Empat Anggota NFRPB Papua Barat Didakwa Makar

- Presiden NFRPB memberikan instruksi kepada terdakwa untuk menyampaikan surat resmi berisi klaim politik dan ajakan perundingan damai kepada sejumlah unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah di Sorong Raya.
- Surat yang disiapkan tidak hanya berisi ajakan perundingan, tetapi juga memuat rancangan struktur negara tandingan lengkap dengan lembaga pemerintahan, militer, hingga kepolisian NFRPB.
- Abraham merekam video bersama "polisi" dan "tentara" NFRPB yang kemudian diunggah ke akun Facebook anaknya dan menjadi bukti penyebaran ajakan politik pemisahan diri dari Indonesia.
Makassar, IDN Times ā Empat anggota Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (8/9/2025).
Mereka didakwa melakukan tindak pidana makar dengan tujuan memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Para terdakwa masing-masing adalah Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Maksi Sangkek, dan Nikson May. Sidang berlangsung di Ruang Arifin A Tumpa sekitar pukul 11.45 Wita dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
1. Awal Instruksi dari Presiden NFRPB

Dalam dakwaan JPU, perkara ini bermula saat terdakwa Abraham mendapat perintah dari Presiden NFRPB Forkorus Yaboisembut pada 25 Maret 2025. Ia diminta menyampaikan surat resmi berisi klaim politik dan ajakan perundingan damai kepada sejumlah unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong Raya.
"Surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia, dan sejumlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan," ujar jaksa membacakan dakwaannya dalam persidangan.
Abraham lalu menggelar rapat dengan Piter Robaha dan Nikson May di rumahnya pada 10 April 2025. Pertemuan itu juga dihadiri beberapa anggota lain, termasuk Maksi Sangkek.
Dari rapat tersebut, mereka menyepakati pengantaran surat ke kantor-kantor pemerintahan di Sorong secara serentak pada 14 April 2025.
"Dalam rapat tersebut, Abraham menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan, serta menetapkan tugas masing-masing peserta," tutur jaksa.
2. Surat Dibagikan ke Kantor Pemerintahan

Surat yang disiapkan tidak hanya berisi ajakan perundingan, tetapi juga memuat rancangan struktur negara tandingan lengkap dengan lembaga pemerintahan, militer, hingga kepolisian NFRPB.
"Ia menyatakan bahwa pengantaran surat-surat akan dilakukan secara serentak ke sejumlah kantor pemerintahan di Kota Sorong pada hari Senin, tanggal 14 April 2025, dengan titik kumpul di kediaman terdakwa," bebernya.
Sesuai rencana, Abraham bersama ketiga rekannya bergerak mendatangi sejumlah kantor pemerintah di Sorong pada 14 April 2025. Mereka mengenakan atribut NFRPB seperti seragam biru, baret, hingga kartu identitas palsu. Selain itu, surat tersebut juga memuat rencana penataan struktur organisasi negara, termasuk lembaga pemerintahan, militer, dan kepolisian NFRPB.
Jaksa menyebut jika pihak NFRPB juga menyampaikan bahwa akan membuka dan memasang papan nama di Kantor Sekretariat NFRPB secara bertahap, mulai dari tingkat pusat hingga kampung-kampung.
3. Dijerat Pasal Makar

Sebelum berangkat, Abraham sempat merekam video berdurasi 2 menit 29 detik yang memperlihatkan dirinya bersama "polisi" dan "tentara" NFRPB. Video itu kemudian diunggah ke akun Facebook anaknya dan menjadi bukti penyebaran ajakan politik pemisahan diri dari Indonesia.
Laporan warga terkait video tersebut ditindaklanjuti polisi. Dua pekan kemudian, tepatnya 28 April 2025, keempat terdakwa ditangkap dan langsung ditahan.
JPU menegaskan bahwa surat, atribut, hingga aktivitas terdakwa jelas menunjukkan adanya niat politik untuk mendirikan negara baru di luar NKRI. Sidang perkara makar ini dijadwalkan akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Isi surat menunjukkan niatan politik untuk memisahkan wilayah Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengajak pemerintah pusat untuk melakukan perundingan damai atas nama entitas negara baru," katanya.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa dengan Pasal 110 ayat 1 KUHP jo. Pasal 106 KUHP tentang makar. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Pasal 53 KUHPidana, serta Pasal 87 KUHPidana.