Mitos dan Fakta Karier Ramang Jadi Tema Film Dokumenter FIFA
Saat kemampuan alam disebut lahir dari jampi magis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Ramang, bagi pencinta sepak bola Indonesia, adalah sosok yang berdiri di tengah zona fakta dan mitos. Bagi kuping-kuping modern, tentu akan sulit percaya dengan betapa agresifnya Sang Macan Bola. Mulai dari cerita tentang kekuatan tendangan yang bisa merobohkan kiper lawan, hingga ketika Ramang bisa mencetak 7 gol dalam satu pertandingan.
Mitos dan fakta dalam karier sepak bola Ramang jadi topik utama yang diangkat oleh FIFA dalam serial dokumenter khusus Indonesia bertajuk "Sons of Football." Tak main-main, mereka berbicara langsung kepada figur-figur ternama untuk mengulik lebih dalam. Mulai dari eks pemain PSM era 1970-an Syamsuddin Umar, sejarawan Anhar Gonggong dan jurnalis M. Dahlan Abubakar.
Turut pula mantan penggawa Gaspar Sidrap yakni Abdul Wahab serta Bob Hippy, anggota Exco PSSI dekade 2000-an.
1. Sebuah urban legend menyebut kemampuan Ramang meningkat setelah kena sambar petir
Dari mana sumber kekuatan Ramang? Menurut Dahlan, ini adalah hasil bersepeda dari Segeri ke Barru semasa kecilnya. Jarak 20 kilometer ia tempuh lantaran saat itu ia menjadi pagandeng (penjual ikan) untuk membantu ekonomi keluarganya. Tempaan hidup ternyata turut menempa kaki sang legenda.
Mistisisme juga mewarnai kisah Ramang di mata penduduk Sidrap secara turun temurun. Abdul Wahab menyebut kemampuannya datang setelah bersepak raga menggunakan tengkorak manusia dengan seseorang di Pantai Ujung Batu. Sedang yang lain mendapat cerita bahwa sambaran petir kala bermain bola sendirian di pasar membuat kekuatan Ramang meningkat berkali-kali lipat.
Namun, Anhar Gonggong tidak sepakat. Ramang baginya adalah bukti bakat alami yang lahir dalam satu generasi, sehingga klaim mistis dianggap tak masuk akal.
"Memang dia pemain yang natural betul, menurut pandangan saya. Jadi kalau ada yang mengatakan dia punya jampi-jampi, itu adalah hal berlebihan," tutur sejarawan 79 tahun itu.
Baca Juga: Kesan Duo Ramang Muda Rafli - Edgard Lolos Lagi Garuda Select ke Eropa
Baca Juga: Dari Ramang hingga Rahmat Erwin: Jejak Atlet Asal Sulsel di Olimpiade