5 Alasan Kamu Sering Merasa Bersalah setelah Self Reward

- Self reward adalah bentuk self love yang populer belakangan ini setelah pencapaian, namun seringkali diikuti rasa bersalah.
- Penyebabnya bisa berasal dari toxic productivity, emotional spending, dan standar ketat yang diterapkan pada diri sendiri.
- Self reward yang sehat seharusnya proporsional dengan pencapaian dan kondisi finansial, berdasarkan kebutuhan emosional, dan dilakukan tanpa syarat rumit terhadap diri sendiri.
Self reward alias memberi hadiah pada diri sendiri setelah kita bekerja keras atau berhasil mencapai sesuatu adalah bentuk self love yang populer belakangan ini. Misalnya, setelah menyelesaikan deadline, kamu memutuskan beli steak yang hits di kotamu atau checkout barang yang selama ini kamu idam-idamkan. Tapi anehnya, setelah momen self reward, muncul rasa bersalah. Kok bisa?
Padahal niatnya ingin memberi penghargaan untuk diri sendiri, kenapa malah merasa bersalah setelahnya? Kalau kamu sering merasakan ini, kamu gak sendiri. Banyak orang mengalami hal yang sama. Nah, di sini kita akan membahas penyebab kenapa kita merasa bersalah setelah self reward dan bagaimana mengatasinya dengan cara yang lebih sehat.
1. Tumbuh dengan pola pikir harus selalu produktif

Banyak orang tumbuh dalam lingkungan yang mengajarkan untuk selalu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Jadi, saat kita rehat sejenak dan menikmati hasil kerja keras, tiba-tiba muncul pikiran bahwa kamu ini sedang bermalas-malasan dan boros. Inilah yang disebut dengan toxic productivity, saat seseorang merasa bersalah hanya karena gak produktif untuk sementara waktu.
Padahal istirahat dan self reward juga bagian penting dari proses hidup yang seimbang. Kalau kamu sering merasa bersalah setelah menikmati hal-hal kecil karena takut dianggap gak produktif, mungkin sudah waktunya mempertimbangkan ulang standar yang kamu pakai untuk menilai diri sendiri. Bisa juga konsultasi ke psikolog. Psikolog akan membantumu menata ulang mindset agar menjadi lebih sehat.
2. Self reward jadi alasan untuk balas dendam

Kadang, self reward berubah fungsi. Bukannya jadi bentuk penghargaan, malah jadi pelampiasan setelah stres. Misalnya, setelah mengerjakan deadline selama berhari-hari, kamu balas dendam dengan shopping sampai uangmu habis. Akibatnya, bukan bahagia yang datang, tapi rasa bersalah karena keuangan jadi kacau.
Dalam psikologi, ini disebut sebagai emotional spending, yaitu membeli sesuatu bukan karena butuh, tapi karena ingin mengobati perasaan tidak nyaman. Rasa bersalah yang muncul setelahnya itu sebenarnya sinyal bahwa reward yang kamu berikan mungkin gak sejalan dengan kebutuhan emosional yang sebenarnya. Coba tanyakan lagi ke diri sendiri, apa kamu butuh tas baru atau sebenarnya hanya butuh istirahat seharian tanpa diganggu sama sekali?
3. Kebiasaan hitung-hitungan dengan diri sendiri

Demi alasan berhemat, banyak orang kemudian jadi hitung-hitungan dengan diri sendiri. Misalnya, kamu sudah berkata pada diri sendiri akan beli eskrim asalkan berhasil nulis 5 halaman skripsi dalam sehari. Namun, begitu es krim sudah ditangan, kamu merasa belum cukup pantas menikmatinya karena tadi nulisnya sambil rebahan dan sambil scroll media sosial.
Ini karena kamu memberi syarat atau batasan yang sangat ketat untuk bisa merasa layak bahagia, santai, atau menikmati sesuatu. Seolah-olah harus membayar dulu untuk bisa bersenang-senang. Padahal, yang betul adalah kamu gak harus sempurna dulu untuk layak bahagia. Kadang cukup karena kamu berusaha. Itu saja sudah pantas diapresiasi.
4. Terlalu banyak perbandingan sosial

Awas, terlalu sering scrolling media sosial bikin kamu sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kamu mungkin merasa hidup orang lain lebih teratur, sehat, dan worth it dibanding diri sendiri. Ketika kamu memberikan self reward berupa tidur siang atau marathon drakor seharian, tiba-tiba muncul pikiran, “Lah, dia self reward-nya liburan ke luar negeri. Aku kok cuma rebahan doang.”
Pikiran seperti ini bisa bikin reward yang kamu berikan terasa gak layak atau gak cukup bagus. Padahal setiap orang punya kapasitas dan perjuangannya masing-masing. Self reward gak harus selalu makan budget besar atau estetik. Yang penting adalah dampaknya untuk mental dan emosimu.
5. Kurangnya pemahaman tentang self compassion

Kita diajarkan mencintai orang lain, memaafkan kesalahan mereka, dan merayakan keberhasilan mereka. Namun, kita sering lupa melakukan hal yang sama untuk diri sendiri. Kita seringkali menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri, bersikap keras, dan sulit memaafkan kesalahan di masa lalu.
Rasa bersalah setelah self reward bisa muncul karena kita belum terbiasa menunjukkan self compassion, yaitu kemampuan untuk bersikap lembut dan pengertian terhadap diri sendiri, sama seperti kita memperlakukan sahabat dekat. Kalau sahabatmu cerita sedang capek dan ingin jajan atau istirahat, kamu pasti gak akan menyalahkan mereka, kan? Maka perlakukan dirimu dengan empati yang sama. Jangan jadi kritikus paling kejam untuk diri sendiri.
Jadi, jika selama ini muncul rasa bersalah setelah memberikan self reward, kamu perlu melakukan evaluasi. Self reward yang sehat itu seharusnya:
- Proporsional dengan pencapaian dan kondisi finansial
- Berdasarkan kebutuhan emosional, bukan pelarian sesaat
- Dilakukan tanpa syarat yang rumit terhadap diri sendiri.
Kunci utamanya adalah mengenali kebutuhanmu dengan jujur dan belajar memberi kasih sayang pada diri sendiri tanpa rasa bersalah. Yuk, apresiasi setiap usahamu, walaupun hasilnya belum maksimal.