merawat pasien COVID-19.

"Iya tidak mudik karena kami perawat on time dan kerja sesuai jadwal shift apalagi kita khususnya yang bertugas di Satgas COVID-19 harus menjaga yang namanya kumpul bersama keluarga karena kami kontak erat dengan pasien positif COVID-19 ini," katanya.

Baca Juga: 1330 Kendaraan Diputar Balik Sejak Larangan Mudik di Sulsel

Berita Terkini Lainnya