TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Masjid Tua Katangka, Saksi Sejarah Masuknya Islam di Sulsel

Masjid ini dibangun Raja Gowa Sultan Alauddin tahun 1603

IDN Times/Abdurrahman

Gowa, IDN Times - Di bilangan Jalan Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa, terdapat masjid tertua di Sulawesi Selatan (Sulsel). Namanya Masjid Hilal Katangka yang  juga sering disebut Masjid Tua Katangka.

Masjid ini dibangun pada tahun 1603 oleh Sultan Alauddin, Raja Gowa ke-14 yang pertama memeluk agama Islam. Alauddin juga merupakan kakek Pahlawan Nasional Sultan Hasanuddin. 

Salah satu pengurus Masjid Hilal, Harun Rahman Daeng Ngella mengatakan bahwa 80 persen bangunan masjid masih asli dan sama seperti waktu pertama didirikan. Beberapa bagian interior masjid juga tetap dipertahankan, seperti mihrab, mimbar, lubang angin, dan jendela masjid. Demikian juga tembok masjid yang memiliki tebal 120 centimeter dan tiang besi padat yang menopang atap masjid. 

“Kita harus mempertahankan bentuk keasliannya, karena bangunan ini dilindungi Undang-Undang Kepurbakalaan. Ini adalah saksi sejarah awal mula Islam menyebar di Sulawesi Selatan,” kata pria 41 tahun itu. 

Baca Juga: Syekh Yusuf, Ulama Makassar yang Menyebarkan Islam Hingga ke Afrika 

1. Masjid Tua Katangka dahulu dijadikan pusat penyebaran Islam di Sulsel

IDN Times/Abdurrahman

Di masa kejayaan Kerajaan Gowa di awal abad XVII, kata Harun, Sultan Alauddin menjadikan Masjid Tua Katangka sebagai pusat penyebaran agama Islam bagi masyarakat yang dinaungi kerajaan kembar, yakni Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Jadi, peran masjid tidak hanya ini bukan hanya sebagai tempat menunaikan salat semata.

Di sekeliling masjid terdapat makam para raja Gowa. Tidak jauh dari masjid itu juga terdapat makam Sultan Hasanuddin, tepatnya di kampung Palantikang serta makam tokoh penyebar Islam Syekh Yusuf Al Makassari. 

Sebelum Syekh Yusuf berkelana ke Banten dan Aceh, yang kemudian dibuang Belanda ke Sri Lanka dan Afrika Selatan, Syekh Yusuf dibesarkan oleh Sultan Alauddin di sekitar lingkungan Masjid Tua Katangka. Selain itu, tiga ulama dari Minangkabau yang dicatat sejarah sebagai penyebar agama Islam pertama di Sulsel: Datuk ri Tiro, Datuk Ribandang, dan Datuk Patimang berdakwah di Masjid Tua Katangka ini.

“Dahulu kawasan sekitar ini adalah benteng terluas yang dimiliki Makassar sebelum pusat kerajaan dipindahkan ke Benteng Somba Opu. Di dalam kawasan benteng ini terdapat 46 kampung yang dihuni kaum bangsawan Gowa bersama rakyatnya,” tutur Harun. 

2. Masjid Katangka juga menjadi saksi sejarah kejatuhan Kerajaan Gowa

IDN Times/Abdurrahman

Titik kejatuhan Kerajaan Gowa terjadi saat Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian dengan Jenderal Cornelis Speelman dari pihak Belanda pada tanggal 18 November 1667. Meski disebut Perjanjian Perdamaian Bongaya, sebetulnya itu merupakan "deklarasi" kekalahan Kerajaan Gowa terhadap VOC. 

Setelah perjanjian tersebut, sejumlah benteng yang dimiliki Kerajaan Gowa di wilayah pesisir Makassar ikut dihancurkan--ini sekaligus menjadi momentum kejatuhan armada laut Kerajaan Gowa yang menguasai jalur laut perdagangan rempah-rempah dari Maluku hingga ke Temasek (Singapura) dan Johor, Malaysia. 

“Keturunan Raja Gowa dan pasukannya berlindung di lingkungan Masjid Tua setelah istana dan bentengnya dihancurkan Belanda. Masjid ini tidak disentuh oleh penjajah Belanda,” ungkap Harun.

Baca Juga: Nelayan Makassar dan Awal Masuknya Islam di Australia

3. Struktur bangunan masjid memiliki simbol Islam

IDN Times/Abdurrahman

Harun menjelaskan ada beberapa simbol dan lambang Islam yang terdapat dalam bangunan masjid, seperti enam jendela yang diartikan enam Rukun Iman dan lima pintu masjid yang diartikan lima Rukun Islam. 

Harun yang merupakan turunan dari leluhurnya yang ikut menjadi pengurus Masjid Tua tersebut menyebutkan bahwa nama Masjid Hilal Katangka diambil dari nama pohon Katangka. Pohon tersebut dulu tumbuh di sekitar masjid. Kemudian, kayunya dijadikan bahan untuk membangun struktur bangunan--sebelum masjid direnovasi menjadi bangunan yang memiliki dinding tembok. 

Uniknya, pengaruh gaya arsitektur Tiongkok juga dapat ditemukan pada bangunan masjid ini. Mimbar masjid memiliki atap dengan ukiran khas Tiongkok, seperti yang bisa dijumpai di dalam bangunan Kelenteng.

Sementara di bagian jendela-jendela masjid, terdapat ukiran aksara Arab yang ditulis dengan bahasa Makassar. 

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Berita Terkini Lainnya