Bawaslu Makassar Usut Tiga Temuan Kasus Politik Uang

Makassar, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu ) Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tengah menelusuri dugaan pelanggaran Pemilu berupa praktik politik uang. Dugaan tersebut berdasarkan hasil temuan petugas maupun informasi dari masyarakat.
Ketua Bawaslu Makassar Nursari belum mau menyebutkan siapa oknum yang terlibat dalam dugaan politik uang, karena masih dalam tahap investigasi. Hal ini baru akan dibawa ke tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk dibahas secara bersama.
“Ada yang sementara memberi, ada yang menjanjikan,” kata Nursari di sela kegiatan penyuluhan hukum masyarakat pencari keadilan di Kantor LBH Makassar, Kamis (11/4).
1. Masyarakat diajak bantu mengawasi praktik politik uang

Di samping upaya penegakan hukum, Bawaslu mengajak masyarakat Makassar untuk terlibat aktif mengawasi serta menolak praktik politik uang. Praktik itu rawan terjadi pada tahapan kampanye, masa tenang, serta jelang pemungutan suara pemilu.
Keterlibatan masyarakat mutlak dibutuhkan karena Bawaslu kekurangan sumber daya manusia untuk mengawasi Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legistlatif yang digelar secara serentak. Di tingkat kota, Bawaslu hanya punya lima komisioner, serta masing-masing tiga petugas pengawas di kecamatan dan kelurahan. Sedangkan di tingkat TPS, petugas pengawas baru bekerja jelang pemungutan suara.
“Tenaga pengawasan sangat minim terutama di masa kampanye. Kita mendorong pengawasan partisipatif, karena kesukesan pemilu butuh kontribusi masyarakat,” ucap Nursari.
2. Makassar selalu masuk zona rawan pelanggaran

Nursari mengungkapkan, Kota Makassar dan Sulsel selama ini selalu masuk zona merah yang rawan pelanggaran pemilu. Kondisi itu selalu berulang pada beberapa periode pemilu terakhir.
Selain politik uang, kerawanan pelanggaran berupa penyalahgunaan isu SARA. Bawaslu mengajak masyarakat membuktikan bahwa daerahnya jauh dari berbagi macam kekhawatiran.
“Sekecil apa pun informasi dari masyarakat akan sangat berharga. Karena hampir semua penanganan di Bawaslu bersumber dari informasi masyarakat, bahkan mencapai 90 persen,” Nursari melanjutkan.
3. Penerima politik uang tandakan masyarakat berpendidikan rendah

Pengamat politik Universitas Bosowa Arief Wicaksono menyebut ada tiga kondisi masyarakat yang rentan dimanfaatkan oleh pemberi politik uang. Yang pertama, penerima biasanya merupakan orang dengan pendidikan rendah.
Penerima politik uang juga menandakan dia merupakan masyarakat terpinggirkan, atau bisa jadi tidak peduli dengan politik. Idealnya politik menyejahterakan masyarakat, sedangkan praktik politik uang bertentangan dengan itu.
“Sekarang harapannya tanggung jawab pengawasan bukan hanya di Bawaslu, tapi juga di masyarakat. Politik uang massif karena pemilu digelar serentak, sehingga Bawaslu kewalahan memantau,” kata Arief.
4. Politik uang menutup kesempatan orang-orang baik

LBH Makassar bekerja sama dengan Bawaslu menggelar penyuluhan hukum bagi masyarakat pencari keadilan. Pesertanya adalah puluhan orang yang selama ini didampingi LBH dalam menghadapi proses hukum.
Direktur LBH Makassar Haswandi Andi Mas mengatakan, penyuluhan aturan hukum pemilu penting bagi masyarakat pencari keadilan. Sebab selama ini mereka berjuang mewujudkan kehidupan yang bersih tanpa korupsi. Menolak segala bentuk politik uang berarti sejalan dengan komitmen mereka selama ini dalam pendampingan hukum.
“Saat ini kita menjadi aktor, apakah betul-betul anti korupsi. Politik uang akan menimbulkan dampak sistematis, menutup kesempatan orang-orang baik di pemilu, dan tidak menutup kemungkinan ada konflik kepentingan,” Haswandi menjelaskan.