Makassar Catat 520 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di 2024

- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Makassar mencapai 520 kasus sepanjang tahun 2024.
- 73,27% dari kasus tersebut merupakan kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual menjadi bentuk paling dominan.
- Mayoritas kasus terjadi di rumah tangga (217 kasus) dan fasilitas umum (187 kasus), membutuhkan kerja sama lintas instansi untuk penanganannya.
Makassar, IDN Times - Sepanjang tahun 2024, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Makassar masih menjadi perhatian serius. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar, tercatat sebanyak 520 kasus sepanjang tahun 2024.
Dari jumlah tersebut, 381 kasus (73,27 persen) merupakan kekerasan terhadap anak, sedangkan 139 kasus (26,73 persen) orang dewasa. Berdasarkan jenis kelamin, 348 korban adalah perempuan dan 172 laki-laki.
Meskipun angka ini masih cukup tinggi, jumlah kasus mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencatat 634 kasus.
1. Angka masih tinggi meski ada penurunan

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar, Achi Soleman, mengungkapkan meski terjadi penurunan, angka kekerasan masih tergolong tinggi dan membutuhkan perhatian bersama.
"Kasus ini terjadi penurunan sebenarnya walaupun secara kuantitatif masih besar. Tapi dibandingkan tahun sebelumnya, ini terjadi penurunan," kata Achi, Jumat (7/2/2025).
2. Kekerasan seksual terhadap anak masih mendominasi

Dalam laporan akhir tahun tersebut, kekerasan seksual terhadap anak menjadi bentuk kekerasan yang paling dominan. Dari total 520 kasus, 179 di antaranya merupakan kekerasan seksual, disusul kekerasan fisik (175 kasus), dan kekerasan psikis (61 kasus).
Achi mengungkapkan banyak anak yang menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual karena faktor lingkungan. Pola asuh di rumah dan paparan tontonan atau game bernuansa kekerasan menjadi penyebab utama.
"Hasil asesmennya boleh dikatakan bahwa ada pola tiru yang dilakukan oleh si anak. Kita berharap ke orang tua kalau anak sudah bisa berbicara, tolong untuk tidak sekamar karena pola tiru itulah yang gampang dipraktekkan oleh anak," jelas Achi.
3. Sebagian besar kekerasan terjadi di rumah

Dari data yang dihimpun UPTD PPA, mayoritas kasus kekerasan terjadi di rumah tangga dengan 217 kasus. Fasilitas umum menjadi lokasi kedua terbanyak dengan 187 kasus, disusul sekolah (64 kasus), tempat kerja (18 kasus), hotel/kost (18 kasus), dan dunia maya (16 kasus).
"Kekerasan termasuk dalam lingkungan, Nah kalau kita lihat grafiknya dari tempat kejadian, maka tempat kejadian, yang paling banyak itu malahan di dalam rumah sendiri walaupun tetap ada di sekolah di area publik tetap ada," kata Achi.
4. Kolaborasi lintas instansi untuk penanganan kasus

Untuk menangani kasus-kasus ini, DPPPA Makassar bekerja sama dengan berbagai instansi, seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, hingga Baznas dan rumah sakit. Ada case conference, yaitu pertemuan lintas instansi untuk menentukan langkah penyelesaian setiap kasus.
"Jika korban berasal dari keluarga kurang mampu, Dinas Sosial akan memasukkannya dalam program kesejahteraan sosial. Jika anak korban putus sekolah, Dinas Pendidikan akan memastikan mereka kembali bersekolah," kata Achi.
Selain itu, program Jagai Anakta terus diperkuat sebagai upaya preventif untuk mengurangi angka kekerasan terhadap anak.