Resep Katirisala, Kue Khas Sulsel dengan Dua Rasa yang Kontras

Makassar, IDN Times - Pernah dengar kue tradisional Sulawesi Selatan bersama katirisala? Berasal dari tanah Bugis, kue lapis ini tidak hanya berfungsi untuk memanjakan lidah. Turut pula tersimpan cerita tentang sejarah dan keramahtamahan dalam setiap gigitannya.
Lalu, bagaimana sih seluk-beluk salah satu camilan yang mudah ditemui ini? Dan seperti apa cara pembuatan kue tradisional tersebut? Berikut ini IDN Times akan mengulasnya secara lengkap untuk pembaca.
1. Nasi ketan menjadi salah satu bahan utama kue ini

Tidak banyak bahan-bahan yang digunakan untuk katirisala. Pada lapisan ketan digunakan ketan hitam, ketan putih, santan sedang dan sedikit garam. Lalu untuk lapisan manisnya memakai gula merah, santan kental serta telur.
Proses pembuatannya dimulai dari merendam ketan hitam selama kurang lebih 2 jam. Setelah itu, cuci bersih kedua jenis ketan dan campurkan. Kukus campuran ketan bersama santan dan garam hingga matang sempurna.
2. Katirisala terdiri dari dua lapisan dengan rasa berbeda

Untuk lapisan pemanis, kocok lepas telur dan gula merah hingga tercampur rata. Saring adonan untuk mendapat hasil yang lebih halus. Lalu tambahkan santan kental dan kocok kembali hingga mengembang.
Setelah ketan matang, pindahkan ke loyang yang telah dilapisi plastik. Ratakan dan padatkan ketan di layer bawah. Tuang adonan gula merah di atas lapisan ketan. Kukus kembali hingga matang sempurna. Setelah matang, keluarkan kue dari loyang dan biarkan hingga dingin, dan terakhir tentu saja potong-potong sesuai selera.
3. Memiliki makna mendalam untuk nama dan letak lapisan

Nama katirisala sendiri menyimpan makna mendalam. Dalam bahasa Bugis, tiri berarti "menetes" dan sala berarti "salah" atau "tidak benar". Filosofi ini tergambar jelas dalam proses pembuatannya. Lapisan gula merah berada di atas, sementara lapisan nasi ketan di bawahnya.
Ini berlawanan dengan pakem yang diketahui khalayak umum. Tapi, di sinilah letak filosofinya. Katirisala disebut mengajarkan bahwa meskipun dua sisi hidup yakni keindahan (manisnya gula merah) dan ketidaksempurnaan (asinnya nasi ketan), seperti konsep yin dan yang dalam filsafat China.
4. Resmi berstatus Warisan Budaya Tak Benda sejak tahun 2015

Katirisala diperkirakan sudah ada selama berabad-abad. Kue ini dipercaya berasal dari wilayah Ajatappareng yang meliputi Sidrap, Parepare, dan Pinrang. Katrisala masih menjadi hidangan istimewa dalam berbagai acara di Sulsel, sebagai bentuk penghormatan dan keramahtamahan kepada tamu yang hadir.
Pada tahun 2015, katirisala resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Republik Indonesia. Pengakuan ini membuat katirisala tak sekadar menjadi isi dalam bosara (tudung saji), tapi juga salah satu kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan.