Demo Indonesia Gelap di Makassar Berlanjut: Kritik MBG-Pelanggaran HAM

- Aksi demonstrasi "Indonesia Gelap" di Makassar kembali digelar oleh Aliansi Mahasiswa Makassar.
- Demonstran menyoroti pemangkasan anggaran oleh Presiden Prabowo, yang dinilai merugikan sektor layanan publik vital seperti pendidikan dan kesehatan.
- Jenderal Lapangan Aksi, Yuwen, menuntut agar Prabowo-Gibran diadili karena kebijakan pemangkasan anggaran yang dinilainya merugikan rakyat.
Makassar, IDN Times – Aksi demonstrasi "Indonesia Gelap" di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), masih berlanjut. Massa dari Aliansi Mahasiswa Makassar kembali turun ke jalan.
Mereka menggelar aksi di bawah jembatan Flyover, Jalan AP Pettarani, Makassar, Senin (24/2/2025) sore. Para demonstran membawa spanduk bertuliskan "Bangun Kekuatan Rakyat, Lawan Efisiensi Kajili-Jili Prabowo - Gibran."
Pantauan IDN Times di lokasi, ada ratusan orang peserta aksi yang hadir. Berbeda dengan aksi sebelumnya yang mayoritas peserta mengenakan almamater, kali ini mereka mayoritas berpakaian warna hitam. Massa aksi juga membakar ban bekas.
1. Gaungkan penolakan efisiensi anggaran hingga mafia tanah

Sejumlah spanduk dibentangkan dengan berbagai isu, mulai dari efisiensi anggaran, mafia tanah, hingga pelanggaran HAM. Di antaranya bertuliskan, "Anaknya Makan Gratis, Ortunya di-PHK", "Lawan Mafia Tanah", dan "Papua Butuh Pendidikan Gratis."
Salah satu orator asal Papua menegaskan bahwa masyarakat Papua lebih membutuhkan pendidikan gratis daripada sekadar makan bergizi gratis (MBG).
"Kami tidak butuh makanan gratis, kami butuh pendidikan gratis," ujarnya saat berorasi.
2. Kritik kinerja pemerintahan Prabowo

Sementara itu, Jenderal Lapangan Aksi, Yuwen, menyoroti kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Prabowo dalam 100 hari kepemimpinannya sebagai presiden.
"Alih-alih menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM, justru terjadi perampasan ruang hidup, pengrusakan lingkungan, penggusuran, kekerasan akademik, mahalnya pendidikan, kriminalisasi, kekerasan seksual, serta perampasan tanah petani," katanya.
Menurutnya, Prabowo telah menginstruksikan pemangkasan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tertanggal 22 Januari 2025.
Yuwen menilai pemangkasan anggaran ini berdampak langsung pada sektor layanan publik vital seperti pendidikan dan kesehatan.
"Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN atau APBD. Namun, dengan hadirnya instruksi presiden ini, dana pendidikan untuk tahun 2025 tersisa hanya 18 persen atau sekitar Rp 651,61 triliun," jelasnya.
3. Desak evaluasi makan bergizi gratis

Lebih lanjut, ia menyebut kebijakan tersebut bertentangan dengan konstitusi serta tujuan negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Salah satu alasan pemangkasan anggaran ini adalah untuk membiayai janji politik Prabowo-Gibran saat kampanye, terutama program makan bergizi gratis (MBG)," tambahnya.
Namun, ia mempertanyakan efektivitas program MBG yang hingga kini belum memiliki kejelasan dari pemerintah. Dari sisi kesehatan, program ini juga diragukan, mengingat anggaran rata-rata per sekali makan hanya Rp10.000.
"Apakah program ini benar-benar menjamin asupan gizi yang memadai atau sekadar memenuhi kuantitas dengan kualitas yang ala kadarnya?" tuturnya.
4. Soroti pelanggaran HAM di Papua

Yuwen bahkan mendesak agar Prabowo-Gibran diadili karena kebijakan pemangkasan anggaran yang dinilainya merugikan rakyat.
"Mereka harus diadili seadil-adilnya," tegasnya.
Yuwen menuntut agar segala bentuk perampasan ruang hidup, pengrusakan lingkungan, dan pemangkasan anggaran dihentikan, serta pelanggar HAM segera diadili. Ia juga menyoroti banyaknya pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, terutama di Papua.
"Masalah ini tidak terselesaikan karena pelaku pelanggaran HAM itu sendiri yang kini menjadi presiden," ucapnya.