Mengenal Zaenal Daeng Beta, Maestro Lukisan Tanah Liat dari Makassar

Beta disebut penemu teknik melukis dengan tanah liat

Siapa nama yang terlintas di pikiran kalian saat mendengar kata pelukis? Leonardo da Vinci, Pablo Picasso, Salvador Dali, atau Raden Saleh?. Semua jawaban tersebut tidaklah salah. Keempat nama tersebut adalah pelukis yang namanya terus abadi beriringan dengan eksistensi karya mereka. Bagaimana dengan nama Zaenal Beta atau Zaenal Daeng Beta? Mungkin masih banyak yang tidak familier dengan pria bernama asli Arifin tersebut.

Dalam kancah kesenian, Beta menempati posisi istimewa sebagai pelukis yang memiliki teknik istimewa saat melukis. Jika pelukis kebanyakan  menggunakan cat sebagai medianya, hal tersebut tidak berlaku untuk  Beta.

Pria yang sudah menginjak usia 60 tahun ini memilih menggunakan tanah liat. Ya, tanah liat yang biasanya dijadikan mainan bagi anak-anak, disulapnya menjadi lukisan indah dengan perpaduan warna tanah yang apik. Penemuan teknik melukis tersebut berawal dari ketidaksengajaannya menjatuhkan kanvas lukisnya saat perjalanan pulang kerumah pada 1980-an.

“Saat itu saya pulang menggunakan sepeda, saya tidak sengaja menjatuhkan kerta saya ke tanah merah. Saat dibersihkan, saya melihat dan mendapatkan sebuah objek terkurat dalam kertas saya dari situlah semua bermula," kata Beta saat diwawancarai, Minggu, 29 Januari 2023.

Lukisan-lukisan Beta terpajang dalam galeri di salah satu sudut Benteng Fort Rotterdam Makassar. Sehari-harinya dia juga membuat lukisan di saja. Dengan ramah, Beta menunjukkan cara melukis menggunakan tanah liat hanya dalam waktu dua menit.

Tak berlebihan apabila publik menilai Zaenal Daeng Beta sebagai seorang maestro lukisan tanah liat. Bahkan dia disebut sebagai penemu teknik melukis dengan menggunakan media tanah liat di dunia.

1. Ditentang oleh keluarga

Mengenal Zaenal Daeng Beta, Maestro Lukisan Tanah Liat dari MakassarZaenal Daeng Beta. Pelukis yang menggunakan media tanah liat. Dokumentasi Pribadi/Hafis Dwi Fernando

Kecintaan Beta terhadap seni lukis sudah muncul sejak dia masih di bangku sekolah dasar, hanya saat itu dia masih melukis dengan menggunakan cat biasa. Semasa sekolah, Beta lebih banyak menghabiskan waktunya melukis dibanding belajar mata pelajaran. Dia merasa tidak cocok dengan pelajaran yang ada di sekolah.

“Sekolah saja tidak beres, saat SMA saya beberapa kali pindah sekolah. Saya merasa tidak ada sekolah yang cocok dengan saya. Saya memang harus jadi seperti kemauan saya, menjadi pelukis,” ungkapnya.

Keinginan Beta menjadi pelukis begitu besar, meski ditentang oleh keluarganya. Maklum saja, seniman, utamanya pelukis pada masa itu masih dicap sebagai pekerjaan yang tidak menjamin masa depan cerah dalam hal finansial.

“Saya meyakinkan diri sendiri bahwa pelukis mempunyai masa depan dan berusaha dengan sangat untuk tidak terpengaruh dengan pikiran orang lain dan fokus pada tujuan saya menjadi seorang pelukis,” ucapnya lugas.

2. Teknik melukis yang tidak lazim

Mengenal Zaenal Daeng Beta, Maestro Lukisan Tanah Liat dari MakassarZaenal Daeng Beta. Pelukis yang menggunakan media tanah liat. Dokumentasi Pribadi/Hafis Dwi Fernando

Pun saat dia menemukan teknik lukis menggunakan tanah liat, tak langsung membuatnya diterima dan disanjung. Beta malah dianggap orang ‘gila’ karena tidak mengikuti teori lukis yang ada. “Saya ditolak dan dianggap gila selama 5 tahun di Makassar karena menurut mereka teknik dan cara yang saya gunakan untuk melukis tidak ada dalam teori melukis yang ada di dunia. Padahal saat itu saya sudah menciptakan, menemukan teknik itu,” jelasnya.

Untungnya, pada tahun 1986, Beta diundang ke Taman Ismail Marzuki di Jakarta untuk memamerkan beberapa karyanya. Dari sana mulai banyak orang yang menerima karya Beta.

3. Menolak tawaran Universitas California

Mengenal Zaenal Daeng Beta, Maestro Lukisan Tanah Liat dari MakassarLukisan dari tanah liat karya Zaenal Daeng Beta. Dokumentasi Pribadi/Hafis Dwi Fernando

Di pameran yang sama di Taman Ismail Marzuki, Beta bertemu salah satu maestro lukis Indonesia, Affandi, yang mengagumi karya-karyanya. Menurut Affandi, teknik melukis Beta begitu khas, sampai-sampai ia memberikan gelar Profesor Lukis Indonesia kepada Beta.

 “Saat itu banyak yang dari televisi meliput dan menyiarkan penemuan saya, sehingga dibicarakan lama dan viral saat itu, begitu saya  balik ke Makassar baru semua orang angkat jempol,” ungkapnya.

Kabar yang beredar luas itu kemudian membuat Beta mendapat tawaran menjadi dosen luar biasa di Universitas California, Amerika Serikat. Namun dia menolak. Saat Beta menceritakan hal tersebut pada sebuah acara di Jakarta Convention Center (JCC) pada 2017 silam, banyak  pejabat negara yang mempertanyakan keputusannya.

“Apakah bapak sekalian  bangga melihat saya membangun negara orang lain?, semua langsung terdiam.”

Beta mengaku ditawari kontrak selama 10 tahun untuk menjadi dosen luar biasa di Universitas California, setelah itu dia akan mendapat gelar profesor dari kampus tersebut.

“Saat itu saya bertanya, kalau saya sudah mendapat gelar profesor, apakah  penemuan ini masih menjadi milik saya? Mereka menjawab 'bukan',” jelasnya.

Beta tidak mau egois mendahulukan kepentingan pribadinya. Sebab dia lebih memilih mengembangkan dan mengajarkan penemuannya  di Indonesia.

Dia berharap, teknik lukis tanah liat yang ditemukannya bisa menjadi tuan rumah di Indonesia. Diminati, dipelajari, dan diapresiasi oleh anak negeri.

Baca Juga: Benteng Fort Rotterdam: Sejarah, Fungsi, Dan Arsitektur

Hafis Dwi Fernando Photo Community Writer Hafis Dwi Fernando

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya