TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Obituari Lily Yulianti Farid: Penjaga Bara Literasi Indonesia Timur

Lily meninggal dunia di Melbourne, Jumat 10 Maret dini hari

Lily Yulianti Farid. (Dok. Rumata' Artspace)

Makassar, IDN Times - Dunia literasi Makassar kehilangan sosok penting. Lily Yulianti Farid, salah satu inisiator Makassar International Writers Festival (MIWF), mengembuskam napas terakhir di Melbourne pada Kamis malam (9/3/2023) pukul 22.00 WITA, pada usia 51 tahun.

Diketahui ia berjuang melawan kanker ovarium selama satu bulan terakhir. Selepas disalatkan di Masjid Preston, ibu dari satu anak tersebut akan dimakamkan di Nortern Memorial Park pada Sabtu besok (11/3/2023).

Ucapan duka pun mengalir dari sesama seniman. Mulai dari sutradara Riri Riza, penulis Okky Madasari, pakar internet Ivan Lanin, novelis Dewi Lestari, solois Chiki Fawzi, hingga penyair Aan Mansyur. Semuanya merasa kehilangan salah satu figur penjaga bara api literatur Indonesia Timur dan Makassar.

1. Pernah bekerja sebagai jurnalis di Australia dan Jepang

Berdasarkan biodata di buku antologi tulisan Maiasaura (Panyingkul, 2008), Lily Yulianti Farid lahir di Kota Makassar pada 16 Juli 1971. Ia mengaku sudah menyimpan minat yang besar pada tulis menuls sejak masih kecil. Tapi, ia harus menepikan sementara kecintaan pada sastra saat menjadi wartawan penerbitan kamps Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yakni Identitas pada dekade awal 1990-an. Saat itu, ia juga tercaat sebagai mahasiwi Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman.

Setelah meraih gelar akademik, Lily menjadi wartawan Harian Kompas dari tahun 1996 hingga 2000. Tapi, setahun kemudian ia keluar dan memilih melanjutkan pendidikan master untuk studi Gender and Development di University of Melbourne dari 2001 hingga 2004. Isu perempuan memang sudah menjadi minatnya sejak masih kuliah.

Di Melbourne, Lily merasa kerasan. Tapi ia tetap tak jauh dari jurnalistik. Di saat bersamaan dengan studi masternya, ia bekerja sebagai produser di Radio Australia Melbourne. Dan setelah lulus, Lily hijrah ke Jepang untuk menjadi produser Radio Jepang NHK World Tokyo, dari 2004 hingga 2008.

2. Menginisasi situs jurnalisme warga Panyingkul.com pada 2006

Co-founder Rumata' Artspace dan Makassar International Writers Festival, Lily Yulianti Farid. (Instagram.com/lilyyulianti)

Meski berkarier di luar negeri selama 8 tahun, Lily tak pernah lupa dengan kampung halaman. Pada tahun 2006, ia membuat situs jurnalisme warga Panyingkul.com. Di situ, pembaca bisa mendapati sisi lain Makassar yang mungkin tak pernah tersaji dalam laporan media arus utama. Mulai dari kisah perjuangan tukang wanteks, tapol 1966 yang pernah mendekam di Kamp Moncongloe, hingga bissu yang masih menghadapi stereotip.

Lily percaya bahwa citizen journalism adalah cara lain untuk membuat warga bisa berpartisipasi dalam menyebar berita, jauh sebelum kehadiran media sosial yang semakin mempopulerkannya. Tak ayal, situs tersebut justru menjadi wadah munculnya penulis-penulis baru.

"Jurnalisme pada akhirnya tidak bisa lagi dibekukan ke dalam pola relasi yang kaku antara peristiwa-wartawan-narasumber dengan atribut-atribut 'resmi', sebab yang 'resmi' dalam hubungan ketiga elemen tersebut pada akhirnya adalah 'setiap orang'," tulis Lily di pembuka buku Makassar di Panyingkul! (INSISTPress, 2007).

Baca Juga: Lily Yulianti Farid, Penulis Makassar Pendiri MIWF Wafat

Berita Terkini Lainnya