TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pegiat Mural Makassar Ajak Seniman Bikin Karya Lebih Banyak Lagi

Menghapus mural ciptakan momentum tepat seniman bersuara

Mural "Declare Climate Emergency!" yang dibuat oleh gerakan sipil Extinction Rebellion Indonesia di salah satu sudut Kota Makassar. (Dok. Istimewa)

Makassar, IDN Times - Topik tentang mural dan street art mencuat sebagai perbincangan hangat pada pekan lalu. Bukan hanya karena nilai seni yang terkandung di dalamnya, melainkan respons aparat dan lingkar dalam pemerintahan terkait hal itu.

Salah satunya "404: Not Found", yang menghebohkan publik. Mural di Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang, itu dihapus oleh aparat sebab dianggap mengganggu ketertiban. Hal serupa juga menimpa grafiti "Tuhan Aku Lapar" di Tigaraksa (Kab. Tangerang), mural "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit" di Kabupaten Pasuruan, serta "Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan" di Ciledug (Kota Tangerang).

Faldo Maldini, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), secara terbuka mengkritik "404: Not Found" sebab dibuat tanpa mengantongi izin. Selain itu, para pembuatnya juga sempat dicari Polisi.

1. Argumentasi yang berkembang selama diskusi mural disebut cuma berputar pada aspek legalitas

Salah satu street art jenis Wheat Paste yang ada di Kota Makassar. (Dok. Istimewa)

Meski akhirnya Presiden Joko Widodo menginstruksikan Polri agar lebih "kalem" dalam menyikapi mural bermuatan kritik, beberapa pegiat seni mulai angkat bicara atas polemik ini. Salah satunya Muhammad Akram Sulaiman, salah satu anggota komunitas Extinction Rebellion di Makassar.

Akram, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa aspek legalitas lebih banyak menjadi sudut pandang dalam sepekan terakhir ketimbang cara memandang mural sebagai karya seni.

"Argumentasinya selama ini cuma dari sisi apakah ini legal atau tidak, menyerupai simbol negara atau tidak. Kita tidak pernah masuk ke topik tentang bagaimana menghargai suatu karya, melihat si seniman sebagai pekerja seni yang karyanya harus dihargai. Sangat kontras dengan di luar (negeri)," ungkapnya saat berbicara dengan IDN Times, Rabu (25/8/2021).

Baca Juga: Soal Mural Kritik Jokowi, Mahfud Tantang Masyarakat Buktikan

2. Mural adalah produk proses kesenian yang mengutamakan kebebasan berekspresi

Pengendara melintas di dekat mural bertemakan COVID-19 di Cipulir, Jakarta, Rabu (21/7/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Lebih jauh, ia menyebut perkara isi atau muatan mural sama sekali luput dari proses pengambilan keputusan oleh aparat.

"Argumentasinya di situ-situ saja. Maksudnya Satpol PP punya wewenang, kalau muralnya mau dihapus ya dihapus. Argumentasinya terkesan politis sekali. Lah, wong diskusi ke substansinya saja tidak, sudah mau langsung (ke keputusan) menghapus atau tidak," imbuhnya.

Menyinggung perizinan, ia mengaku sempat mengernyitkan dahi saat mendengar pernyataan bahwa seniman diminta membawa rancangan karya muralnya ke penegak hukum lebih dulu.

"Saya tidak pernah melihat pelaku seni mural minta izin ke Satpol PP atau Kepolisian. Seni itu kan kebebasan," kata Akram.

Baca Juga: Mural Kritik Dihapus Aparat, Demokrat: Ini Bukan Negeri Otoriter

Berita Terkini Lainnya