Beredar di Medsos, Larangan Pendirian Rumah Ibadah di Makassar

Makassar, IDN Times – Sebuah spanduk berisi larangan pendirian gereja di Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, beredar luas di media sosial. Spanduk tersebut bertuliskan penolakan keras terhadap pendirian gereja dan aktivitas peribadatan di lingkungan tersebut.
Informasi yang dihimpun, spanduk itu terpasang pada Selasa (4/2/2025) pagi, sekitar pukul 07.30 WITA, di depan Kompleks Perumahan Polda, Mangga 3. Namun, beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 12.30 WITA, spanduk tersebut dilepas oleh warga secara kolektif.
1. Spanduk larangan pendirian gereja beredar di medsos

Asisten Pengabdi Bantuan Hukum (APBH) LBH Makassar, Ian Hidayat, menyesalkan kejadian ini. Dia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu.
"Spanduk ini dipasang oleh orang tak dikenal yang menyasar aktivitas ibadah Gereja Toraja Jemaat Lanraki," kata Ian dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/2/2025).
2. LBH Makassar: tindakan ini bentuk ujaran kebencian

Ian Hidayat menegaskan bahwa pemasangan spanduk tersebut merupakan bentuk ujaran kebencian yang berpotensi memicu konflik antarumat beragama. Menurutnya, tindakan diskriminatif seperti ini tidak bisa dibiarkan dan harus mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum.
"Tidak boleh ada larangan atau pembatasan terhadap kelompok tertentu," tegasnya.
Selain itu, Ian menekankan bahwa kebebasan beragama dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
"Sangat jelas muatan spanduk tersebut merupakan ujaran kebencian terhadap keyakinan tertentu," tuturnya.
3. Dorongan penyelesaian konflik secara persuasif

Ujaran kebencian adalah tindakan atau perkataan yang merendahkan martabat manusia dan mencederai haknya atas kesetaraan dan kebebasan dengan mendorong permusuhan. "Dalam spanduk tersebut, menegaskan penolakan secara keras pendirian gereja. Jika terus diabaikan, tindakan tersebut akan memancing permusuhan antar umat beragama," ungkapnya.
Sebagai negara yang memiliki konstitusional, negara harus melindungi hak beragama dan hak beribadat warga negaranya. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, yang berbunyi:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” sebutnya.
Spanduk tersebut juga bermuatan diskriminatif terhadap gereja. Tentunya, penolakan tersebut merupakan tindakan merendahkan martabat kelompok agama tertentu.
"Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menegaskan setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama," tandasnya.
Kebebasan mendirikan gereja dan kegiatan peribadatan di dalamnya secara sendiri maupun bersama sama dijamin secara penuh oleh negara. Indonesia merupakan negara yang meratifikasi instrumen HAM internasional soal perlindungan hak atas kebebasan berekspresi dan beragama.
Menanggapi polemik ini, LBH Makassar meminta agar Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Makassar serta aparat terkait segera turun tangan untuk melakukan mediasi.
"Setiap instrumen pemerintahan, mulai dari RT dan RW hingga FKUB, perlu mengambil langkah cepat dalam melindungi jemaat gereja serta menengahi konflik ini secara persuasif," ujar Ian.