TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemenag Sulsel: Aturan Pengeras Suara Masjid Demi Keharmonisan

Kemenang memperbarui aturan yang sudah ada sejak 1978

Ilustrasi masjid. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Makassar, IDN Times - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan Khaeroni mengungkapkan bahwa penggunaan pengeras suara masjid diatur demi merawat persaudaraan di masyarakat.

Khaeroni merespons Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Dia mengatakan, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala adalah kebutuhan bagi umat Islam, sebagai salah satu media syiar Islam. Namun di sisi lain, kenyataannya masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," Khaeroni melalui keterangan persnya, Rabu (23/2/202).

Baca Juga: Kemenag Sulsel Masih Sosialisasikan Surat Edaran Pengeras Suara Masjid

1. Pengaturan pengeras suara masjid bukan hal baru

Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Selatan Khaeroni. (Dok. Istimewa)

Khaeroni menerangkan, penggunaan pengeras suara untuk masjid, langgar, dan musala sudah diatur oleh Kementerian Agama sejak masa Orde Baru. Yakni melalui Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Aturan yang terbit pada tahun 1978 itu kemudian diperbarui di tahun 2022.

Surat edaran itu, khata Khaeroni, sudah didukung oleh MUI, NU, Muhammadiyah, DMI serta beberapa pihak lain. Dengan asumsi sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah. Dia menekankan bahwa Kemenag tidak sama sekali melarang, melainkan hanya membuat pedoman dalam penggunaan pengeras suara di rumah ibadah.

"Kami sepakat ada pembatasan yang bijaksana, agar saling harmoni dan diterapkan dengan kearifan lokal," kata Khaeroni.

2. Ibadah dengan dimensi syiar tetap perlu media pengeras suara

Masjid Al Markaz Al Islami Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Khaeroni mengatakan SE itu juga sejalan dengan ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa MUI. Dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.

Namun, kata Khaeroni, dalam pelaksanaannya perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat. Sehingga jemaah bisa mendengar syiar tapi tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain (mafsadah).

"Karenanya, perlu aturan yang disepakati sebagai pedoman bersama, khususnya terkait penggunaan pengeras suara di tempat ibadah untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan," ucapnya.

"Di beberapa negara muslim pun seperti Arab Saudi, Malaysia dan negara lainnya soal pengeras suara ini juga ada aturannya," dia melanjutkan.

Baca Juga: Kemenag Bantah Anti Syiar soal Pengaturan Pengeras Suara Masjid

Berita Terkini Lainnya